YA'AHOWU !! SYALLOM.. Kata Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6) FAOMASI ZOAYA

LABEL

Pencarian

MARILAH KITA MENJADI BERKAT MELALUI INTERNET, KIRIMKAN TULISAN ANDA YANG MEMBANGKITKAN IMAN, MEMULIHKAN, MEMBAWA JIWA & PERTOBATAN KEPADA TUHAN.

Rabu, 14 September 2011

"Omo Hada", Situs Warisan Budaya yang Terancam Punah

Ref: Harian Kompas, 17 Oktober 2004
Oleh : Edy Suhartono

NIAS merupakan salah satu daerah tingkat II di Provinsi Sumatera Utara yang menyimpan berbagai kekayaan budaya. Mulai dari teknologi seni bangunan rumah adat hingga patung batu dari zaman megalitikum telah memberi makna dan nilai lebih yang cukup berarti bagi masyarakat. Namun sayang, potensi ini tampaknya belum dieksplorasi lebih jauh oleh pemerintah maupun pihak swasta. Sementara itu, hasil penelitian yang selama ini ada pun terkesan sangat artifisial. Bahkan kebanyakan dilakukan peneliti dari luar negeri.
NIAS merupakan bagian Sumatera Utara yang cukup potensial, namun karena kondisi geografisnya menjadi tertinggal dibandingkan dengan daerah lain. Ketertinggalan ini semakin terasa ketika negeri ini dilanda krisis ekonomi. Selama ini pertumbuhan ekonomi Nias ternyata tidak didukung sepenuhnya oleh sektor pariwisata yang kuat dan profesional. Bahkan penopang perekonomian Nias berdasarkan catatan PDRB Kabupaten Nias tahun 1997 berasal dari sektor agraris (43,07 persen); sektor perdagangan (19,99 persen); sektor jasa (10,04 persen), serta sektor bangunan (9,14 persen).

Hal ini menjadi ironi mengingat potensi pariwisata Nias sebenarnya dapat menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan kapitalnya di daerah ini. Sektor wisata ini pula yang dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Nias.

Nias merupakan daerah dengan kondisi geografis yang cukup keras dan menantang. Terletak di sebelah baratPulauSumateradenganjaraklebihkurang85millaut dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Pulau Nias terletak antara 0,120 – 1,320 Lintang Utara (LU)dan 970 – 980 Bujur Timur (BT).

Banyak wilayah sangat terkucil dan sulit dijangkau sarana pembangunan yang ada, terutamanya sarana jalan dan penerangan listrik. Kondisi semakin parah pada setiap musim hujan. Banyak jalan yang rusak dan longsor sehingga sering kali memutus hubungan antara satu daerah dan daerah lain.

Desa Hilinawalo Mazingo merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Teluk Dalam yang boleh dikatakan terkucil dari dunia ramai. Untuk bisa sampai ke sana butuh waktu 26 jam (jika titik berangkat dari Medan). Jalan masuk menuju ke desa hanya sekitar dua kilometer pertama yang beraspal. Selebihnya berupa bebatuan sangat terjal yang tidak layak disebut sebagai jalan.

Ada beberapa desa yang harus dilewati sebelum akhirnya sampai di Desa Hilinawalo Mazingo. Berbeda dengan desa lainnya, Desa Hilinawalo Mazingo merupakan desa yang relatif ramai penduduknya, ada sekitar 400 keluarga bermukim di desa ini dan sebagian besar adalah marga Bu’ulolo.

Marga inilah yang belakangan dikenal sebagai marga yang pertama kali membuka wilayah tersebut serta membangun rumah besar yang kemudian disebut sebagai omo hada. Pada masa itu hanya golongan bangsawanlah yang mampu membangun omo hada sehingga kompleks permukiman di sekitar omo hada dikenal sebagai kompleks istana raja, khususnya milik klan Bu’ulolo.

Sebagian besar penduduk Desa Hilinawalo Mazingo adalah petani peladang berpindah serta melakukan aktivitas berburu dan meramu. Prasarana dan sarana yang ada di desa ini sangat memprihatinkan. Kondisi jalan yang jelek dan sulit dilalui kendaraan roda empat menyebabkan desa ini sulit dijangkau sehingga terkesan tak tersentuh oleh pembangunan.

Hal di atas kontras dengan kenyataan di sana terdapat sebuah situs berusia ratusan tahun dan dicatat sebagai salah satu situs warisan dunia yang berada dalam keadaan berbahaya dan harus diselamatkan.

"Omo hada"

Dulu rumah adat (omo hada) oleh masyarakat Nias digunakan sebagai lambang kekayaan pemiliknya. Selain sebagai tempat tinggal, di dalam rumah ini bangsawan pemiliknya berhak melakukan pertemuan dan acara adat. Acara adat dimaksud dapat berupa upacara pengukuhan raja (owasa famaho bawi soya), upacara menguji kekuatan rumah raja (famoro omo), dan pesta pembuatan rumah baru (famaluaya tuha nomoa). Dengan demikian, omo hada merupakan titik sentral setiap kegiatan yang melibatkan adat istiadat. Peralihan zaman membuat fungsi omo hada berubah menjadi rumah pertemuan biasa, dan sebagai gantinya balai desa menjadi titik pertemuan.

Selain sebagai rumah tinggal, omo hada juga berfungsi sebagai tempat pertemuan informal. Nilai sejarah omo hada ini pernah diteliti ahli dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO), yakni Prof Alain M Viaro. Hasilnya, omo hada dinyatakan sebagai rumah dengan arsitektur paling lengkap. World Monument Fund kemudian mencatat dan memasukkan situs omo hada sebagai salah satu dari 100 situs dunia yang berada dalam keadaan bahaya dan perlu segera diselamatkan, bersama Borobudur, Taman Sari di Yogyakarta, dan Tanah Lot di Bali.

Pernyataan ini muncul karena rumah tersebut dibangun tanpa paku, hanya berupa tiang penyangga. Selain itu, karena memegang nilai sejarah silsilah nenek moyang suku Nias Selatan, maka rumah ini menjadi penting artinya.

Beberapa keunikan omo hada antara lain tiang penyangga rumah setinggi empat meter terbuat dari kayu bulat yang cukup keras. Tiang penyangga (ehomo) yang cukup tinggi ini adalah berdasarkan pengalaman sejarah suku Nias. Rumah yang terletak di bukit, pelindung terbaik adalah memakai tiang tinggi. Selain itu, ada tiang penyangga (diwa) menyilang sebagai penyangga rumah dari serangan angin yang kuat di dataran tingi. Tiang-tiang ini tidak ditancapkan ke tanah, tetapi ditumpukkan di atas batu keras.

Pintu masuk rumah yang letaknya persis di tengah (di bawah kolong rumah) merupakan pelindung terbaik jika ada musuh datang dan merupakan keunikan tersendiri. Tidak seperti rumah lainnya, rumah bangsawan ini memiliki jalan masuk dari kolong rumah, tepat di tengahnya, bukan dari samping.

Di dalam rumah terdapat ruangan besar sebagai tempat pertemuan dan berkumpulnya para tetua adat tokoh adat Nias Selatan pada masa-masa lalu.

Beberapa ornamen menunjukkan jabatan bangsawan, seperti hiasan berbentuk piring, bentuk gama, dan bentuk sisir, merupakan perlambang bahwa yang memiliki rumah merupakan pusat tempat pertemuan (pesta besar) dan tempat di mana hukum adat ditentukan.

Karena harus memuat banyak orang, maka rumah adat dibuat dengan ukuran serba besar, baik tiang penyangga maupun ruangan yang dibangun. Ukuran besar di sini memiliki dua fungsi, yaitu dapat memuat banyak orang dan menunjukkan kekayaan dan kebesaran pemiliknya. Alasan lain adalah hanya orang yang layaklah yang berhak membangun rumah besar. Hanya orang-orang tertentu pula yang dapat melakukan pesta besar (owasa) sebagai wujud dari kekayaan.

Mulai rusak

Pemilik rumah yang mendiami salah satu rumah adat itu adalah Sozalawa Bu’ulolo, seorang petani yang merupakan generasi keenam dari klan Bu’ulolo. Adapun pendiri pertamanya adalah Sihola Bu’ulolo.

Pemilik rumah berharap rumahnya dapat segera diperbaiki. Banyak bagian rumah yang saat ini mulai rusak parah, seperti bagian atap kanan dan kiri rumah banyak yang sudah hancur. Sejumlah tiang penyangga rumah juga banyak yang mulai keropos dimakan usia, demikian pula kayu bulat penahan lantai rumah banyak yang sudah terserang jamur, dan mengalami pelapukan karena lembap terkena air. Ketidakmampuan ekonomi menyebabkan pemilik rumah tidak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki rumah tersebut.

Nilai penting omo hada dapat disimpulkan menjadi tiga hal, yakni aspek sejarah, aspek budaya, dan aspek ekonomi. Dari aspek sejarah, kekayaan warisan sejarah dan budaya di Nias tampaknya lambat laun mengalami ancaman kepunahan jika tidak ditangani segera. Hal ini selain disebabkan oleh gangguan alam, juga disebabkan masih kurangnya perhatian dan kesadaran kita akan arti penting bangunan ini.

Aspek budaya terkait dengan warisan budaya fisik yang terwujud dalam bentuk bangunan rumah dengan tampilan arsitektur menakjubkan merupakan produk budaya yang bernilai tinggi. Dari aspek ekonomi, kemiskinan dan ketidakmampuan pemiliknya untuk memelihara dan memperbaiki akan menjadi ancaman serius bagi eksistensi situs ini pada masa mendatang.

Secara arsitektur, situs omo hada dapat dimasukkan dalam kategori model rumah panggung yang tiang-tiangnya bertumpu pada bebatuan yang disusun rapi, tidak langsung ditanam di tanah. Komponen bangunan semuanya menggunakan kayu, tanpa paku. Konstruksi itu menyebabkan bangunan ini cukup kokoh dan mampu menahan kekuatan gempa dan tidak mudah mengalami patahan atau roboh.

Pada akhirnya, sejalan perjalanan waktu, daya tahan situs omo hada semakin rentan karena menghadapi berbagai perlakuan dan perubahan alam yang semakin mengancam keberadaannya.

Untuk itu, melalui tulisan ini, penulis mengimbau semua pihak, baik pemerintah maupun swasta, untuk secara serius segera menyelamatkan situs ini dari kepunahan.

(Edy Suhartono Penulis adalah Nominator Situs Omo Hada untuk Masuk ke World Monument Fund sejak tahun 2000, 2002, 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU