YA'AHOWU !! SYALLOM.. Kata Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6) FAOMASI ZOAYA

LABEL

Pencarian

MARILAH KITA MENJADI BERKAT MELALUI INTERNET, KIRIMKAN TULISAN ANDA YANG MEMBANGKITKAN IMAN, MEMULIHKAN, MEMBAWA JIWA & PERTOBATAN KEPADA TUHAN.

Kamis, 24 Agustus 2017

SENGSARA YANG MENUMBUHKAN


Baca : Ayub 36:1-33
Dengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga mereka. (Ayub 36:15)

Beberapa waktu lalu saya pernah berdoa kepada Tuhan agar bertumbuh dalam hal penguasaan diri. Tak lama setelah saya berdoa, masalah berdatangan. Laptop tiba-tiba rusak sehingga saya tak bisa bekerja, ada orang yang berbicara kasar dan menyakiti hati saya, saat membeli barang perlakuan penjaga toko menjengkelkan, dan beberapa kejadian lainnya. Ternyata, melalui kesulitan hidup, Tuhan menumbuhkan penguasaan diri saya.
Kesulitan, tekanan, pergumulan, kesulitan hidup, dan penderitaan dapat dipakai Tuhan untuk membentuk kita menjadi manusia yang lebih kuat. Kita diajar untuk menyadari kelemahan kita dan kekuasaan Tuhan. Ucapan Elihu sepertinya sulit kita mengerti (ay. 15), namun itulah yang terjadi. Tuhan memakai Ayub sebagai contoh bahwa melalui kesulitan hidup, Tuhan menyelamatkan dan akhirnya memulihkan Ayub. Tak perlu rendah diri kalau kita sudah melakukan hal-hal yang benar sesuai dengan firman Tuhan, tapi masih didera kesulitan hidup. Kita harusnya bersyukur bahwa kesulitan hidup yang terjadi membuat kita bertumbuh dan memiliki berbagai karakter Kristus. 

Allah itu besar dan berbagai rencana-Nya luar biasa. Kalau Tuhan menginginkan kita mengalami berbagai kesulitan seperti pengalaman Ayub, jangan bertanya mengapa, tapi bertanyalah bagaimana. Bagaimana cara saya mengatasi kesulitan ini? Bagaimana cara saya merespons tantangan yang terjadi? Saat kita merespons dengan positif, kita bisa berpikir positif dan bertindak positif. —RTG

KESULITAN HIDUP ADALAH SALAH SATU ALAT TUHAN
UNTUK MEMBENTUK HIDUP KITA

KERENDAHAN HATI

Baca : Filipi 2:1-8
Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. (Filipi 2:3)

Rasanya sulit menemukan kerendahan hati. Sikap egosentris, didukung oleh perkembangan teknologi, semakin memudahkan orang untuk menyombongkan diri. Melalui media sosial, misalnya. Ada orang yang sengaja mengunggah foto, video, atau status tertentu hanya untuk mencari pujian dan komentar. 

Firman Allah menekankan pentingnya kerendahan hati. Kita diajar untuk menyadari bahwa untuk menjadi berguna dan berbuah kita harus mengandalkan Tuhan. Setiap umat diajak untuk meneladani Kristus yang mengosongkan diri, melepaskan identitas dan hak istimewa-Nya. 

Melihat ancaman yang berpotensi mengoyak kesatuan jemaat Filipi, Rasul Paulus memberikan nasihat tentang kerendahan hati. Dalam terjemahan Bahasa Indonesia yang disederhanakan bunyinya, “Janganlah berbuat sesuatu hanya untuk menyenangkan diri sendiri, atau supaya orang lain menganggap kalian hebat. Sebaliknya, kalian harus bersikap rendah hati satu sama lain dan selalu menganggap orang lain lebih baik daripada kalian sendiri.” Di dalam Kristus sikap egosentris tidak mendapat tempat. Sebaliknya, umat harus rela saling menasihati, saling menghibur, bersekutu dalam Roh, mengobarkan kasih, dan menempatkan orang lain di atas diri sendiri. 

Kerendahan hati itu seperti pohon yang merunduk karena sarat dengan buah yang masak. Buah itu adalah kebijaksanaan, pengetahuan, dan pemahaman yang mendalam. Sebaliknya, pohon yang tak berbuah, kering, dan meranggas mengangkat dirinya tinggi-tinggi dengan omong kosong dan kesombongan. —EBL

KESOMBONGAN MEMECAH-BELAH, KERENDAHAN HATI MEMPERSATUKAN

MENUNDA MEMETIK

Baca : Imamat 19:23-25
Apabila kamu sudah masuk ke negeri itu dan menanam bermacam-macam pohon buah-buahan, janganlah kamu memetik buahnya selama tiga tahun dan jangan memakannya. (Imamat 19:23)

Keluarga kami sederhana, ayah bekerja sebagai pegawai kecil sebuah toko. Sejak kelas 2 SD, saya sudah belajar menabung dengan menyisishkan uang jajan. Saat lulus SD, ayah berjanji kelak saya kuliah di universitas. Karena itulah kami sepakat sama-sama menabung untuk persiapan uang kuliah. Berat rasanya saat melihat teman jajan sepuasnya atau main di persewaan Play Station (PS). Namun, enam tahun kemudian, saya memetik hasilnya. Berkat uang tabungan itu, saya bisa kuliah. 

Kepada bangsa Israel, Tuhan memerintahkan, saat mereka berada di Kanaan, mereka tidak memetik dan memakan buah pohon selama tiga tahun pertama (ay. 23). Pada tahun keempat, segala buahnya dipersembahkan bagi Tuhan (ay. 24). Barulah pada tahun kelima mereka boleh menikmati buahnya. Buah yang muncul pada tiga tahun pertama biasanya dipetik dini dan dibuang karena dapat menghambat pertumbuhan pohon. Mulai tahun keempat, barulah pohon mencapai taraf kedewasaan yang memadai dan siap menghasilkan buah-buah terbaik. Tuhan mengajar mereka untuk menunggu dan bersabar sebelum menikmati hasil yang terbaik. 

Menunda hasil yang kecil demi mendapatkan hasil yang terbaik melatih kita bersabar dan mampu menahan diri dari godaan. Kita menolak kesenangan-kesenangan kecil yang berpotensi merusak hasil akhir yang kita harapkan. Kalau kita sabar mengelola hal-hal yang kecil dengan tujuan hal itu berkembang semakin besar, pada waktu yang tepat pasti kita menuai yang terbaik. —RT

MENUNDA MENIKMATI HASIL YANG KECIL MEMBUKA JALAN BAGI KITA
UNTUK MENUAI HASIL YANG TERBAIK

Kamis, 17 Agustus 2017

DIRGAHAYU HUT REPUBLIK INDONESIA KE-72




Dengan Semangat Kemerdekaan, mari kita membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta ini dengan semangat KERJA BERSAMA.

Dengan kebersamaan, kita memperkokoh Bhineka Tunggal Ika, berdasar Pancasila dan UUD 1945 tanpa membeda-bedakan suku, bahasa, agama dan daerah. 

BERSATU KITA TEGUH BERCERAI KITA RUNTUH !!

NKRI HARGA MATI !!!

SUAM-SUAM ROHANI

Baca Wahyu 3:14-22
Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. (Wahyu 3:16)

Firman Tuhan kepada jemaat di Laodikia mengingatkan kondisi rohani mereka yang tidak dingin dan tidak panas (ay. 15). Keadaan suam-suam kuku itu seperti makanan yang menjadi basi, dan Tuhan akan memuntahkan mereka dari mulut-Nya (ay. 16), artinya mereka tidak dapat menyatu dengan Tuhan. 

Jemaat di Laodikia merasa hidup mereka sudah cukup dengan kekayaan yang berhasil mereka kumpulkan, namun di mata Tuhan, mereka miskin dan buta rohani (ay. 17). Tuhan menasihatkan agar mereka membeli emas murni, iman sejati dari Tuhan; dan pakaian putih yaitu kekudusan yang dianugerahkan Tuhan; serta minyak untuk melumas mata mereka agar celik dalam melihat kebenaran (ay. 18). Itulah kekayaan rohani yang dibutuhkan oleh setiap orang Kristen. 

Berbahagialah jika Tuhan menegur kita yang dalam kondisi suam-suam rohani, karena Dia mengasihi, dan mau agar kita hidup baru dalam pertobatan (ay. 19). Tuhan seringkali mengetuk pintu hati kita agar selalu mendengar firman-Nya, dan membuka pintu hati serta mengundang Tuhan untuk masuk di hati kita (ay. 20), sehingga kita di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita, artinya kita menyatu dengan Tuhan. 

Iman dan kesucian adalah anugerah Tuhan, yang perlu kita jaga, agar tidak menjadi suam-suam kuku sehingga kita dimuntahkan oleh Tuhan. Panaskan iman kita dengan sering bersekutu bersama saudara seiman, yang membuat kerohanian kita selalu menyala. Juga iman perlu didinginkan dengan bersaat teduh di hadapan Tuhan, berdoa dan merenungkan firman Tuhan; sehingga hati kita dingin merespons keinginan daging dan berbagai cobaan. —JAP

PELIHARALAH IMAN AGAR TIDAK MENJADI SUAM-SUAM.
IMAN YANG TERPELIHARA DAPAT BERTAHAN SELAMANYA.

DIA BERSUKACITA

Baca Zefanya 3:9-20
[Tuhan] bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai. (Zefanya 3:17)

Seorang ibu menggendong sambil menyuapi anaknya yang masih bayi. Tiba-tiba tangan si anak menyenggol piring makanan hingga tumpah mengotori lantai. Belum selesai si ibu membersihkan tumpahan makanan, si anak mengompol membasahi baju ibunya. Banyak faktor yang dapat membuat si ibu merasa kesal, tetapi ia terus merawat anaknya dengan penuh kasih sayang. Bagi si ibu, anaknya adalah kebahagiaannya. 

Menurut Anda, bagaimana Allah memandang kita, anak-anak-Nya? Apakah setiap saat Dia memandang kita dengan perasaan marah, benci, dan kecewa oleh sebab dosa yang tiada henti-hentinya terjadi di dunia ini? Memang Allah sangat membenci dosa, tetapi Dia selalu mengasihi kita. “Ia bergirang karena engkau dengan sukacita… Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (ay. 17). Sungguh merupakan suatu kenyataan indah, tetapi sulit untuk dipahami bahwa Allah yang Mahakuasa bergirang atas kita. Bayangkan Dia tersenyum setiap kali memandang Anda dan saya! 

Saat kita menyadari bahwa orangtua kita sangat menyayangi kita, tentulah kita berterima kasih dan berusaha untuk membahagiakan mereka. Demikian pula dalam hubungan antara kita dan Allah. Kita adalah anak-anak kesayangan-Nya. Mengetahui bahwa Allah begitu mengasihi kita bukan berarti kita dapat berlaku kurang pantas dan hidup bebas dalam dosa. Sebagai wujud rasa syukur telah menjadi anak-anak kesayangan-Nya, hendaknya kita selalu hidup dalam kekudusan dan kasih, seperti yang dikehendaki-Nya. —LIN

KASIH DAN SUKACITA ALLAH ATAS KITA KIRANYA MEMOTIVASI KITA
UNTUK HIDUP MENYENANGKAN HATI-NYA

HATI YANG DIUBAHKAN

Baca Ezra 1:1-11
Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu … (Ezra 1:1)

September 1922 tentara Turki menguasai Smirna. Terjadi pembantaian keji atas ribuan orang. Kota dibakar. Para pelarian terdesak ke pantai. Maut siap mengintai. Asa Kent Jenning—seorang pria bersahaja yang sedang mendirikan pos pertolongan pertama bagi wanita hamil—segera bertindak. Dengan bantuan personil marinir Amerika, diaturnya evakuasi. Selama 7 hari mereka menyelamatkan seperempat juta jiwa dari penjagalan nyawa. Atas keberaniannya itu, Jenning berkata, “Saya merasa seperti tangan Tuhan berada di pundakku.” Tuhanlah yang menggerakkan hatinya. 

Setelah 70 tahun berada di pembuangan, umat Tuhan mendengar kabar yang tak pernah disangka. Penguasa baru dari kerajaan Persia, Koresh, mengijinkan mereka kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Suci yang telah runtuh. Aneh. Sukar dipercaya, tapi nyata. “TUHAN menggerakkan hati Koresh” (ay. 1). Dukungan dan bala bantuan mengalir. Mereka yang berangkat dalam peristiwa yang dikenal sebagai Keluaran Baru itu pun hatinya “digerakkan Allah” (ay. 5). 

Banyak perubahan dalam hidup ini bergantung pada hati manusia. Oleh karenanya tak jarang terasa mustahil. Kekerasan hati pasangan. Kenakalan anak. Kecanduan obat. Hubungan pribadi yang sudah rusak. Pemerintahan yang bobrok. Namun, bagi Tuhan tiada yang mustahil. Dia sanggup menggerakkan hati siapa pun untuk berubah atau memprakarsai suatu perubahan. Mengapa berhenti berharap pada-Nya? Jika hati telah dijamah-Nya, yang tak terbayangkan pun bisa terjadi. —PAD

SIAPA PUN PASTI AKAN BERUBAH JIKA TUHAN
TELAH MEMBUAT HATINYA TERJAMAH