YA'AHOWU !! SYALLOM.. Kata Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6) FAOMASI ZOAYA

LABEL

Pencarian

MARILAH KITA MENJADI BERKAT MELALUI INTERNET, KIRIMKAN TULISAN ANDA YANG MEMBANGKITKAN IMAN, MEMULIHKAN, MEMBAWA JIWA & PERTOBATAN KEPADA TUHAN.

Senin, 30 Oktober 2017

PERBUDAKAN ATAU PELAYANAN

Bacaan : 2 Korintus 11:1-33

"Apakah mereka pelayan Kristus?—aku berkata seperti orang gila—aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; menanggung pukulan di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut." (2 Korintus 11:23)

Gary Chapman dalam buku The Five Languages of Love for Teenagers menjelaskan perbedaan antara perbudakan dan pelayanan. Perbudakan berasal dari luar dan dilakukan dengan enggan. Berbeda dengan perbudakan, pelayanan berasal dari dalam diri seseorang dan dilakukan penuh dengan kasih. Jelas sekali perbedaan kedua hal ini. 

Paulus mengerti dengan benar statusnya dan tugasnya setelah Kristus memilihnya sebagai rasul. Ia melayani Tuhan sebagai rasul dan memenangkan banyak jiwa. Meskipun dalam pelayanan ia menghadapi banyak tantangan dan penderitaan–ditahan di penjara, menghadapi bahaya, karam kapal, penganiayaan, dan berbagai macam rintangan (ay. 23-29), ia tetap melayani Tuhan dengan penuh kasih. Paulus justru tetap memperhatikan jemaat, di saat ia menderita sebagai pelayan Tuhan (ay. 28-29). Tantangan dan penderitaan yang dihadapinya tidak membuatnya enggan melayani Tuhan dan melepaskan statusnya sebagai seorang rasul, pelayan Kristus. 

Banyak orang menyebut dirinya sebagai hamba Kristus. Namun, tidak sedikit yang memiliki mental seorang budak. Mereka melayani Tuhan dengan keterpaksaan dan keengganan. Hasilnya pun bisa ditebak. Pelayanannya hanya seadanya dan hasilnya tidak maksimal. Berbeda dengan seorang pelayan sejati yang melayani dengan penuh kasih apa pun tantangan yang dihadapi. Mereka tetap setia mendedikasikan hidupnya untuk melayani Tuhan seumur hidupnya. Lalu, mana yang kita pilih? Menjadi budak atau menjadi pelayan Tuhan? —SPP

PELAYANAN BERBEDA DENGAN PERBUDAKAN.
MELAYANI SAMA DENGAN MENGASIHI TANPA PAMRIH.

PEMENANG

Bacaan : Ulangan 2:26-37

"Lalu TUHAN berfirman kepadaku: Ketahuilah, Aku mulai menyerahkan Sihon dan negerinya kepadamu. Mulailah menduduki negerinya supaya menjadi milikmu.” (Ulangan 2:31)

Dalam sebuah perlombaan, seseorang dikatakan sebagai pemenang jika tim juri telah memutuskan hasil akhirnya. Namun yang dialami bangsa Israel ini berbeda. Mereka mendapatkan kemenangannya bukan pada akhir peperangan, tetapi pada saat firman Tuhan diucapkan. Tuhan berfirman akan mulai menyerahkan Sihon dan negerinya supaya menjadi milik bangsa Israel. Saat itulah Tuhan menyerahkan Sihon. 

Umumnya yang terjadi, kita merasa menang ketika mendengar pengakuan atas kemenangan kita. Tanpa sadar kehidupan kita terbentuk oleh kebiasaan dunia. Kita berbicara, berpikir dan bertingkah laku seperti apa yang diinginkan dunia. Seharusnya kita melakukan apa yang diperintahkan Tuhan berdasarkan kebenaran dan bukan yang diingini dunia. 

Ketika Tuhan telah berfirman, maka firman-Nya pasti digenapi. Ketika Tuhan berkata kita adalah umat pemenang, maka begitulah kenyataannya. Jadi apapun masalah yang menimpa kita tidak akan mengubah keputusan Tuhan bahwa kita adalah pemenang, kecuali jika kita tidak memercayainya. Hidup kita haruslah berani berbeda dari kebiasaan dunia. Kiranya kita bisa mengubah cara berpikir kita agar tidak melihat dulu baru percaya, tetapi percayalah dulu sebelum semuanya digenapi. Masa depan bersama Tuhan adalah yang terbaik. Jadi jangan berlaku seperti orang dunia yang baru percaya kalau sudah melihat. Tetapi percayalah sekarang juga, sebab sesungguhnya itu sudah terjadi! Kita sudah ditetapkan sebagai pemenang, maka janganlah berlaku seperti orang yang kalah. —JB

KITA SUDAH DITETAPKAN SEBAGAI PEMENANG,
MAKA JANGAN BERLAKU SEPERTI ORANG YANG KALAH

Kamis, 26 Oktober 2017

AKU BAHAGIA LHO

Bacaan : Habakuk 3:17-19

"Allah Tuhanku itu kekuatanku." (Habakuk 3:19)



Siang itu seorang pemulung dengan mendorong gerobaknya, menyelinap di tengah kemacetan jalan di antara banyaknya mobil yang berdesakan. Tanpa sengaja saya melihat tulisan di belakang gerobaknya, “Gini-gini, aku bahagia lho.” Hebat juga.

Nabi Habakuk menjelaskan bahwa bahagia dan sukacita tidaklah tergantung pada situasi yang kita hadapi. Sekalipun hasil pertanian mengecewakan, ia tetap bersorak-sorak di dalam Tuhan dan beria-ria di dalam Allah (ay. 17-18). Habakuk dapat bersukacita di tengah keadaan yang sulit, di tengah situasi yang tidak menguntungkan. Rahasianya, ia menjadikan Tuhan sebagai kekuatannya (ay. 19). Pemazmur mengatakan hal senada: bergembiralah karena Tuhan, bukan karena hal-hal lain (Mzm. 37:4).

Kalau selama ini kita berharap merasakan sukacita karena hal-hal lain di luar Tuhan seperti harta, jabatan, koneksi dengan pejabat tinggi, atau fasilitas duniawi, kita perlu belajar menggantungkan sukacita kita kepada Tuhan. Kita harus berprinsip bahwa di dalam Tuhan kita dapat merasakan sukacita walaupun keadaan serba sulit. Rasul Paulus dalam Filipi 4:4 berkata, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan.” Artinya, terus menerus bersukacita dalam segala keadaan.

Untuk merasakan sukacita, lingkungan kita tidak harus menyenangkan, tidak harus segala sesuatu berlangsung dengan baik dan aman. Tuhan mengajarkan kita untuk memiliki sukacita dan suasana hati yang baik walaupun keadaan sekitar kita buruk. —IN

KALAU TUHAN MENJADI KEKUATAN KITA, KITA AKAN DAPAT BERSUKACITA
SEKALIPUN DALAM KEADAAN SULIT.

MERENDAHKAN DIRI

Bacaan : Lukas 18:9-14

"Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14)


Seorang ibu kaya-raya mengaku menyesal pernah menolak dan memperlakukan menantunya dengan kasar. Menantunya itu semula pembantu rumah tangga sehingga sang ibu sangat keberatan ketika anaknya memohon izin untuk menikahinya. Penyesalan terjadi setelah belasan tahun berlalu dan ia merasakan kasih menantu itu. Setiap kali kesusahan menimpanya si menantu datang menemani, menghibur, dan mendukungnya. Menantu itu jugalah yang setia merawatnya kala ia sakit. 

Secara sosiologis masyarakat sering dikelompokkan ke dalam lapisan sosial secara bertingkat. Pengelompokan ini terjadi sebagai hasil kebiasaan yang disengaja atau tidak, dan dapat disebabkan oleh faktor kekayaan, kehormatan, kekuasaan, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain. Ada strata yang bersifat terbuka, memungkinkan orang naik dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, strata sosial cenderung membatasi ruang seseorang, terutama mereka yang berada di tingkat rendah. 

Pernahkah kita merasa lebih suci atau lebih rohani dari orang lain? Kristus tidak mengajari kita untuk membeda-bedakan sesama manusia sebagaimana dunia membentuk strata sosial. Sebaliknya, Kristus memerintahkan para murid agar menerima setiap orang sebagai saudara, mengampuni setiap orang yang bersalah, dan mengasihi sesama tanpa melihat latar belakang mereka. Alih-alih merasa diri paling benar atau suci, jauh lebih mulia jika kita menempatkan diri sebagai hamba yang menyediakan hati untuk selalu tunduk pada kehendak Bapa. —EBL

BARANGSIAPA MENINGGIKAN DIRI, IA AKAN DIRENDAHKAN;
BARANGSIAPA MERENDAHKAN DIRI, IA AKAN DITINGGIKAN.

Sabtu, 21 Oktober 2017

HIDUPKU KESAKSIANKU

(Bacaan : 1 Petrus 2:9-17)

"Milikilah cara hidup yang baik di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai pelaku kejahatan, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka." (1 Petrus 2:12)


Beranikah kita membuat survei untuk mencari tahu komentar orang terhadap cara hidup pengikut Kristus? Bisakah kita menduga hasil dari survei semacam itu? Kira-kira kita akan lebih banyak membaca pujian dan kekaguman ataukah cibiran dan cemoohan? Jangan-jangan kesimpulan kita adalah: justru orang-orang kristianilah yang kerap menghambat kemajuan pemberitaan Kabar Baik.

Dipindahkan dari gelap menuju kepada terang yang ajaib bukanlah akhir cerita dari umat Allah. Petrus memberikan kesaksian bahwa kita diselamatkan untuk memberitakan perbuatan Allah yang besar ini kepada semua orang (ayat 9). Diyakini bahwa bersaksi melalui perkataaan dan menjadi saksi melalui kehidupan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
 

Rasul Petrus mengingatkan umat Tuhan untuk memiliki cara hidup yang baik di tengah-tengah mereka yang belum percaya agar kehidupan mereka tidak dapat difitnah oleh siapa pun. Kehidupan yang murni bukan saja menjadi kewajaran umat Tuhan, melainkan juga akan menjadi kesaksian yang menarik bagi mereka yang belum mengenal Dia. Harus diakui bahwa salah satu penyebab orang tidak tertarik dengan Kabar Baik yang kita sampaikan adalah karena cara hidup kita yang buruk.

Mari kita mawas diri. Apakah cara hidup kita telah mampu bersuara tentang perubahan hidup yang kita miliki? Ataukah gaung Berita Baik itu tertindih oleh buruknya kelakuan kita sebagai umat Tuhan? Jangan-jangan, kita adalah salah satu penghambat perluasan Kerajaan Allah. Berdiam dirilah dan temukan cara hidup kita yang rasanya menjadi penghambat Berita Sukacita.—PBS

ACAP KALI, PENGHALANG TERBESAR KESAKSIAN ADALAH CARA HIDUP KITA

BUKAN SAINGAN

(Bacaan : Yohanes 1:35-42)

Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus. (Yohanes 1:37)


Ketika Yohanes tampil di padang gurun Yudea dan menyerukan pertobatan yang ditandai dengan baptisan, “datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan” (Mat. 3:5). Mereka menjadi pengikutnya. Kemudian muncullah Yesus dan mengajar di depan umum. Kehadiran mereka yang nyaris bersamaan membuat banyak orang mengira bahwa Yesus adalah saingan bagi Yohanes.

Namun tidak demikian. Yohanes menyebut dirinya sebagai ‘suara’ yang mempersiapkan kedatangan Tuhan (Yoh. 1:23). Ketika orang-orang menduga bahwa ialah sang Mesias, dengan tegas ia menyangkalnya. Ia hanya seorang perintis jalan bagi kedatangan Kristus (Luk. 1:76). Tidak heran, ketika Yohanes melihat Yesus, ia menjelaskan bahwa Dia inilah domba Allah yang menanggung dosa dunia melalui pengorbanan dan kematian-Nya (Yoh. 1:29). Yohanes pun merelakan murid-muridnya meninggalkannya agar mereka mengikut Yesus. Salah satunya adalah Andreas, yang kemudian menjadi rasul Kristus (ay. 40).

Sebagai orang percaya, kita diperintahkan untuk memberitakan karya keselamatan Kristus kepada semua bangsa. Ketika seseorang bertobat melalui pelayanan kita, terkadang ada godaan untuk menjadikan mereka sebagai murid kita. Ini tidak salah. Namun, yang terutama, mereka haruslah menjadi murid Kristus. Jika mereka perlu meninggalkan kita agar dapat mengikut Kristus dengan lebih baik, kita harus merelakannya. Karena kita bukanlah saingan Kristus, melainkan penunjuk jalan agar mereka datang kepada-Nya. —HT

SEBAGAI PENUNJUK JALAN, MESTINYA KITA BERSUKACITA
KETIKA MELIHAT ORANG-ORANG MENEMUKAN KRISTUS

ENAM JENIS LUKA

(Bacaan : Yesaya 53:1-12)

Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita. (Yesaya 53:5)



Ada enam jenis luka yang bisa dialami manusia. Luka tergesek, yakni luka sampai kulit terkelupas. Bisa disebabkan karena jatuh terjerembab, atau tergesek oleh permukaan kasar. Luka lebam, yakni luka yang terjadi karena pukulan keras. Luka tersayat, yakni luka yang disebabkan oleh pisau atau benda tajam lain. Luka sobek, adalah luka yang membuat bagian daging terkoyak. Luka tertembus, yakni luka karena daging tertembus suatu benda. Luka tusuk, yakni akibat ditusuk oleh benda runcing atau berduri. 

Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami beberapa di antaranya. Namun percayakah Anda, bahwa Yesus telah mengalami semua jenis luka ini di tubuh-Nya? Bahkan, bukan itu saja. Bukan hanya luka fisik yang harus Yesus tanggung, tetapi juga luka-luka secara rohani karena dosa seluruh umat manusia ditimpakan kepada-Nya (ay. 4,5). Dengan rela, Tuhan menggantikan posisi kita sebagai terhukum yang pantas diperlakukan tanpa kenal ampun—seperti domba yang dibawa ke pembantaian (ay. 7). 

Penderitaan tak tertahankan yang telah dinubuatkan oleh Yesaya ini, tergenapi saat Yesus menjalani sengsara hebat-Nya. Sejak penangkapan hingga wafat-Nya di kayu salib, segala hukuman maut itu ditanggung-Nya bagi seluruh umat yang Dia cintai. Sungguh, setiap jenis luka yang Dia tanggung, mendatangkan kebaikan bagi semua yang menyambut-Nya. Oleh setiap sayatan dan koyakan tubuh Yesus, pengampunan dianugerahkan. Oleh setiap tusukan dan luka tertembus di tubuh Yesus, penebusan dilaksanakan! —AW

OLEH SETIAP LUKA DI TUBUH-MU, YA TUHAN,
SALAH DAN CELAKU ENGKAU TIADAKAN

HASUTAN: ASAL BUKAN YESUS

Bacaan : Matius 27:15-26

Tetapi oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak bertekad untuk meminta supaya Barabas dibebaskan dan Yesus dihukum mati. (Matius 27:20)

Pilihan orang banyak tidak selalu mewakili kebenaran. Suara terbanyak, mayoritas, teriakan protes atau demo mengatas-namakan rakyat belum tentu menyuarakan kebenaran. Itu bisa diatur oleh pemain yang berada di belakang panggung. Sentimen pribadi, kedengkian, kebencian, dan dendam bisa menjadi kendali yang sebenarnya. Tak soal siapa yang diusung, yang penting hasil yang diinginkan ialah asal bukan si calon yang tak dikehendaki.

Memang mengejutkan manakala orang banyak disuruh memilih antara Yesus dan Barabas—seorang penjahat besar—ternyata pilihan untuk dibebaskan jatuh pada si penjahat. Rupanya memang persoalan bukan pada kualitas Barabas, melainkan ditentukan oleh skenario “Asal Bukan Yesus”. Di balik skenario itu berdiri para pembenci Yesus dengan motif dengki dan modus hasutan mereka yang efektif (ay. 18, 20). Tujuannya satu, membunuh si “Orang Benar itu” (ay. 19). Detik-detik menjelang penyaliban Yesus sejatinya adalah drama kotor pembunuhan kebenaran. 

Skenario pembunuhan kebenaran kita saksikan dalam keseharian hidup. Kita dibuatnya kaget, sedih, berang, geram, bahkan tak jarang kecewa berat. Namun penyaliban Yesus membuktikan, skenario Allah selalu unggul. Penyaliban-Nya justru melayani tujuan-Nya, yakni penyelamatan dunia. Siasat licik tak bakal berjaya terus. Percayalah, tiada yang sanggup membinasakan Sang Kebenaran. —PAD

KEGELAPAN TAK SANGGUP MENGUSIR TERANG
YANG TERJADI ADALAH SEBALIKNYA

Selasa, 10 Oktober 2017

TAK MUNGKIN DI BUNGKAM

(Bacaan : Markus 10:46-52)

Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: ”Anak Daud, kasihanilah aku!” (Markus 10:48)


Dunia ini tak pernah sepi dari teriakan orang-orang yang menderita. Baik yang kita dengar sendiri maupun yang beredar di media baik cetak maupun elektronik. Setiap hari selalu ada kabar bencana, kesakitan, kekerasan, dan tragedi silih berganti. Begitu seringnya terdengar, sehingga patut kita bertanya, “Masihkah ada yang sungguh-sungguh memerhatikan jeritan mereka?”

Perjalanan Yesus menyongsong penderitaan-Nya di Yerusalem menghadirkan jawaban atas pertanyaan di atas. Di tengah kerumunan orang kala itu, terdengar teriakan memelas Bartimeus. Kebanyakan orang terusik dan ingin membungkamnya saja (ay. 48). Namun percuma, teriakannya terus terdengar. Yesus berbeda dari mereka. Kendati Diri-Nya sendiri dibayangi penderitaan, teriakan si buta itu mendapat tempat di hati-Nya. Yesus berhenti, memanggilnya, dan berbuat sesuatu baginya (ay. 49-52). 

Betapa sering kita pun bertindak seolah hendak “membungkam” jeritan kaum sengsara. Entah dengan mengutuki penyebabnya tanpa berbuat sesuatu, dengan menebalkan telinga dalam ketidak-pedulian, atau pun menenggelamkan diri dalam kesibukan. Nihil. Tiada yang berubah. Yesus menawarkan jalan yang berbeda. Memerhatikan dan menolong walau hanya satu dari antara mereka—itu jauh lebih baik dan bermanfaat. Bersediakah kita memilih langkah seperti Dia? —PAD

LEBIH BAIK KITA MENYALAKAN SEBATANG LILIN DARIPADA MENGELUHKAN
DAN MENGUTUKI KEGELAPAN.—Eleanor

MAWAS DIRI

Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum. (Lukas 22:31)



Pepatah favorit saya pada waktu duduk di bangku Sekolah Dasar adalah "sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga." Saya sebut favorit karena selain mengajar saya untuk selalu mawas diri, tupai adalah musuh saya karena kegemarannya makan kelapa di kebun nenek saya. 

Mawas diri tentu saja bukan pelajaran khusus untuk anak sekolah dasar melainkan untuk semua usia. Di dunia ini dipastikan bahwa tidak ada manusia bahkan yang paling suci sekalipun yang kebal terhadap pencobaan. Seperti contoh Alkitab kali ini, Petrus. Ketika Yesus memperingatkan Petrus dengan lembut supaya dia berhati-hati, dia malah semakin percaya diri bahwa dirinya tidak akan jatuh "seperti murid-murid yang lain." Sungguh kalimat yang terlihat "menenangkan Yesus" dari seorang Petrus. Sejujurnya kalimat Petrus ini justru malah menyedihkan hati Kristus karena semangatnya yang mengandalkan kekuatan diri sendiri bukan pada kekuatan Allah. Hasilnya, Petrus benar-benar jatuh (ay. 50, 57, 58, 60). 

Alkitab berulang kali memperingatkan kita mengenai hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan di dalam hidup orang percaya, sekaligus memberikan pedoman bagaimana kita harus membawa diri. Kita diajar untuk lebih berhati-hati pada saat kita merasa kuat dan penuh kepercayaan pada diri sendiri, sebab justru pada saat-saat seperti inilah kita paling mudah jatuh. Hendaknya kita tidak mengabaikannya! Oleh karena itu, mawas dirilah senantiasa, kenali pola pencobaan dan hadapilah dengan kekuatan Allah. —NW

PERTOLONGAN ALLAH DATANG SEIRING DENGAN DATANGNYA PENCOBAAN
KARENA ALLAH TIDAK AKAN TINGGAL DIAM MELIHAT KEJATUHAN KITA

Selasa, 05 September 2017

GURU SEKALIGUS MURID

Ayub 1:1-22
Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:8)

Saat Hani (bukan nama sebenarnya) meninggal dunia setelah dua tahun menderita kanker, banyak sahabat mengomentari sikapnya yang tidak pernah mengeluh. Meskipun tahu kemungkinan sembuhnya kecil, ia tetap bersukacita dan bersemangat. Ia menguatkan suaminya dan kedua anak mereka yang masih kecil. Hani menjadi guru bagi suami dan kedua anaknya, sekaligus murid karena ia belajar dari penyakitnya. 

“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?” Itulah pertanyaan Tuhan kepada Iblis. Tuhan sangat menghargai Ayub karena ia saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (ay. 8). Tuhan menerima tantangan Iblis dengan mengizinkannya mencobai Ayub (ay. 12). Ayub harus menanggung kesusahan yang parah secara beruntun. Ayub tidak mengerti penyebab penderitaannya, tetapi ia menyatakan kepercayaannya yang teguh kepada Allah, yang berhak mengizinkan kenyamanan, kesulitan, maupun kebaikan di dalam hidupnya. Ia tetap memuji Tuhan meski kondisinya tidak mudah (ay. 21). 

Di dalam penderitaan, penting bagi kita merenungkan keinginan Tuhan, bukan keinginan kita. Jika keinginan kita bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan Dia mengizinkan kita mengalami kesulitan dan penderitaan hidup, tetaplah percaya bahwa Tuhan selalu merencanakan yang terbaik. Dia tidak mungkin mencelakakan dan membinasakan kita. Jika kita meresponsnya dengan sikap yang positif, kita akan tetap bersukacita dan bertumbuh dalam pengenalan akan Dia. —RTG

PENDERITAAN HIDUP DAPAT MENJADI AJANG PEMBELAJARAN
DAN PERTUMBUHAN KARAKTER

KESOMBONGAN MEMBAWA KEHANCURAN

Konon, berdirilah ayam jantan dengan keangkuhannya. Ia sangat membanggakan kegagahan dan keindahan bulunya. Maka lewatlah seekor itik manila (mentog) di depannya. 

Ayam Jago tertawa terbahak-bahak sambil berkata, “Ah, mentog-mentog…. Kamu itu binatang yang tidak tahu malu. Tinggal saja di kandang, tidak usah keluar. Lihat jalanmu yang lucu dan pelan dan pantatmu yang bergoyang-goyang. Cih… memalukan. Mentog diam saja mendengar ejekan si jago. Dengan perasaan sedih ia melanjutkan perjalanannya. 

Setibanya disuatu empang (kolam) yang dalam, ia terjun dan langsung berenang.

Si jago menjadi panas hatinya melihat sikap mentog yang acuh tak acuh kepadanya. Sebagaimana ia melihat mentog tadi terjun ke empang dan berenang, tanpa pikir panjang iapun ikut terjun ke empang (kolam), dan akhirnya si jago yang sok jagoan itu tenggelam

(Unknown)

Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan 
(Amsal 16:18).

MULAI DARI SATU JAM

Seorang anak bertanya pada ibunya, "Apakah kita bisa hidup tanpa berbuat salah selama hidup kita?"

Ibunya menjawab, "Tidak bisa, nak."

Sang anak bertanya lagi, "Apa kita bisa hidup tanpa berbuat salah dalam setahun?"

... Sambil tersenyum, ibunya menggelengkan kepala seraya berkata, "Tidak bisa juga, nak."
Anakpun bertanya kembali, "Apa kita bisa hidup dalam 1 bulan tanpa melakukan kesalahan?"

Ibunya tertawa sambil menjawab, "Tidak bisa juga, nak."

Anakpun bertanya lagi, "Ini yg terakhir, ibu. Apa kita bisa hidup tanpa berbuat salah dalam 1 jam?"

Akhirnya ibunya mengangguk dan berkata, "Kemungkinan bisa, nak."

Sang anak langsung berkata, "Jika begitu, aku akan belajar hidup benar dari jam ke jam."
Hiduplah 1 jam TANPA : marah, hati jahat, pikiran negatif, menjelekkan orang, serakah, benci, sombong, egois.

Hiduplah 1 jam DENGAN : kasih, sukacita, damai, sabar, lemah lembut, murah hati, rendah hati, pengendalian diri.
Ulangilah selama 1 jam berikutnya dan 1 jam seterusnya.
Dari latihan yg kecil dan sederhana, akan menjadi terbiasa. Apa yg sudah terbiasa, akan menjadi sifat. Sifat akan menjadi karakter.

Selamat mencoba
(NN)

HIDUP BERMANFAAT

Lukas 1:1-4

Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan saksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu. (Lukas 1:3)

Seorang hamba Tuhan bertanya kepada anak sulungnya, “Apakah kamu mau menjadi hamba Tuhan, Nak?” Anaknya menjawab, “Maaf, Pak, sepertinya saya tidak terpanggil untuk menjadi hamba Tuhan. Namun, saya ingin memberi donasi bagi anak-anak hamba Tuhan.” Anak itu menepati ucapannya dengan memberikan donasi pendidikan untuk beberapa anak hamba Tuhan yang dikenalnya. Melihat komitmen anaknya, sang ayah sangat bersyukur karena Tuhan telah memakai anaknya untuk menjadi berkat bagi sesamanya

Banyak orang mendefinisikan “hidup yang diberkati” hanya berdasarkan pencapaian dalam karier dan pelayanan atau dari kepemilikan materi yang berlimpah. Padahal, ada definisi yang lebih sederhana, yakni ketika hidup kita bermanfaat bagi sesama. Lukas menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain ketika ia menuliskan kisah kehidupan dan pelayanan Yesus, lalu menyampaikannya kepada Teofilus. Namanya mungkin tak banyak disebut seperti para rasul lain, tetapi tulisannya tak bisa dianggap remeh. Buktinya, kita, yang hidup ribuan tahun setelah zaman Yesus, masih mendapatkan manfaat dari tulisan Lukas. 

Betapa bahagianya ketika kesempatan hidup yang Tuhan berikan dapat kita maksimalkan untuk bermanfaat bagi sesama. Kita dapat memulainya lewat hal-hal sederhana yang dapat kita lakukan dengan konsisten setiap hari. Mintalah agar Tuhan memberkati dan memakainya supaya menjadi berkat bagi orang lain, bahkan menjadi kesaksian yang hidup agar nama Tuhan dimuliakan. —GHJ

KEHIDUPAN YANG BERMANFAAT BAGI SESAMA
DAPAT DIKENANG DALAM JANGKA WAKTU YANG LAMA

Kamis, 24 Agustus 2017

SENGSARA YANG MENUMBUHKAN


Baca : Ayub 36:1-33
Dengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga mereka. (Ayub 36:15)

Beberapa waktu lalu saya pernah berdoa kepada Tuhan agar bertumbuh dalam hal penguasaan diri. Tak lama setelah saya berdoa, masalah berdatangan. Laptop tiba-tiba rusak sehingga saya tak bisa bekerja, ada orang yang berbicara kasar dan menyakiti hati saya, saat membeli barang perlakuan penjaga toko menjengkelkan, dan beberapa kejadian lainnya. Ternyata, melalui kesulitan hidup, Tuhan menumbuhkan penguasaan diri saya.
Kesulitan, tekanan, pergumulan, kesulitan hidup, dan penderitaan dapat dipakai Tuhan untuk membentuk kita menjadi manusia yang lebih kuat. Kita diajar untuk menyadari kelemahan kita dan kekuasaan Tuhan. Ucapan Elihu sepertinya sulit kita mengerti (ay. 15), namun itulah yang terjadi. Tuhan memakai Ayub sebagai contoh bahwa melalui kesulitan hidup, Tuhan menyelamatkan dan akhirnya memulihkan Ayub. Tak perlu rendah diri kalau kita sudah melakukan hal-hal yang benar sesuai dengan firman Tuhan, tapi masih didera kesulitan hidup. Kita harusnya bersyukur bahwa kesulitan hidup yang terjadi membuat kita bertumbuh dan memiliki berbagai karakter Kristus. 

Allah itu besar dan berbagai rencana-Nya luar biasa. Kalau Tuhan menginginkan kita mengalami berbagai kesulitan seperti pengalaman Ayub, jangan bertanya mengapa, tapi bertanyalah bagaimana. Bagaimana cara saya mengatasi kesulitan ini? Bagaimana cara saya merespons tantangan yang terjadi? Saat kita merespons dengan positif, kita bisa berpikir positif dan bertindak positif. —RTG

KESULITAN HIDUP ADALAH SALAH SATU ALAT TUHAN
UNTUK MEMBENTUK HIDUP KITA

KERENDAHAN HATI

Baca : Filipi 2:1-8
Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. (Filipi 2:3)

Rasanya sulit menemukan kerendahan hati. Sikap egosentris, didukung oleh perkembangan teknologi, semakin memudahkan orang untuk menyombongkan diri. Melalui media sosial, misalnya. Ada orang yang sengaja mengunggah foto, video, atau status tertentu hanya untuk mencari pujian dan komentar. 

Firman Allah menekankan pentingnya kerendahan hati. Kita diajar untuk menyadari bahwa untuk menjadi berguna dan berbuah kita harus mengandalkan Tuhan. Setiap umat diajak untuk meneladani Kristus yang mengosongkan diri, melepaskan identitas dan hak istimewa-Nya. 

Melihat ancaman yang berpotensi mengoyak kesatuan jemaat Filipi, Rasul Paulus memberikan nasihat tentang kerendahan hati. Dalam terjemahan Bahasa Indonesia yang disederhanakan bunyinya, “Janganlah berbuat sesuatu hanya untuk menyenangkan diri sendiri, atau supaya orang lain menganggap kalian hebat. Sebaliknya, kalian harus bersikap rendah hati satu sama lain dan selalu menganggap orang lain lebih baik daripada kalian sendiri.” Di dalam Kristus sikap egosentris tidak mendapat tempat. Sebaliknya, umat harus rela saling menasihati, saling menghibur, bersekutu dalam Roh, mengobarkan kasih, dan menempatkan orang lain di atas diri sendiri. 

Kerendahan hati itu seperti pohon yang merunduk karena sarat dengan buah yang masak. Buah itu adalah kebijaksanaan, pengetahuan, dan pemahaman yang mendalam. Sebaliknya, pohon yang tak berbuah, kering, dan meranggas mengangkat dirinya tinggi-tinggi dengan omong kosong dan kesombongan. —EBL

KESOMBONGAN MEMECAH-BELAH, KERENDAHAN HATI MEMPERSATUKAN

MENUNDA MEMETIK

Baca : Imamat 19:23-25
Apabila kamu sudah masuk ke negeri itu dan menanam bermacam-macam pohon buah-buahan, janganlah kamu memetik buahnya selama tiga tahun dan jangan memakannya. (Imamat 19:23)

Keluarga kami sederhana, ayah bekerja sebagai pegawai kecil sebuah toko. Sejak kelas 2 SD, saya sudah belajar menabung dengan menyisishkan uang jajan. Saat lulus SD, ayah berjanji kelak saya kuliah di universitas. Karena itulah kami sepakat sama-sama menabung untuk persiapan uang kuliah. Berat rasanya saat melihat teman jajan sepuasnya atau main di persewaan Play Station (PS). Namun, enam tahun kemudian, saya memetik hasilnya. Berkat uang tabungan itu, saya bisa kuliah. 

Kepada bangsa Israel, Tuhan memerintahkan, saat mereka berada di Kanaan, mereka tidak memetik dan memakan buah pohon selama tiga tahun pertama (ay. 23). Pada tahun keempat, segala buahnya dipersembahkan bagi Tuhan (ay. 24). Barulah pada tahun kelima mereka boleh menikmati buahnya. Buah yang muncul pada tiga tahun pertama biasanya dipetik dini dan dibuang karena dapat menghambat pertumbuhan pohon. Mulai tahun keempat, barulah pohon mencapai taraf kedewasaan yang memadai dan siap menghasilkan buah-buah terbaik. Tuhan mengajar mereka untuk menunggu dan bersabar sebelum menikmati hasil yang terbaik. 

Menunda hasil yang kecil demi mendapatkan hasil yang terbaik melatih kita bersabar dan mampu menahan diri dari godaan. Kita menolak kesenangan-kesenangan kecil yang berpotensi merusak hasil akhir yang kita harapkan. Kalau kita sabar mengelola hal-hal yang kecil dengan tujuan hal itu berkembang semakin besar, pada waktu yang tepat pasti kita menuai yang terbaik. —RT

MENUNDA MENIKMATI HASIL YANG KECIL MEMBUKA JALAN BAGI KITA
UNTUK MENUAI HASIL YANG TERBAIK

Kamis, 17 Agustus 2017

DIRGAHAYU HUT REPUBLIK INDONESIA KE-72




Dengan Semangat Kemerdekaan, mari kita membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta ini dengan semangat KERJA BERSAMA.

Dengan kebersamaan, kita memperkokoh Bhineka Tunggal Ika, berdasar Pancasila dan UUD 1945 tanpa membeda-bedakan suku, bahasa, agama dan daerah. 

BERSATU KITA TEGUH BERCERAI KITA RUNTUH !!

NKRI HARGA MATI !!!

SUAM-SUAM ROHANI

Baca Wahyu 3:14-22
Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. (Wahyu 3:16)

Firman Tuhan kepada jemaat di Laodikia mengingatkan kondisi rohani mereka yang tidak dingin dan tidak panas (ay. 15). Keadaan suam-suam kuku itu seperti makanan yang menjadi basi, dan Tuhan akan memuntahkan mereka dari mulut-Nya (ay. 16), artinya mereka tidak dapat menyatu dengan Tuhan. 

Jemaat di Laodikia merasa hidup mereka sudah cukup dengan kekayaan yang berhasil mereka kumpulkan, namun di mata Tuhan, mereka miskin dan buta rohani (ay. 17). Tuhan menasihatkan agar mereka membeli emas murni, iman sejati dari Tuhan; dan pakaian putih yaitu kekudusan yang dianugerahkan Tuhan; serta minyak untuk melumas mata mereka agar celik dalam melihat kebenaran (ay. 18). Itulah kekayaan rohani yang dibutuhkan oleh setiap orang Kristen. 

Berbahagialah jika Tuhan menegur kita yang dalam kondisi suam-suam rohani, karena Dia mengasihi, dan mau agar kita hidup baru dalam pertobatan (ay. 19). Tuhan seringkali mengetuk pintu hati kita agar selalu mendengar firman-Nya, dan membuka pintu hati serta mengundang Tuhan untuk masuk di hati kita (ay. 20), sehingga kita di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita, artinya kita menyatu dengan Tuhan. 

Iman dan kesucian adalah anugerah Tuhan, yang perlu kita jaga, agar tidak menjadi suam-suam kuku sehingga kita dimuntahkan oleh Tuhan. Panaskan iman kita dengan sering bersekutu bersama saudara seiman, yang membuat kerohanian kita selalu menyala. Juga iman perlu didinginkan dengan bersaat teduh di hadapan Tuhan, berdoa dan merenungkan firman Tuhan; sehingga hati kita dingin merespons keinginan daging dan berbagai cobaan. —JAP

PELIHARALAH IMAN AGAR TIDAK MENJADI SUAM-SUAM.
IMAN YANG TERPELIHARA DAPAT BERTAHAN SELAMANYA.

DIA BERSUKACITA

Baca Zefanya 3:9-20
[Tuhan] bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai. (Zefanya 3:17)

Seorang ibu menggendong sambil menyuapi anaknya yang masih bayi. Tiba-tiba tangan si anak menyenggol piring makanan hingga tumpah mengotori lantai. Belum selesai si ibu membersihkan tumpahan makanan, si anak mengompol membasahi baju ibunya. Banyak faktor yang dapat membuat si ibu merasa kesal, tetapi ia terus merawat anaknya dengan penuh kasih sayang. Bagi si ibu, anaknya adalah kebahagiaannya. 

Menurut Anda, bagaimana Allah memandang kita, anak-anak-Nya? Apakah setiap saat Dia memandang kita dengan perasaan marah, benci, dan kecewa oleh sebab dosa yang tiada henti-hentinya terjadi di dunia ini? Memang Allah sangat membenci dosa, tetapi Dia selalu mengasihi kita. “Ia bergirang karena engkau dengan sukacita… Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai” (ay. 17). Sungguh merupakan suatu kenyataan indah, tetapi sulit untuk dipahami bahwa Allah yang Mahakuasa bergirang atas kita. Bayangkan Dia tersenyum setiap kali memandang Anda dan saya! 

Saat kita menyadari bahwa orangtua kita sangat menyayangi kita, tentulah kita berterima kasih dan berusaha untuk membahagiakan mereka. Demikian pula dalam hubungan antara kita dan Allah. Kita adalah anak-anak kesayangan-Nya. Mengetahui bahwa Allah begitu mengasihi kita bukan berarti kita dapat berlaku kurang pantas dan hidup bebas dalam dosa. Sebagai wujud rasa syukur telah menjadi anak-anak kesayangan-Nya, hendaknya kita selalu hidup dalam kekudusan dan kasih, seperti yang dikehendaki-Nya. —LIN

KASIH DAN SUKACITA ALLAH ATAS KITA KIRANYA MEMOTIVASI KITA
UNTUK HIDUP MENYENANGKAN HATI-NYA

HATI YANG DIUBAHKAN

Baca Ezra 1:1-11
Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu … (Ezra 1:1)

September 1922 tentara Turki menguasai Smirna. Terjadi pembantaian keji atas ribuan orang. Kota dibakar. Para pelarian terdesak ke pantai. Maut siap mengintai. Asa Kent Jenning—seorang pria bersahaja yang sedang mendirikan pos pertolongan pertama bagi wanita hamil—segera bertindak. Dengan bantuan personil marinir Amerika, diaturnya evakuasi. Selama 7 hari mereka menyelamatkan seperempat juta jiwa dari penjagalan nyawa. Atas keberaniannya itu, Jenning berkata, “Saya merasa seperti tangan Tuhan berada di pundakku.” Tuhanlah yang menggerakkan hatinya. 

Setelah 70 tahun berada di pembuangan, umat Tuhan mendengar kabar yang tak pernah disangka. Penguasa baru dari kerajaan Persia, Koresh, mengijinkan mereka kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Bait Suci yang telah runtuh. Aneh. Sukar dipercaya, tapi nyata. “TUHAN menggerakkan hati Koresh” (ay. 1). Dukungan dan bala bantuan mengalir. Mereka yang berangkat dalam peristiwa yang dikenal sebagai Keluaran Baru itu pun hatinya “digerakkan Allah” (ay. 5). 

Banyak perubahan dalam hidup ini bergantung pada hati manusia. Oleh karenanya tak jarang terasa mustahil. Kekerasan hati pasangan. Kenakalan anak. Kecanduan obat. Hubungan pribadi yang sudah rusak. Pemerintahan yang bobrok. Namun, bagi Tuhan tiada yang mustahil. Dia sanggup menggerakkan hati siapa pun untuk berubah atau memprakarsai suatu perubahan. Mengapa berhenti berharap pada-Nya? Jika hati telah dijamah-Nya, yang tak terbayangkan pun bisa terjadi. —PAD

SIAPA PUN PASTI AKAN BERUBAH JIKA TUHAN
TELAH MEMBUAT HATINYA TERJAMAH

Minggu, 23 Juli 2017

Perbedaan MELAYANI TUHAN dan MELAYANI PEKERJAAN TUHAN

Shaloom saudara-saudara yang dikasihi Tuhan..

Kali ini saya ingin kita sama-sama belajar tentang Perbedaan yang mendasar antara MELAYANI TUHAN dan MELAYANI PEKERJAAN TUHAN.
Banyak dari orang Kristen selama ini salah kaprah dalam melayani Tuhan.
Banyak dari mereka mengira dengan melayani pekerjaan Tuhan, mereka sudah melayani Tuhan. Padahal sebenarnya ada perbedaan yang medasar antara melayani Tuhan dan melayani pekerjaan Tuhan. Mari kita belajar bersama tentang perbedaan tersebut dan semoga setelah ini saudara dapat mengerti betul akan perbedaan tersebut dan mau belajar untuk mulai melayani Tuhan terlebih dahulu.

Dalam Matius 7:21-23 berkata:
21. Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.     
 
22. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?         
23. Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”

Saya sangat concern sekali dengan ayat diatas ini, karena pada awalnya saya sering bertanya kepada Tuhan apa arti dari ayat ini?? Mengapa orang-orang yang sudah melakukan pekerjaan Tuhan seperti bernubuat, mengusir setan, dan mengadakan banyak mujizat dalam nama Tuhan akan tetapi dalam ayat selanjutnya Tuhan mengatakan "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”


Lalu.. apa maksudnya dari ayat diatas??
Sebelumnya saya ingin bercerita kalau saya suka membaca biografi dari orang-orang yang besar dan sukses. Belakangan ini ada buku dari CEO Trans Company yg bercerita tentang kisah hidupnya dari bawah yang belum punya apa-apa sehingga saat ini sudah memegang banyak Perusahaan besar berskala nasional.
Lalu apa hubungannya dengan hal ini??


Disini saya mau menjelaskan bahwa disaat saya selesai membaca buku biografi dari orang tersebut, saya menjadi banyak tahu mengenai orang tersebut. Saya tau beliau berasal darimana, saya tau usaha apa yg pertama kali beliau jalankan, saya tau bagaimana beliau bangkit dari keterpurukkan, dll. Setelah membaca buku itu banyak hal yang membuat saya menjadi mengenal sosok beliau tersebut.


Akan tetapi beliau tidak mengenal saya, dan sayapun tidak mengenal beliau secara pribadi karena memang saya tidak pernah bertemu atau berkenalan dengan beliau.

Ini sama halnya dengan disaat kita membaca Firman akan tetapi kita tidak bersekutu dengan DIA (dengan menyembah-Nya, dengan berdoa, mendengarkan-Nya, melakukan kehendak_Nya, taat dan berbicara dengan_Nya).

Sangat baik disaat kita membaca Firman karena dapat membuat kita jadi semakin mengenal DIA, akan tetapi terlebih dari itu kita harus bisa mengenal DIA secara pribadi supaya DIA juga mengenal kita, bagaimana karakter kita, bagaimana kehidupan kita, juga setiap persoalan-persoalan kita.
Dengan begitu kita dan Tuhan dapat mengenal satu sama lain, DIA mengenal kita dan kitapun semakin mengenal akan DIA.
Mungkin ada timbul pertanyaan.. Bukankah seharusnya Tuhan sudah mengenal kita bahkan sejak kita ada di rahim orang tua kita??
Yupp, jawabannya betull.
Akan tetapi yang saya maksudkan disini adalah mengenal DIA sebagai Juruselamat Pribadi anda yang seutuhnya.


Begitu juga seperti jika saya mempunyai hubungan baik dengan CEO Trans tersebut, saya dapat mengenal beliau jauh melebihi apa yg sudah saya baca tentang beliau dalam bukunya.
Disaat kita mempunyai personal relationship dengan Tuhan, maka kita kan mengetahui betul akan sifat-sifat-Nya Tuhan jauh melebihi dari apa yang dapat kita baca dari Alkitab.
Banyak hal yang Tuhan akan bukakan rahasia-rahasia yang selama ini tersembunyi, banyak hal yang akan diberikan ke kita sebagai anak_Nya yang dikasihi, DIA akan buka selubung" kita sehingga kita semakin mengerti mana yang baik, berkenan dan sempurna.

Melanjuti dari maksud ayat diatas..


Sebelum kita lebih jauh melayani pekerjaan Tuhan (usher di ibadah gereja atau persekutuan, singer, WL, pemusik, audio, multimedia, khotbah di gereja ataupun melayani dalam komsel, dll)


Ada baiknya kita terlebih dahulu dapat melayani Tuhan secara pribadi (Menyembah-Nya secara pribadi, berdoa sendiri, merenungkan Firman-Nya, bicara dengan DIA, mendengarkan-Nya serta taat terhadap perintah-Nya)

Banyak orang kristen yang salah kaprah akan hal ini, banyak dari mereka yang berpikir jika sudah melayani di gereja ataupun melayani di persekutuan" jemaat itu menandakan mereka sudah melayani Tuhan.

Tepatnya mereka hanya baru melayani pekerjaan Tuhan akan tetapi belum melayani Tuhan secara pribadi.

Dan sering saya jumpai orang kristen yang melayani pekerjaan Tuhan sejujurnya bukan untuk Tuhan akan tetapi untuk dilihat oleh orang lain, untuk menunjukkan kekudusannya dibanding yang lain, untuk dapat diterima dalam satu komunitas dan lain sebagainya.

Maka dari itu tidak heran seringkali kita jumpai anak-anak Tuhan yang sudah terlibat dalam pelayanan sekian lama tetapi sifatnya masih tidak berubah (masih melawan orang tua, dalam bisnis masih suka tipu sana sini, korupsi, masih terjebak dalam free seks, narkoba, dan lain sebagainya) tetap tidak menghasilkan buah, tidak dapat menjadi terang dalam keluarga, dalam lingkungannya, atau yang menyedihkan malah menjadi batu sandungan bagi orang sekitarnya. 


Hal-hal seperti itulah yang melandaskan ayat-ayat diatas.

Disaat saudara dapat mengenal Tuhan secara pribadi dan mulai untuk menundukkan diri saudara dihadapan-Nya serta taat atas perintah-Nya, itu yang membuat Tuhan berkenan atas saudara.


Terus berjuang dalam setiap proses kehidupan dan selalu setia dengan-Nya.
Seorang Pastor dari Redding California Ps. Bill Johnson mengatakan dalam salah satu quotenya:
"Katakan apa yang DIA katakan dan lakukan apa yang DIA lakukan"


Setelah membaca artikel ini, saya sangat berharap saudara dapat mulai membuka hati saudara dan mulai hidup lebih intim lagi dengan Tuhan dan mempunyai personal Relationship yang kuat dengan Tuhan Yesus sehingga APAPUN yang DIA minta saudara lakukan, maka dengan senang hati saudara dapat melakukannya.


Tuhan Yesus Memberkati.


By. Rudolf Markus

Selasa, 04 Juli 2017

3 Sikap Hidup Orang Kristen di Akhir Zaman



“Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa” (1 Petrus 4:7)


Hari-hari ini Kekristenan selalu menjadi sorotan dimana- mana. Ada yang mendapat sorotan yang baik ada pula yang mendapat sorotan yang kurang baik. Alkitab menuliskan kehidupan Kita bagaikan surat terbuka yang dapat dibaca semua orang, karna itu tiap orang percaya sepatutnya selalu mengawasi kehidupannya agar tidak menjadi batu sandungan sebaliknya harus menjadi berkat.


Di akhir zaman ini, Petrus menuliskan bahwa setidaknya 3 sikap ini sepatutnya dimiliki oleh tiap orang percaya: 


1. Mampu menguasai diri.
Hari-hari akhir ini ada banyak hal, ada banyak kejadian yang dapat memancing kita untuk berbuat dosa.

Banyak orang mudah untuk marah, mudah terpancing melakukan hal-hal yang jahat bahkan tidak jarang ada orang yang rela untuk membunuh ataupun mengakhiri hidupnya dengan mudahnya tanpa berpikiran panjang. Jika kita mau selidiki, mengapa semua itu bisa terjadi? . Maka mungkin salah satu jawaban yang bisa temukan adalah karna satu perkara yaitu “tidak mampu menguasai diri”.


2. Jadilah Tenang
Tenang adalah kebutuhan semua orang. Tanpa ketenangan orang tidak akan mampu menjalani hidup ini dengan baik, sebaliknya ketika kita mampu untuk tenang maka kita dimampukan untuk menghadapi segala sesuatu dengan baik.

Alkitab sendiri mengatakan dalam Yesaya 30:15b “...dalam Tinggal TENANG dan percaya terletak kekuatanmu”, hal ini berarti bahwa ketika kita belajar untuk tenang maka ada kekuatan yang kita peroleh dari Tuhan untuk menghadapi setiap tantangan, persoalan hidup yang terjadi dalam hidup ini tentunya bersama dengan Tuhan. Sama seperti Daud yang mengatakan bahwa “hanya dekat Allah saja aku tenang” (Maz. 62:1).


3. Suka berdoa. 
Doa itu bukanlah perkara yang mudah, sebab sejatinya doa itu adalah bagaimana kita membangun hubungan dengan Tuhan. Karna itu jangan pernah berpikir bahwa berdoa itu hanya sebatas susunan kata-kata saja. 


Oleh sebab itu diakhir zaman ini, hal yang tidak kalah penting untuk selalu dibangun adalah bagaimana kita membangun hubungan yang intim dengan Tuhan setiap waktu, sebab kita tidak tahu kapan akhir zaman itu akan tiba, namun jika kita ada di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita maka akhir zaman itu seharusnya tidak menjadi hal yang menakutkan bagi mereka yang selalu berjaga-jaga dalam menjalani kehidupan ini.

3 Roh ini Bekerja di Akhir Zaman



Tahukah anda bahwa hidup di ahkir zaman sungguh merupakan sebuah peperangan rohani yang besar? Iblis tahu bahwa waktunya sudah semakin dekat sehingga pasti mereka tidak akan tinggal diam. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin menjatuhkan setiap orang percaya.

Perlengkapan Senjata Allah

Alkitab dengan jelas memberitahukan kita untuk kita selalu menggunakan semua perlengkapan senjata Allah (Efesus 6). Jika anda teliti membacanya akan menemukan beberapa hal yang penting untuk diketahui seperti berikut

Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, ~Ef 6:10-18

Alkitab dengan jelas memberitahu bahwa kita harus kuat dalam Dia dan kuasaNya, bukan kekuatan kita! Sebelum masuk dalam peperangan rohani, kita perlu kuat dulu. Ayat di atas juga memberikan 2 kategori perlengkapan senjata Allah, yaitu senjata untuk bertahan dan senjata untuk mengadakan perlawanan. Senjata untuk bertahan kita gunakan karena Iblis selalu menyerang kita kapan pun ia tahu kita membuka celah. Pedang Roh atau Firman merupakan senjata untuk kita mengadakan perlawanan, seperti saat Yesus dicobai di padang gurun. Namun, yang tidak kalah penting ialah anda harus tahu siapa musuh anda. Ayat di atas memberikan keterangan yang sangat jelas mengenai musuh kita, yaitu tipu muslihat iblis. Musuh kita bukan iblis lagi, karena ia telah dikalahkan oleh kematian Tuhan Yesus. Strateginya sekarang ialah menggunakan tipu daya.

Berikut adalah 3 roh yang bekerja di akhir zaman lewat tipu muslihatnya