YA'AHOWU !! SYALLOM.. Kata Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6) FAOMASI ZOAYA

LABEL

Pencarian

MARILAH KITA MENJADI BERKAT MELALUI INTERNET, KIRIMKAN TULISAN ANDA YANG MEMBANGKITKAN IMAN, MEMULIHKAN, MEMBAWA JIWA & PERTOBATAN KEPADA TUHAN.

Senin, 21 September 2015

SEJARAH PEKABARAN INJIL DI NIAS (BNKP)


I.      Pendahuluan
 
Sebelum Tuhan Yesus kembali ke sorga, Ia telah berpesan kepada murid-muridnya dan kepada semua orang percaya di segala zaman dan di segala tempat mengatakan :

“KARENA ITU PERGILAH, JADIKANLAH SEMUA BANGSA MURIDKU DAN BAPTISLAH MEREKA DALAM NAMA BAPA DAN ANAK DAN ROH KUDUDS, DAN AJARLAH MEREKA MELAKUKAN SEGALA SESUATU YANG TELAH KUPERINTAHKAN KEPADAMU. DAN KETAHUILAH, AKU MENYERTAI KAMU SENANTIASA SAMPAI KEPADA AKHIR ZAMAN.” (Matius 28:19-20)

Setelah Tuhan Yesus naik ke sorga, kira-kira tahun 50 injil menyebar di Asia Kecil yang dibawa oleh para Rasul, terutama dalam hal ini Rasul Paulus. Lama kelamaan Injil sampai ke Eropa dan berkembang ke seluruh negara-negara di Eropa.Pada tahun 1700, Orang Jerman melalui Badan Pekabaran Injilnya mengutus pekabar injilnya ke Asia terutama Indonesia, sehingga pada tahun 1836 Pekabar Injil dari Jerman tiba di Pulau Kalimantan. Tetapi karena Injil kurang diterima oleh penduduk setempat, maka para Pekabar Injil disiksa dan ada 9 orang yang tewas dibunuh. Pada tahun 1859 ada 2 orang yang masih hidup dan melarikan diri ke Pulau Jawa dan kemudian tiba di Padang pada tahun itu juga. Salah seorang dari mereka ialah Pdt. L.E. DENNINGER. Beliau terpaksa tinggal di Padang karena penyakit istrinya dan yang lainnya meneruskan perjalanan ke Sipirok (Tanah Batak).

Di Padang ERNST LUDWIG DENNINGER bertemu dengan orang-orang suku Nias (sekitar 3000 orang), kebanyakan bekerja sebagai buruh, yang berbeda bahasa, budaya dan adat istiadatnya. Ia tertarik lalu mulai belajar bahasa dan cara hidup mereka. Ia senang bergaul serta menjalin hubungan dengan para buruh – pekerja dari Nias tersebut. Dulu sebelum ia diutus ke Borneo, ia bekerja sebagai tukang sapu cerobong asap rumah-rumah di Berlin.

Mula-mula ERNST LUDWIG DENNINGER bermaksud membentuk satu jemaat bagi orang-orang Nias di Padang, namun ia menyadari bahwa mereka hanya perantauan yang sering berpindah-pindah, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk datang langsung ke Pulau Nias. Dengan mudah ia mendapat persetujuan dari RMG dan Pemerintah Hindia Belanda, sebab sebelumnya sudah ada permintaan pemerintah kepada RMG agar diutus Pendeta Penginjil ke Pulau Nias. Alasannya, karena orang-orang di Nias terkenal jahat, suka memberontak dan mengayau kepala orang.

Setelah istrinya sembuh dan sudah bisa berbahasa Nias, maka dia bertekad pergi mengabarkan injil di Nias. Maka pada awal September 1865 mereka, bersama dengan keluarganya pergi ke Nias dengan menumpang perahu layar dari Pelabuhan Teluk Bayur menuju Gunung Sitoli.


Dengan pertolongan Tuhan mereka tiba di Gunung Sitoli pada hari tanggal Rabu 27 September 1865 jam 09.00. Tanggal, bulan, dan tahun inilah yang ditetapkan oleh BNKP sebagai permulaan Injil di Nias.

Memang ada informasi lain, bahwa Pekabaran Injil di Nias telah dimulai pada tahun 1822/1823 oleh dua orang pastor dari Gereja Roma Katolik, yang diutus oleh Mission Estrangers de Paris yaitu Pastor Pere Wallon dan Pastor Pele Barart, tetapi ternyata pekerjaan mereka tidak berhasil. Setelah mereka tiga hari tinggal di Lasara–Gunung Sitoli, seorang diantaranya meninggal dunia, demikian pula yang lainnya juga meninggal dunia tiga bulan kemudian. Sebab itu Pendeta–Evangelis ERNST LUDWIG DENNINGER–lah yang diakui dan diterima sebagai Rasul Pertama di tengah-tengah Suku Nias.

Hasil pelayanan ERNST LUDWIG DENNINGER mengabarkan Injil di Nias sudah dapat dilihat dan dirasakan sekarang ini. Dengan tekun ia telah melakukan tugas pengutusannya, sampai ia meninggal dunia pada tahun 1876 karena suatu penyakit dan dimakamkan di Batavia (Kota Jakarta sekarang).

II.    Periode Pertama (1865-1890)

Setelah Ludwig Ernst Denninger beserta keluarga tiba di Gunung Sitoli, mereka menyewa sebuah rumah di kota Gunung Sitoli. Ia mengetahui bahwa tembakau sangat penting dalam kehidupan adat dan hidup sehari-hari orang Nias, sambil mengabarkan injil, L E Denninger tetap membawa tembakau untuk disuguhkan kepada tuan rumah dan dirumah pribadinya baik untuk keperluan makan sirih maupun untuk rokok.

Saat orang berkumpul di rumah ,  dipergunakan oleh Denninger untuk mengajar mereka dengan nyanyian, hukum taurat, dan ayat-ayat Firman Tuhan.

Seiring dengan Pekabaran Injil, maka Tuan Denninger berpikir bahwa penting dibuka sekolah di Nias untuk belajar membaca dan menulis. Untuk itu maka pada tahun 1866 Tuan Denninger mengumpulkan pemuda di rumahnya dan mulai mengajar mereka menulis dan membaca. Inilah permulaan sekolah di Pulau Nias.

Selain itu Denninger juga telah berhasil menterjemahkan Injil Yohanes dan Injil Lukas ke dalam Bahasa Nias.
Pada tahun 1873, utusan yang kedua dari Rheinische Missions Gessellschaft (RMG) yang bernama Pdt. J.W. Thomas tiba di Nias dan ditempatkan di Ombõlata. Kemudian pada tahun itu juga utusan yang ketiga yaitu Pdt. Kramer tiba di Nias dan tinggal di Gunung Sitoli.

Walaupun sangat sulit mengabarkan Injil di sekitar Gunung Sitoli yang disebabkan oleh begitu kuatnya pengaruh adat dan agama suku, tetapi akhirnya  pada tahun 1874, pada saat Kebaktian Minggu Paskah, Salaŵa Hilina’a YAŴADUHA beserta pengikutnya berjumlah 24 orang yang berasal dari Onozitoli dan Hilina’a dibaptis. Inilah Baptisan yang pertama di Pulau Nias. Kemudian pada tahun 1875 dibaptis 6 orang penduduk Ombõlata oleh Pdt. J.W. Thomas. Pada tahun ini (1875) Pdt. L.E. Denninger meninggalkan Nias pergi ke Batavia untuk berobat karena penyakit yang dideritanya dan satu tahun kemudian meninggal dunia.

Pada tahun 1876 dibaptis 32 orang percaya di Faechu. Dan pada tahun 1876 berdiri gedung Gereja BNKP yang pertama di Ombõlata. Dan pada tahun 1886 gedung Gereja BNKP didirikan di Faechu.

Pada tahun 1876, Dr. W.H. Sundermann tiba di Gunung Sitoli dan tinggal bersama Pdt. Kramer di Gunung Sitoli. Dan pada tahun 1876 membuka Pos P.I. di Dahana. Walaupun pada mulanya gagal tetapi dialihkan dengan membuka sekolah guru di sana. Inilah sekolah guru yang pertama di Nias.

Tahun 1881, Pdt. J.A. Fehr dari Jerman tiba di Nias dan ditempatkan di Ombõlata menggantikan Pdt. J.W. Thomas yang membuka Pos P.I. di Sa’ua. dan usaha yang pertama ini gagal.

Selama 25 tahun Pekabaran Injil di Nias, baru 3 Pos Pekabaran Injil yang berhasil didirikan di sekitar Gunung Sitoli ya’itu di Gunung Sitoli, Dahana, dan Ombõlata. Dan baru 699 orang yang percaya dan menerima Kristus ya’itu 148 orang di Gunung Sitoli, 203 orang di Dahana, dan 348 orang di Ombõlata.

Keterlambatan kemajuan Pekabaran Injil di Nias selama 25 tahun pertama adalah disebabkan karena :
1.   Keamanan di seluruh Pulau Nias tidak terjamin, pengayauan masih banyak, dan perlawanan penduduk bagian selatan Nias belum terpatahkan.
2.   Hubungan antar kampung sangat sulit
3.   Pengaruh agama suku masih sangat kuat.
4.    
III.   Periode  Kedua (1890-1914)

3.1. Perkembangan Pekabaran Injil di Bagian Barat Pulau Nias

Mulai tahun 1890 Pekabaran Injil mulai menyebar ke seluruh Pulau Nias termasuk Pulau-pulau Batu, karena pada tahun ini juga penginjil dari Zending Lutheran Negeri Belanda tiba di Pulau Tello dan mengabarkan Injil di seluruh Pulau-pulau Batu.
Tahun 1892,
Pdt. H. Lageman dan Pdt. A.Lett tiba di Tugala Sirombu dan membuka Pos P.I. di sana
Tahun 1893,
Pdt. H. Lageman membuka Pos P.I. di Lahagu
Tahun 1896,
Pdt. Dr. W.H. Sundermann pindah ke Lõlõwua dan membuka Pos P.I. di Lõlõwua. Di Lõlõwua inilah Pdt. Dr. W.H. Sundermann mendapat kesempatan untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Nias yang masih dipakai hingga sekarang, selain itu Pdt. Dr. W.H. Sundermann juga membuat Katekismus Luther ke dalam Bahasa Nias yang disebut “Lala Wangorifi.”
Tahun 1899,
Pdt. Sporket membuka Pos P.I. di Lõlõmboli dan Pdt. Hoffman membuka Pos P.I. di Hinako.
Tahun 1903,
Pdt. L. Hipponstiel membuka Pos P.I. di Lõlõwa’u dan pada tahun itu juga membaptis beberapa orang yang menerima Yesus.
Tahun 1905,
Pdt. E. Fries tiba di Nias dan ditempatkan di Sifaoro’asi dan membuka Pos P.I. di Sifaoro’asi. Pada tahun 1909 tepatnya tanggal 26 Desember 1909 dilaksanakan pembaptisan yang pertama bagi orang yang sudah percaya dan sekaligus peresmian gedung gereja yang baru di daerah itu.
Tahun 1905,
Dibuka Pos P.I. di Tugala Oyo oleh Pdt. A. Pilgenroder.
Tahun 1906,
Dibuka Pos P.I. di Lõlõmoyo oleh Pdt. Bassfeld dan kemudian pada tahun 1919 Pdt. Bassfeld membuka Pos P.I. di Lawelu.

Jadi pada periode kedua ini telah dibuka 10 Pos P.I. di Nias Bagian Barat dan Tengah, dan dari ke 10 Pos P.I. inilah dilakukan penyebaran Injil di seluruh Nias Bagian Barat dan Bagian Tengah.

3.2. Perkembangan Pekabaran Injil di Bagian Timur dan Selatan Pulau Nias

Usaha J.W. Thomas membuka Pos PI di Sa’ua pada periode pertama ternyata gagal, sebab di sana berkecamuk perang saudara. Pemerintah Hindia Belanda memanggil J.W. Thomas pulang ke Gunung Sitoli pada tahun 1886. Ia cuti selama 3 tahun dan kembali lagi ke Gunung Sitoli pada tahun 1889. Dua tahun setelah kembali di Gunung Sitoli (tahun 1891) Pendeta J.W. Thomas membuka Pos PI di Humene. Penduduk Humene yang rata-rata miskin dan sering dilanda wabah penyakit itu tertarik kepada berita Injil

Tahun 1891,



Pdt. J.W. Thomas membuka Pos P.I. di Umbu Humene dan pada tanggal 17 Juli 1893 dilaksanakan pembaptisan yang pertama bagi 115 orang yang sudah percaya dan menerima Yesus. Pada tahun 1895 Pdt. J.W. Thomas membuka Sekolah Guru Seminari di Umbu Humene. Tahun 1897, 8 orang siswa Sekolah Guru Seminari ini menyelesaikan pendidikan dan tahun 1899 8 orang berhasil menyelesaikan pendidikan. Sekolah Guru Seminari ini akhirnya dipindahkan ke Ombõlata setelah Pdt. J.W. Thomas meninggal dunia di Umbu Humene tahun 1900 dan dimakamkan di Umbu Humene.
Pdt. J.W. Thomas berhasil menulis buku-buku antara lain: Kamus Bahasa Nias-Melayu-Belanda, Buku Pembimbing Alkitab, dan Buku Nyanyian Rohani dalam Bahasa Nias.
Tahun 1899,
Pdt. Momeyer membuka Pos P.I. di Sogae’adu
Tahun 1903,
Pdt. H. Rabeneck membuka Pos P.I. di Bio’uti
Tahun 1905,
Pdt. Bieger membuka Pos P.I. di Bawalia

Usaha PI di Nias Bagian Selatan baru dapat dibuka kembali pada tahun 1908, yaitu setelah Pemerintah Hindia Belanda berhasil menundukkan Öri Maenamölö. Sehingga Pendeta H. Rabeneck berhasil membuka Pos PI di sana pada tahun 1909 dengan dibantu oleh dua orang tenaga guru yaitu Faedogö di Hiligeo dan Fangaro di Hilisatarö. Baptisan pertama di sana baru terjadi pada tahun 1916. Berita Injil baru masuk di Hilisimaetanö pada tahun 1911, yaitu dengan datangnya Pendeta B. Borutta di sana. Masuknya Injil di Nias Bagian Selatan menghadapi cukup banyak tantangan dan kesukaran.
                                                                           
Pada periode kedua ini berhasil dibuka 6 Pos Pekabaran Injil di Bagian Timur dan Selatan Pulau Nias. Dari sinilah diatur penyebaran Injil di daerah-daerah yang termasuk Bagian Timur dan Selatan Pulau Nias.

3.3. Perkembangan Pekabaran Injil di Bagian Utara Pulau Nias

Untuk mengatur strategi Pekabaran Injil di Bagian Utara Pulau Nias, maka dibuka Pos Pekabaran Injil di Bo’usõ oleh Pdt. Noll pada tahun 1903. Dari sana Pekabaran Injil meluas ke sebelah utara. Pada tahun 1910 ada 3 orang salaŵa yang dipimpin oleh Tuhenõri Ama De’ali yang bergelar SAMASINIHA dari Hilindruria meminta kepada Pdt. Noll agar Pdt. Noll mendirikan Pos Pekabaran Injil di Hilimaziaya.

Pada tahun 1911 dibuka Pos P.I. di Hilimaziaya oleh Pdt. Schlipkoter. Dari Hilimaziaya diatur penyebaran Injil ke Lahewa sehingga pada tahun 1913 sudah ada orang percaya di Lahewa dan sekitarnya yakni di Afulu dan To’iwo, Dimamuzõi dan Tefao. Pada tahun 1922 dibuka Pos P.I. di Lahewa oleh Pdt. Schlipkoter.

3.4. Perkembangan Pekabaran Injil  di Pulau-pulau Batu

Masuknya Injil di Pulau-pulau Batu bukan atas usaha RMG tetapi atas usaha Luthersche Zendings Genootschap dari Negeri Belanda. Setelah mendapat izin dari Pemerintah Hindia Belanda di Padang, Pendeta Johannes Kersten yang sebelumnya telah belajar bergaul dengan orang-orang Nias di Padang, akhirnya berlayar menuju Pulau Tello dan tiba pada tanggal 25 Februari 1889. Seperti halnya di daratan Pulau Nias, Pendeta Johannes Kersten di sana juga menghadapi wabah penyakit dan permusuhan antar kelompok penduduk. Pada akhir tahun itu datang pula Pendeta C.W. Frickenschmit, dan tidak lama kemudian menyusul P. Landwer yang berhasil membuka Pos PI di Sigala pada tahun 1896.

Mula-mula mereka berusaha membuka sekolah-sekolah di pulau-pulau yang berdekatan, jadi dari situ diteruskan usaha PI. Dengan cara ini pada tahun 1912 dapat dibuka Pos PI di Pulau Mari, pada tahun 1913 di Pulau Betua, tahun 1914 di Pulau Sifika dan tahun 1916 di Pulau Lora.

Gereja yang pertama didirikan di Pulau-pulau Batu disebut BKP (Banua Keriso Protestan) dan akhirnya menggabungkan diri dengan BNKP pada Persidangan Majelis Sinode BNKP tahun 1960 di Ombölata.

3.4 Berdirinya Gereja  BNKP

Setelah Injil masuk ke Nias, terjadilah suatu gerakan pertobatan massal yang disebut “Fangesa Dödö Sebua.” Peristiwa ini terjadi selama 14 tahun (tahun 1916-1930), walaupun kadang-kadang terputus. Terjadinya mula-mula di Jemaat Helefanicha, Humene, ketika Pendeta Otto Rudersdorf berkhotbah dalam Kebaktian Perjamuan Kudus pada bulan April 1916. Salah seorang jemaat yang mengikuti kebaktian bernama Filemo mengakui semua dosa dan kesalahannya sehingga sangat susah, gelisah, gemetar dan menangis.

Setelah Pendeta mendoakan serta memberi petunjuk agar ia mohon pengampunan dari Tuhan dan meminta pengampunan dari setiap orang dengan siapa ia bersalah, ia melakukan semuanya itu, akhirnya ia merasa damai dan bahagia. Tetapi anehnya orang-orang kepada siapa ia minta pengampunan itu juga semua mengalami gejala yang sama, sehingga pertobatan itu berkembang kepada seluruh jemaat, bahkan sampai ke Gunung Sitoli, Sogae’adu, Lölöwua, Nias Tengah, dan Nias Barat.

Meluasnya gejala ini dapat melalui kunjungan kepada kaum keluarga, mengikuti Persekutuan Doa, kebaktian Pemahaman Alkitab, dan sebagainya. Pertobatan massal ini ternyata sangat mempengaruhi perkembangan anggota jemaat sampai ± 415 %. Dari 699 orang sampai tahun 1890 naik menjadi 17.795 orang tahun 1915, kemudian menjadi 83.905 orang.
Di samping pertobatan massal, juga dengan adanya pembinaan pelayan-pelayan gereja yang melayani Pekabaran Injil. Pendidikan tenaga pendeta yang telah dimulai sejak tahun 1905 telah berkembang dan memungkinkan berdirinya gereja. Sampai tahun 1940 telah ditahbiskan 25 orang pendeta dari Suku Nias.

Pada tanggal 18 s.d. 25 November 1936 di Gunung Sitoli diadakan  Persidangan Majelis Sinode pertama, sehingga berdirilah BNKP sebagai gereja di Nias, walaupun anggaran dasarnya baru disahkan pemerintah pada tahun 1938. Sinode BNKP itu dipimpin oleh Ephorus A. Luck dari RMG sampai tahun 1940.

Tetapi pada bulan Mei 1940 terbentuklah anggota Pimpinan Sinode BNKP sebagai berikut :
Voorzitter (Ketua) : Atoföna Harefa
Wakil Voorzitter   : Fohede Mendröfa
Sekretaris                        : Andreas Larosa
Bendahara                       : Tandrombörö Hulu
Komisaris I                      : Karöröŵa Telaumbanua
Komisaris II                     : Ta’obini Zebua

Atas prakarsa Komisi Pekabaran Injil yang sekarang bernama KMO (Komisi Missi dan Oikumene), BNKP juga pernah mengutus tenaga pendetanya ke Tanah Karo, yaitu Pendeta Fronst Gulö, yang melayani dari tahun 1967-1970, namun berhenti karena kesulitan dana. Baru pada bulan September 1996 melalui kerjasama dengan OMF, BNKP telah mengutus Ibu Pdt. Masrial Zebua, STh. Untuk memberitakan Injil di tengah-tengah suku Manobo di Pulau Mindanao, Filipina Selatan. Dan seterusnya atas kerjasama dengan WEC juga telah diutus pada tahun 1998 Pdt. Destalenta Zega, STh yang didampingi suaminya Max Aay yang menjadi misionaris di Kirghistan, Rusia. Mereka diutus pada bulan Juni 1998. ( Sekarang tahun 2008  mereka ada di Surabaya, sehubungan Max Aay menjadi Pimpinan WEC Indonesia )

3.5 Penutup.

Sebagai dampak datangnya Injil dan usaha pekabaran Injil di Nias, maka berdirilah Gereja BNKP yang melembaga sebagai satu sinode pada tanggal 18 November 1936. BNKP adalah salah satu gereja beraliran reformasi di Indonesia, yang telah menjelma di Pulau Nias sejak kedatangan missionaris pertama Ernst Ludwig Denninger di Pulau Nias pada hari Rabu, tanggal 27 September 1865. Dalam perkembangannya tercatat bahwa BNKP berasal dari hasil Pemberitaan Injil para utusan Rheinische Missions Gessellschaft (RMG) dan para utusan Nederlands Luthers Genootschap Voor in En Uitendige Zending, dan selanjutnya diteruskan oleh para Pemberita  Injil Ono Niha.

BNKP mempunyai dasar Alkitab dan Tata Gereja BNKP, dan tujuan  BNKP adalah menyaksikan Injil Yesus Kristus kepada semua makhluk bagi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Pada hakekatnya BNKP adalah persekutuan orang-orang kudus yang telah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai perwujudnyataan dari Tubuh Kristus. Tuhan Yesus memerintah dan menggembalakan BNKP melalui Firman dan Sakramen dengan kuat kuasa Roh Kudus.

Penataan BNKP secara organisatoris, sebagai satu lembaga gereja memberlakukan sistim Presbiterial Sinodal, maksudnya jemaat-jemaatnya sebagai basis operasional dinamika pelayanannya, sehingga terhindar dari dominasi sinodal yang kaku, statis, dan otoriter. Sedangkan pada sisi lain menggaris bawahi peranan hubungan sinodal sehingga terhindar dari bahaya memutlakkan jemaat setempat (Kongregasionalisme). Itulah BNKP sebagai gereja reformasi.

Dalam hubungan Oikumenis BNKP juga telah menjadi anggota PGI, CCA, WCC, VEM, LWS.

Demikianlah sejarah Pekabaran Injil di Nias. Semoga dengan pembacaan sejarah ini hati kita tergugah dan menyadari bahwa begitu luasnya daerah dan jumlah tuaian yang harus dituai tetapi pekerja hanya sedikit. Tugas ini adalah tugas setiap anggota jemaat yang harus dilaksanakan. Pekabaran Injil dapat dilakukan melalui pekerjaan atau dengan memberikan bantuan dana untuk menyukseskan tugas Pekabaran Injil. 

Tuhan Memberkati kita semua.Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU