YA'AHOWU !! SYALLOM.. Kata Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6) FAOMASI ZOAYA

LABEL

Pencarian

MARILAH KITA MENJADI BERKAT MELALUI INTERNET, KIRIMKAN TULISAN ANDA YANG MEMBANGKITKAN IMAN, MEMULIHKAN, MEMBAWA JIWA & PERTOBATAN KEPADA TUHAN.

Minggu, 30 September 2012

Strategi Melindungi Uang Tuhan

Ada juga gereja di Indonesia yang tertular penyakit “penggelapan” harta “Tuhan”. Bagaimana gereja melindungi diri dari celah menggunakan uang jemaat bagi kepentingan pribadi?

BANYAK tanah dan harta benda gereja yang melayang karena disalahgunakan oleh oknum pendeta demi kepentingan pribadi dan keluarganya. Apa yang dialami oleh gereja terbesar di Singapura itu, berpotensi terjadi juga di Indonesia bila tidak diawasi dengan ketat. Kasus penjualan tanah PSKD di samping Kantor PGI Salemba, merupakan satu dari puluhan kasus penjualan asset gereja untuk kepentingan individual.
Ada juga lembaga gereja yang tidak memiliki sistem keuangan yang baik, atau bahkan dengan sengaja dibiarkan “buruk” sehingga peluang manipulasi tersedia. Nah, bagaimana gereja-gereja melindungi diri dari kesalahan menggunakan “uang Tuhan” sehingga lembaga gereja masih menjadi institusi yang dipercayakan Tuhan untuk mengelola harta-Nya?

Otonomi gereja lokal
Menurut bendahara Sinode GBI (Gereja Betel Indonesia) Ir. Suyapto Tandyawasesa, pihak sinode mendapatkan uang dari iuran gereja-gereja anggotanya yang digunakan untuk kepentingan pelayanan. “Itu tidak akan dipakai untuk kebutuhan pribadi,” kata mantan bendahara PGI dan pernah juga aktif di pengurus teras PGLII ini.
Sementara gereja lokal menata keuangannya secara otonom dengan juga berpedoman pada pedoman penatalayanan yang diatur berdasar pada jumlah jemaat dan pemasukan atau income. Semuanya telah diatur, pendeta tidak bisa pakai sesuka hatinya. Ia mencontohkan, semakin besar gereja, maka semakin kecil prosentase alokasi untuk Hamba Tuhan, termasuk pejabat sekelilingnya. “Itu karena harus dibagi ke pos-pos lainnya seperti untuk misi, pemeliharaan dan pengembangan,” terangnya sambil menambahkan, penggunaan keuangan gereja berada di bawah pengawasan komisi keuangan gereja.
Fenomena kemakmuran yang nampak dalam kehidupan para pendeta GBI lebih banyak diakibatkan oleh persembahan perpuluhan atau sukarela dari pribadi jemaat yang kebetulan juga kaya. “Itu karena jemaat memang rindu untuk memberikan persembahan kasih kepada Hamba Tuhannya,” kata Suyapto. Berulangkali ia menegaskan bahwa keuangan gereja di GBI ditata dengan transparan dan terkontrol.
Pengontrolan itu nampak sejak kolekte masuk hingga alokasi dan evaluasi penggunaannya yang dilakukan oleh orang yang benar-benar kredibel dan punya integritas yang tinggi. “Kantong kolekte juga dibuat mulutnya kecil, supaya terlindung dari kelemahan daging,” tambahnya.
Sejak tahun 1980-an, gereja-gereja yang berada dalam naungan GBI sudah biasa mencatat dan melaporkan keuangannya dengan terperinci. “Sesegera mungkin, uang kolekte harus diserahkan ke Bank,” ia mencontohkan. Tambahan lagi, setiap tahun biasanya dilakukan audit keuangan gereja oleh lembaga terpercaya.
Di pusat, tidak ada
Sebagai penganut sistem sinodal, sistem keuangan HKBP seharusnya memiliki sistem keuangan yang baik. Tapi nyatanya, masih harus terus berbenah dalam soal pengelolaan keuangan gereja. Bagaimana HKBP mengatur keuangannya? Ternyata, di aturan HKBP di level distrik dan pusat tidak ada bendahara. Yang ada bendahara hanya di level huria. Asal tahu, struktur HKBP adalah: pusat, distrik, resort, huria, pangaran. Pusat di Tarutung, distrik 26 distrik di seluruh Indonesia, dan masih akan tambah. Sementara resort, huria, dan pagaran 3.131. “Jika kita membaca tugas eforus, sekjen, maupun kepala-kepala departemen tidak ada juga yang secara eksplisit menyebutkan sebagai yang bertanggungjawab terhadap keuangan HKBP,” ujar Daniel T A Harahap, pendeta HKBP Resort Serpong.
Bagi Daniel sistim keuangan HKBP harus diperbaiki. Menurutnya, persembahan di HKBP cukup satu kali saja dan satu kantong. 50% dari persembahan itu untuk jemaat setempat, 25% untuk pembangunan dan 25% untuk pusat. “Saya percaya itu sudah lebih dari cukup untuk pusat,” kata Daniel.
Hal senada diucapakan UTM Nainggolan, bendahara di HKBP Tigaraksa Kota ini menilai pengelolaan keuangan di HKBP pusat tidak transparan. Tuntutan agar Pelean II benar-benar disetorkan secara utuh ke Pusat, bagi sementara huria adalah tidak adil, di kala kebutuhan internal huria sendiri masih membelit.
“Tuntutan agar huria-huria melaporkan Pelean II ke pusat secara transparan dan jujur, padahal di pusat tidak tranparan. Tuntutan yang kontradiktif, karena sejauh ini HKBP pusat belum transparan memberikan laporan keuangan HKBP ke huria-huria. Padahal, jemaat berhak mengetahui ke mana persembahan yang mereka setorkan itu,” ujarnya. Selain itu, kata Nainggolan, peran Pusat HKBP dalam membantu huria-huria yang kecil dan bermasalah belum kelihatan nyata dalam perjalanan huria selama ini. Hendaknya hal ini menjadi pemikiran bagi parhalado HKBP di pusat dan huria-huria agar, sinkronisasi pusat dan huria bisa berjalan secara adil. Jangan hanya bottom up tetapi harus juga ada hubungan timbal.
Selama ini memang pengelolaan keuangan di HKBP di tingkat jemaat amat tranparan. Tugas dan fungsi bendara amat jelas. Misalnya; bendahara membuat buku kas secara teliti dan teratur, melaporkan slip penyetoran ke dan penarikan uang Huria dari bank ditandatangani pimpinan jemaat, pendeta. Lalu, menandatangani setiap kwitansi penerimaan rangkap tiga bersama pemberi dana dan Ketua Parhalado Parartaon.
Selanjutnya, satu lembaran diserahkan kepada Majelis Keuangan (Parhalado Parartaon) secara berkala. Bendahara pun mengeluarkan uang sesuai dengan program dan anggaran yang sudah ditetapkan dengan persetujuan pimpinan. Laporan keuangan pun harus dilaporkan di warta jemaat per minggu, per bulan, dan per tahun. Sehingga uang yang diterima, baik yang dikeluarkan gereja diketahui seluruh jemaat. Tetapi itu di tingkat jemaat, di pusat tidak ada bendahara. Sementara pertanggung-jawaban pusat tidak ada pada jemaat, padahal, semua gereja jemaat HKBP, kita tahu, punya iuran yang disetor ke pusat.
Sebenarnya, Tahun 2010 bagi HKBP sudah menetapakan Tahun Penatalayanan diwujudkan dengan pengelolaan administrasi dan organisasi HKBP yang bersih, rapi, transparan dan akuntabel. Lebih dari itu harapan dari jemaat HKBP, hendaknya pusat lebih tranparan. Semua ini didasarkan atas pemahaman dan penghayatan iman bahwa gereja HKBP adalah milik Kristus. Sebab itu uang gereja harus dikelola sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Sebagaimana HKBP yang berusaha membangun penatalayanan dan tata kelola keuangan yang baik dan rapi, transparan, artisipatip, akuntabel perlu didukung.


Sumber: http://reformata.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU