I. Pendahuluan
Sebelum
Tuhan Yesus kembali ke sorga, Ia telah berpesan kepada murid-muridnya dan
kepada semua orang percaya di segala zaman dan di segala tempat mengatakan :
“KARENA ITU PERGILAH, JADIKANLAH SEMUA BANGSA MURIDKU DAN BAPTISLAH MEREKA
DALAM NAMA BAPA DAN ANAK DAN ROH KUDUDS, DAN AJARLAH MEREKA MELAKUKAN SEGALA
SESUATU YANG TELAH KUPERINTAHKAN KEPADAMU. DAN KETAHUILAH, AKU MENYERTAI KAMU
SENANTIASA SAMPAI KEPADA AKHIR ZAMAN.” (Matius 28:19-20)
Setelah Tuhan
Yesus naik ke sorga, kira-kira tahun 50 injil menyebar di Asia Kecil yang
dibawa oleh para Rasul, terutama dalam hal ini Rasul Paulus. Lama kelamaan
Injil sampai ke Eropa dan berkembang ke seluruh negara-negara di Eropa.Pada
tahun 1700, Orang Jerman melalui Badan Pekabaran Injilnya mengutus pekabar
injilnya ke Asia terutama Indonesia, sehingga pada tahun 1836 Pekabar Injil
dari Jerman tiba di Pulau Kalimantan. Tetapi karena Injil kurang diterima oleh
penduduk setempat, maka para Pekabar Injil disiksa dan ada 9 orang yang tewas
dibunuh. Pada tahun 1859 ada 2 orang yang masih hidup dan melarikan diri ke
Pulau Jawa dan kemudian tiba di Padang pada tahun itu juga. Salah seorang dari
mereka ialah Pdt. L.E. DENNINGER. Beliau terpaksa tinggal di Padang karena
penyakit istrinya dan yang lainnya meneruskan perjalanan ke Sipirok (Tanah
Batak).
Di Padang ERNST LUDWIG DENNINGER bertemu dengan
orang-orang suku Nias (sekitar 3000 orang), kebanyakan bekerja sebagai buruh,
yang berbeda bahasa, budaya dan adat istiadatnya. Ia tertarik lalu mulai
belajar bahasa dan cara hidup mereka. Ia senang bergaul serta menjalin hubungan
dengan para buruh – pekerja dari Nias tersebut. Dulu sebelum ia diutus ke
Borneo, ia bekerja sebagai tukang sapu cerobong asap rumah-rumah di Berlin.
Mula-mula
ERNST LUDWIG DENNINGER bermaksud membentuk satu jemaat bagi orang-orang Nias di
Padang, namun ia menyadari bahwa mereka hanya perantauan yang sering
berpindah-pindah, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk datang langsung ke
Pulau Nias. Dengan mudah ia mendapat persetujuan dari RMG dan Pemerintah Hindia
Belanda, sebab sebelumnya sudah ada permintaan pemerintah kepada RMG agar
diutus Pendeta Penginjil ke Pulau Nias. Alasannya, karena orang-orang di Nias
terkenal jahat, suka memberontak dan mengayau kepala orang.
Setelah
istrinya sembuh dan sudah bisa berbahasa Nias, maka dia bertekad pergi
mengabarkan injil di Nias. Maka pada awal September 1865 mereka, bersama dengan
keluarganya pergi ke Nias dengan menumpang perahu layar dari Pelabuhan Teluk
Bayur menuju Gunung Sitoli.
Dengan pertolongan Tuhan mereka tiba di Gunung Sitoli pada hari tanggal Rabu 27 September 1865 jam 09.00. Tanggal, bulan, dan tahun inilah yang ditetapkan oleh BNKP sebagai permulaan Injil di Nias.
Memang
ada informasi lain, bahwa Pekabaran Injil di Nias telah dimulai pada tahun
1822/1823 oleh dua orang pastor dari Gereja Roma Katolik, yang diutus oleh
Mission Estrangers de Paris yaitu Pastor Pere Wallon dan Pastor Pele Barart,
tetapi ternyata pekerjaan mereka tidak berhasil. Setelah
mereka tiga hari tinggal di Lasara–Gunung Sitoli, seorang diantaranya meninggal
dunia, demikian pula yang lainnya juga meninggal dunia tiga bulan kemudian.
Sebab itu Pendeta–Evangelis ERNST LUDWIG DENNINGER–lah yang diakui dan diterima
sebagai Rasul Pertama di tengah-tengah Suku Nias.
Hasil
pelayanan ERNST LUDWIG DENNINGER mengabarkan Injil di Nias sudah dapat dilihat
dan dirasakan sekarang ini. Dengan tekun ia telah melakukan tugas
pengutusannya, sampai ia meninggal dunia pada tahun 1876 karena suatu penyakit
dan dimakamkan di Batavia (Kota Jakarta sekarang).
Setelah Ludwig Ernst Denninger beserta keluarga tiba di Gunung Sitoli,
mereka menyewa sebuah rumah di kota Gunung Sitoli. Ia mengetahui bahwa tembakau
sangat penting dalam kehidupan adat dan hidup sehari-hari orang Nias, sambil
mengabarkan injil, L E Denninger tetap membawa tembakau untuk disuguhkan kepada
tuan rumah dan dirumah pribadinya baik untuk keperluan makan sirih maupun untuk
rokok.
Saat orang berkumpul di
rumah , dipergunakan oleh Denninger
untuk mengajar mereka dengan nyanyian, hukum taurat, dan ayat-ayat Firman
Tuhan.
Seiring dengan Pekabaran
Injil, maka Tuan Denninger berpikir bahwa penting dibuka sekolah di Nias untuk
belajar membaca dan menulis. Untuk itu maka pada tahun 1866 Tuan Denninger
mengumpulkan pemuda di rumahnya dan mulai mengajar mereka menulis dan membaca.
Inilah permulaan sekolah di Pulau Nias.
Selain
itu Denninger juga telah berhasil menterjemahkan Injil Yohanes dan Injil Lukas
ke dalam Bahasa Nias.
Pada tahun 1873, utusan
yang kedua dari
Rheinische Missions Gessellschaft (RMG) yang bernama Pdt. J.W. Thomas tiba di Nias dan ditempatkan di Ombõlata.
Kemudian pada tahun itu juga utusan yang ketiga yaitu Pdt. Kramer tiba di Nias
dan tinggal di Gunung Sitoli.
Walaupun sangat sulit
mengabarkan Injil di sekitar Gunung Sitoli yang disebabkan oleh begitu kuatnya
pengaruh adat dan agama suku, tetapi akhirnya
pada tahun 1874, pada saat Kebaktian Minggu Paskah, Salaŵa Hilina’a
YAŴADUHA beserta pengikutnya berjumlah 24 orang yang berasal dari Onozitoli dan
Hilina’a dibaptis. Inilah Baptisan yang pertama di Pulau Nias.
Kemudian pada tahun 1875 dibaptis 6 orang penduduk Ombõlata oleh Pdt. J.W.
Thomas. Pada tahun ini (1875) Pdt. L.E. Denninger meninggalkan Nias pergi ke
Batavia untuk berobat karena penyakit yang dideritanya dan satu tahun kemudian
meninggal dunia.
Pada tahun 1876 dibaptis
32 orang percaya di Faechu. Dan pada tahun 1876 berdiri gedung Gereja BNKP yang
pertama di Ombõlata. Dan pada tahun 1886 gedung Gereja BNKP didirikan di
Faechu.
Pada tahun 1876, Dr.
W.H. Sundermann tiba di Gunung Sitoli dan tinggal bersama Pdt. Kramer di Gunung
Sitoli. Dan pada tahun 1876 membuka Pos P.I. di Dahana. Walaupun pada mulanya
gagal tetapi dialihkan dengan membuka sekolah guru di sana. Inilah sekolah
guru yang pertama di Nias.
Tahun 1881, Pdt. J.A. Fehr dari Jerman tiba di Nias dan ditempatkan di
Ombõlata menggantikan Pdt. J.W. Thomas yang membuka Pos P.I. di Sa’ua. dan
usaha yang pertama ini gagal.
Selama 25 tahun Pekabaran Injil di Nias, baru 3 Pos Pekabaran Injil yang
berhasil didirikan di sekitar Gunung Sitoli ya’itu di Gunung Sitoli, Dahana,
dan Ombõlata. Dan baru 699 orang yang percaya dan menerima Kristus ya’itu 148
orang di Gunung Sitoli, 203 orang di Dahana, dan 348 orang di Ombõlata.
Keterlambatan kemajuan
Pekabaran Injil di Nias selama 25 tahun pertama adalah disebabkan karena :
1.
Keamanan di seluruh Pulau Nias tidak terjamin, pengayauan
masih banyak, dan perlawanan penduduk bagian selatan Nias belum terpatahkan.
2.
Hubungan antar kampung sangat sulit
3.
Pengaruh agama suku masih sangat kuat.
4.
III. Periode Kedua (1890-1914)
3.1. Perkembangan Pekabaran Injil di Bagian Barat Pulau Nias
Mulai tahun 1890
Pekabaran Injil mulai menyebar ke seluruh Pulau Nias termasuk Pulau-pulau Batu,
karena pada tahun ini juga penginjil dari Zending Lutheran Negeri Belanda tiba
di Pulau Tello dan mengabarkan Injil di seluruh Pulau-pulau Batu.
Tahun 1892,
|
Pdt. H. Lageman dan Pdt. A.Lett tiba di Tugala Sirombu dan membuka Pos
P.I. di sana
|
Tahun 1893,
|
Pdt. H. Lageman membuka Pos P.I. di Lahagu
|
Tahun 1896,
|
Pdt. Dr. W.H. Sundermann pindah ke Lõlõwua dan membuka Pos P.I. di
Lõlõwua. Di Lõlõwua inilah Pdt. Dr. W.H. Sundermann mendapat kesempatan untuk
menterjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Nias yang masih dipakai hingga
sekarang, selain itu Pdt. Dr. W.H. Sundermann juga membuat Katekismus Luther
ke dalam Bahasa Nias yang disebut “Lala Wangorifi.”
|
Tahun 1899,
|
Pdt. Sporket membuka Pos P.I. di Lõlõmboli dan Pdt. Hoffman membuka Pos
P.I. di Hinako.
|
Tahun 1903,
|
Pdt. L. Hipponstiel membuka Pos P.I. di Lõlõwa’u dan pada tahun itu juga
membaptis beberapa orang yang menerima Yesus.
|
Tahun 1905,
|
Pdt. E. Fries tiba di Nias dan ditempatkan di Sifaoro’asi dan membuka Pos
P.I. di Sifaoro’asi. Pada tahun 1909 tepatnya tanggal 26 Desember 1909
dilaksanakan pembaptisan yang pertama bagi orang yang sudah percaya dan
sekaligus peresmian gedung gereja yang baru di daerah itu.
|
Tahun 1905,
|
Dibuka Pos P.I. di Tugala Oyo oleh Pdt. A. Pilgenroder.
|
Tahun 1906,
|
Dibuka Pos P.I. di Lõlõmoyo oleh Pdt. Bassfeld dan kemudian pada tahun
1919 Pdt. Bassfeld membuka Pos P.I. di Lawelu.
|
Jadi pada
periode kedua ini telah dibuka 10 Pos P.I. di Nias Bagian Barat dan Tengah, dan
dari ke 10 Pos P.I. inilah dilakukan penyebaran Injil di seluruh Nias Bagian
Barat dan Bagian Tengah.
3.2. Perkembangan Pekabaran Injil di Bagian Timur dan Selatan Pulau Nias
Usaha J.W. Thomas membuka Pos PI di Sa’ua pada periode
pertama ternyata gagal, sebab di sana berkecamuk perang saudara. Pemerintah
Hindia Belanda memanggil J.W. Thomas pulang ke Gunung Sitoli pada tahun 1886.
Ia cuti selama 3 tahun dan kembali lagi ke Gunung Sitoli pada tahun 1889. Dua
tahun setelah kembali di Gunung Sitoli (tahun 1891) Pendeta J.W. Thomas membuka
Pos PI di Humene. Penduduk Humene yang rata-rata miskin dan sering dilanda
wabah penyakit itu tertarik kepada berita Injil
Tahun 1891,
|
Pdt. J.W. Thomas membuka Pos P.I. di Umbu Humene dan pada tanggal 17 Juli
1893 dilaksanakan pembaptisan yang pertama bagi 115 orang yang sudah percaya
dan menerima Yesus. Pada tahun 1895 Pdt. J.W. Thomas membuka Sekolah Guru
Seminari di Umbu Humene. Tahun 1897, 8 orang siswa Sekolah Guru Seminari ini
menyelesaikan pendidikan dan tahun 1899 8 orang berhasil menyelesaikan
pendidikan. Sekolah Guru Seminari ini akhirnya dipindahkan ke Ombõlata
setelah Pdt. J.W. Thomas meninggal dunia di Umbu Humene tahun 1900 dan
dimakamkan di Umbu Humene.
Pdt. J.W. Thomas berhasil menulis buku-buku antara lain: Kamus Bahasa
Nias-Melayu-Belanda, Buku Pembimbing Alkitab, dan Buku Nyanyian Rohani dalam
Bahasa Nias.
|
Tahun 1899,
|
Pdt. Momeyer membuka Pos P.I. di Sogae’adu
|
Tahun 1903,
|
Pdt. H. Rabeneck membuka Pos P.I. di Bio’uti
|
Tahun 1905,
|
Pdt. Bieger membuka Pos P.I. di Bawalia
|
Usaha PI di Nias Bagian Selatan baru dapat dibuka kembali pada tahun
1908, yaitu setelah Pemerintah Hindia Belanda berhasil menundukkan Öri
Maenamölö. Sehingga Pendeta H. Rabeneck berhasil membuka Pos PI di sana pada
tahun 1909 dengan dibantu oleh dua orang tenaga guru yaitu Faedogö di Hiligeo
dan Fangaro di Hilisatarö. Baptisan pertama di sana baru terjadi pada tahun
1916. Berita Injil baru masuk di Hilisimaetanö pada tahun 1911, yaitu dengan
datangnya Pendeta B. Borutta di sana. Masuknya Injil di Nias Bagian Selatan
menghadapi cukup banyak tantangan dan kesukaran.
|
Pada
periode kedua ini berhasil dibuka 6 Pos Pekabaran Injil di Bagian Timur dan
Selatan Pulau Nias. Dari sinilah diatur penyebaran Injil di daerah-daerah yang
termasuk Bagian Timur dan Selatan Pulau Nias.
3.3. Perkembangan Pekabaran Injil di Bagian Utara Pulau Nias
Untuk
mengatur strategi Pekabaran Injil di Bagian Utara Pulau Nias, maka dibuka Pos
Pekabaran Injil di Bo’usõ oleh Pdt. Noll pada tahun 1903. Dari sana Pekabaran
Injil meluas ke sebelah utara. Pada tahun 1910 ada 3 orang salaŵa yang dipimpin
oleh Tuhenõri Ama De’ali yang bergelar SAMASINIHA dari Hilindruria meminta
kepada Pdt. Noll agar Pdt. Noll mendirikan Pos Pekabaran Injil di Hilimaziaya.
Pada tahun 1911 dibuka
Pos P.I. di Hilimaziaya oleh Pdt. Schlipkoter. Dari Hilimaziaya diatur
penyebaran Injil ke Lahewa sehingga pada tahun 1913 sudah ada orang percaya di
Lahewa dan sekitarnya yakni di Afulu dan To’iwo, Dimamuzõi dan Tefao. Pada
tahun 1922 dibuka Pos P.I. di Lahewa oleh Pdt. Schlipkoter.
3.4. Perkembangan Pekabaran Injil di Pulau-pulau Batu
Masuknya
Injil di Pulau-pulau Batu bukan atas usaha RMG tetapi atas usaha Luthersche
Zendings Genootschap dari Negeri Belanda. Setelah mendapat izin dari Pemerintah
Hindia Belanda di Padang, Pendeta Johannes Kersten yang sebelumnya telah
belajar bergaul dengan orang-orang Nias di Padang, akhirnya berlayar menuju
Pulau Tello dan tiba pada tanggal 25 Februari 1889. Seperti halnya di daratan
Pulau Nias, Pendeta Johannes Kersten di sana juga menghadapi wabah penyakit dan
permusuhan antar kelompok penduduk. Pada akhir tahun itu datang pula Pendeta
C.W. Frickenschmit, dan tidak lama kemudian menyusul P. Landwer yang berhasil
membuka Pos PI di Sigala pada tahun 1896.
Mula-mula
mereka berusaha membuka sekolah-sekolah di pulau-pulau yang berdekatan, jadi
dari situ diteruskan usaha PI. Dengan cara ini pada tahun 1912 dapat dibuka Pos
PI di Pulau Mari, pada tahun 1913 di Pulau Betua, tahun 1914 di Pulau Sifika
dan tahun 1916 di Pulau Lora.
Gereja
yang pertama didirikan di Pulau-pulau Batu disebut BKP (Banua Keriso Protestan)
dan akhirnya menggabungkan diri dengan BNKP pada Persidangan Majelis Sinode
BNKP tahun 1960 di Ombölata.
3.4 Berdirinya Gereja
BNKP
Setelah
Injil masuk ke Nias, terjadilah suatu gerakan pertobatan massal yang disebut
“Fangesa Dödö Sebua.” Peristiwa ini terjadi selama 14 tahun (tahun 1916-1930),
walaupun kadang-kadang terputus. Terjadinya mula-mula di Jemaat Helefanicha,
Humene, ketika Pendeta Otto Rudersdorf berkhotbah dalam Kebaktian Perjamuan
Kudus pada bulan April 1916. Salah seorang jemaat yang mengikuti kebaktian
bernama Filemo mengakui semua dosa dan kesalahannya sehingga sangat susah,
gelisah, gemetar dan menangis.
Setelah
Pendeta mendoakan serta memberi petunjuk agar ia mohon pengampunan dari Tuhan
dan meminta pengampunan dari setiap orang dengan siapa ia bersalah, ia
melakukan semuanya itu, akhirnya ia merasa damai dan bahagia. Tetapi anehnya
orang-orang kepada siapa ia minta pengampunan itu juga semua mengalami gejala
yang sama, sehingga pertobatan itu berkembang kepada seluruh jemaat, bahkan
sampai ke Gunung Sitoli, Sogae’adu, Lölöwua, Nias Tengah, dan Nias Barat.
Meluasnya
gejala ini dapat melalui kunjungan kepada kaum keluarga, mengikuti Persekutuan
Doa, kebaktian Pemahaman Alkitab, dan sebagainya. Pertobatan massal ini
ternyata sangat mempengaruhi perkembangan anggota jemaat sampai ± 415 %. Dari
699 orang sampai tahun 1890 naik menjadi 17.795 orang tahun 1915, kemudian
menjadi 83.905 orang.
Di
samping pertobatan massal, juga dengan adanya pembinaan pelayan-pelayan gereja
yang melayani Pekabaran Injil. Pendidikan tenaga pendeta yang telah dimulai
sejak tahun 1905 telah berkembang dan memungkinkan berdirinya gereja. Sampai
tahun 1940 telah ditahbiskan 25 orang pendeta dari Suku Nias.
Pada
tanggal 18 s.d. 25 November 1936 di Gunung Sitoli diadakan Persidangan Majelis Sinode pertama, sehingga
berdirilah BNKP sebagai gereja di Nias, walaupun anggaran dasarnya baru
disahkan pemerintah pada tahun 1938. Sinode BNKP itu dipimpin oleh Ephorus A.
Luck dari RMG sampai tahun 1940.
Tetapi
pada bulan Mei 1940 terbentuklah anggota Pimpinan Sinode BNKP sebagai berikut :
Voorzitter
(Ketua) : Atoföna Harefa
Wakil
Voorzitter : Fohede Mendröfa
Sekretaris : Andreas Larosa
Bendahara : Tandrombörö Hulu
Komisaris
I : Karöröŵa
Telaumbanua
Komisaris
II : Ta’obini Zebua
Atas
prakarsa Komisi Pekabaran Injil yang sekarang bernama KMO (Komisi Missi dan
Oikumene), BNKP juga pernah mengutus tenaga pendetanya ke Tanah Karo, yaitu
Pendeta Fronst Gulö, yang melayani dari tahun 1967-1970, namun berhenti karena
kesulitan dana. Baru pada bulan September 1996 melalui kerjasama dengan OMF,
BNKP telah mengutus Ibu Pdt. Masrial Zebua, STh. Untuk memberitakan Injil di
tengah-tengah suku Manobo di Pulau Mindanao, Filipina Selatan. Dan seterusnya
atas kerjasama dengan WEC juga telah diutus pada tahun 1998 Pdt. Destalenta
Zega, STh yang didampingi suaminya Max Aay yang menjadi misionaris di
Kirghistan, Rusia. Mereka diutus pada bulan Juni 1998. ( Sekarang tahun
2008 mereka ada di Surabaya, sehubungan
Max Aay menjadi Pimpinan WEC Indonesia )
3.5
Penutup.
Sebagai dampak datangnya Injil dan usaha pekabaran Injil
di Nias, maka berdirilah Gereja BNKP yang melembaga sebagai satu sinode pada
tanggal 18 November 1936. BNKP adalah salah satu gereja beraliran
reformasi di Indonesia, yang telah menjelma di Pulau Nias sejak kedatangan
missionaris pertama Ernst Ludwig Denninger di Pulau Nias pada hari Rabu,
tanggal 27 September 1865. Dalam perkembangannya tercatat bahwa BNKP berasal
dari hasil Pemberitaan Injil para utusan Rheinische Missions Gessellschaft
(RMG) dan para utusan Nederlands Luthers Genootschap Voor in En Uitendige
Zending, dan selanjutnya diteruskan oleh para Pemberita Injil Ono Niha.
BNKP mempunyai dasar Alkitab dan Tata Gereja BNKP, dan
tujuan BNKP adalah menyaksikan Injil
Yesus Kristus kepada semua makhluk bagi kemuliaan Allah dan keselamatan
manusia. Pada hakekatnya BNKP adalah persekutuan orang-orang kudus yang telah
dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai perwujudnyataan
dari Tubuh Kristus. Tuhan Yesus memerintah dan menggembalakan BNKP melalui
Firman dan Sakramen dengan kuat kuasa Roh Kudus.
Penataan BNKP secara organisatoris, sebagai satu lembaga
gereja memberlakukan sistim Presbiterial Sinodal, maksudnya jemaat-jemaatnya
sebagai basis operasional dinamika pelayanannya, sehingga terhindar dari
dominasi sinodal yang kaku, statis, dan otoriter. Sedangkan pada sisi lain
menggaris bawahi peranan hubungan sinodal sehingga terhindar dari bahaya
memutlakkan jemaat setempat (Kongregasionalisme). Itulah BNKP sebagai gereja
reformasi.
Dalam
hubungan Oikumenis BNKP juga telah menjadi anggota PGI, CCA, WCC, VEM, LWS.
Demikianlah
sejarah Pekabaran Injil di Nias. Semoga dengan pembacaan sejarah ini hati kita
tergugah dan menyadari bahwa begitu luasnya daerah dan jumlah tuaian yang harus
dituai tetapi pekerja hanya sedikit. Tugas ini adalah tugas setiap anggota
jemaat yang harus dilaksanakan. Pekabaran Injil dapat dilakukan melalui
pekerjaan atau dengan memberikan bantuan dana untuk menyukseskan tugas Pekabaran
Injil.
Tuhan Memberkati kita semua.Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU