Sebelum masuk Injil di Pulau Nias, agama kepercayaan Suku Nias adalah fanömba adu yang disebut Pelebegu.
Pelebegu
adalah nama agama asli diberikan oleh pendatang, yang berarti
“penyembah roh”. Nama yang dipergunakan oleh penganutnya sendiri adalah fanömba adu (penyembah
berhala). Sifat agama ini adalah bersifat pada penyembahan roh leluhur.
Praktek dalam penyembahan ini mereka membuat patung-patung kayu.
Adu menurut
cerita orang dulu katanya contoh atau gambaran orang tua yang dibuat
dari pahatan kayu atau dari batu. Tujuan mereka membuat ini disembah
dijadikan tuhan mereka. Mereka memohon agar banyak buah tanaman dan
berkembang hewan peliharaan seperti babi. Katanya ini sudah dibuktikan
ketika menyembah patung tersebut.
Agama Suku
beragam kepercayaan atau keyakinan, di antaranya kepercayaan kepada dewa
pencipta, dewa atas dan dewa bawah semesta alam, kepercayaan kepada
kekuatan gaib dan roh halus, kepercayaan kepada kuasa arwah nenek
moyang, kepercayaan kepada kekuatan alam dan kesetiaan kepada pola
tradisi. Kepercayaan ini dibuat dalam wujud yang bisa kelihatan dan
diraba seperti patung, mökö-mökö, pohon, sungai, angin, angin, hewan dan manusia.
Mökö-mökö adalah
arwah, kekuatan, kharisma, roh nenek moyang yang telah meninggal dunia
yang menjelma dalam bentuk kunang-kunang. Setelah beberapa hari orang
tua yang mati sudah dikubur seorang anak mendatangi kuburan membawa
sebatang pohon puar dan satu botol. Di atas kuburan itu dia menacapkan
pohon puar sekitar jejeran mulut orang mati. Mereka meyakini di batang
pohon ini keluar seokor hewan yang berbentuk kunang-kunang hewan ini
ditangkap lalu dimasukan ke dalam botol tadi. Setelah itu dibawa ke
rumah lalu dikeluarkan dan dimasukan ke dalam patung orang tua yang
telah dibuat.
W. Gulö menyederhanakan deskripsi agama Suku dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa semesta alam ini – makro kosmos- diciptakan dan dipelihara oleh dua dewa. Dewa pencipta dan dewa yang memerintah adalah lowalangi, yang bertakhta di dunia atas dan dewa yang menjaga dan pemelihara adalah lature danö yang menghuni dunia bawah.
Dewa-dewa yang terpenting dalam agama Fanomba adu yaitu Lowalangi sebagai raja segala dewa dari dunia atas, Lature Danö raja dewa di dunia bawah, dan Silewe Nasarata yang melindung para ere (para pemuka agama).
Lowalangi
adalah nama yang dipakai orang Kristen khususnya Suku Nias untuk
penyebutan nama Allah saat ini. Orang Nias yang beragama Kristen saat
ini menyebut nama Allah Lowalangi karena salah seorang
misionaris yang bernama Denninger mengambil nama tersebut untuk
menerjemahkan nama Allah. Konsep Allah dalam kekristenan
dikontekstualisasikan dalam agama Suku Nias dan hal ini digunakan dalam
agama Suku. Pemahaman tentang Lowalangi saat ini bukan seperti pemahaman agam Suku.
Dorkas O. Daeli dalam disertasinya menulis, Lowalangi tidak dipahami sebagai dewa penguasa dunia atas sebagai yang dipahami oleh agam Suku Nias melainkan Lowalangi
dipahami sebagai Allah Bapa yang sejati yang diakui sebagai
satu-satunya Allah yang benar – Allah Tritunggal: Bapa, Putra dan Roh
Kudus, tiga pribadi yang berbeda di dalam hakikat yang satu . Allah
dalam Injil atau Firman Allah dimana Injil menerangi budaya dalam hal
ini pemahaman Allah memasuki pemahaman Lowalangi yang akhirnya diterima
konsep bahwa Allah itu adalah Lowalangi yang hidup, yang berkarya dan
yang berfirman dalam konteks masyarakat Nias sekarang ini. Sehingga
menggunakan istilah Lowalangi yang diingat dikenal dan disembah adalah Allah dalam kekristenan
Nama lowalangi ini sebenarnya adalah nama dari anak dari raja Sirao yang bungsu, dialah yang berhasil memenangi sayembara perebutan tahta ayah mereka dengan kata lain luo wemöna. Dewa Lowalangi saat ini dikenal masyarakat Suku Nias sebagai nama penyebutan nama Allah Tritunggal yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka :
- Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia, Cet. ke 7. (Jakarta: Djambata, 1982). hal. 49-50.
- Pastor Johannes Maria Harmmerte, OFMCap. Nidunö-dunö ba Nöri Onolalu, (Gunung Sitoli: Yayasan Pustaka Nias, 1999), hal. 45.
- W.Gulö, Benih Yang Tumbuh 13, (Salatiga: SATYA WACANA, 1983), hal. 230.
- Dorkas Orienti Daeli, Disertsi: Lowalangi
dan Allah: Eradikasi Dualisme Entitas Allah Pada Agama Kristen Suku
Nias, Upaya Perwujudan Konfensi BNKP Berbasis Teologia Lutheran (Medan: STT Paulus Medan, 2014), hal. 96.
--------------------------
Sumber : http://www.kompasiana.com/fudirman_zebua1989/agama-suku-nias-kuno_5555b00c6523bd732fa4a689
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU