Khotbah oleh Pendeta Eric Chang
Matius 7:1-5 -
Hari
ini, kita mempelajari pengajaran dari Tuhan Yesus di dalam Matius 7:1-5.
Dan sebagaimana yang kita baca, Tuhan Yesus berkata:
"Jangan
kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman
yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang
kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau
melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu
tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada
saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal
ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok
dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan
selumbar itu dari mata saudaramu."
Di
sini Tuhan Yesus memberi kita beberapa pengajaran yang sangat penting
berkaitan dengan hubungan antara sesama di dalam gereja. Minggu lalu,
kita sudah membahas tentang hubungan antara setiap orang Kristen dengan
Allah. Dan hari ini, Tuhan Yesus membawa perhatian kita ke arah lain,
yakni hubungan
antara sesama. Kedua hal ini, hubungan
kita dengan Allah dan hubungan kita antara sesama,
secara langsung saling berkaitan. Apa itu hubungan yang sejati di antara
orang Kristen atau haruskah setiap orang Kristen saling berhubungan di
antara sesama mereka? Di sini Ia memberi kita peringatan dan dorongan.
Orang yang Menghakimi akan Menghadapi Penghakimannya Sendiri
Pertama, peringatannya adalah bahwa kita seharusnya tidak menghakimi.
Berbicara soal menghakimi, saya teringat pada satu kisah yang
menggambarkan sifat dari penghakiman itu. Kisah ini tentang seorang
kritikus seni yang sudah lanjut usia. Dia cukup ahli di dalam menilai
dan mengkritik lukisan. Sudah banyak waktu yang dihabiskannya untuk
mempelajari kritik seni dan sangat banyak buku tentang kritik seni yang
sudah dibacanya, sampai-sampai kesehatan matanya terganggu. Pada suatu
hari ia mengunjungi sebuah pameran lukisan yang besar, dan sesampainya
di tempat pameran ia baru menyadari bahwa kacamatanya tertinggal. Jadi
ia harus memelototi lukisan di sana dari jarak yang sangat dekat. Lalu
ia mulai menilai lukisan-lukisan yang dipamerkan. Tanpa henti ia mencela
setiap lukisan yang diamatinya, yang ini salah, yang itu tidak sesuai
proporsinya dan yang lain lagi tidak jelas gayanya. Setiap lukisan
mendapat giliran untuk dicela. Satu hal yang lucu dari para kritikus
seni adalah seringkali mereka sendiri tidak pernah berkarya tetapi
mereka fasih dalam mengkritik karya orang lain. Akhirnya kritikus tua
ini sampai pada sebuah pigura besar berwarna keemasan dan ia mendekatkan
wajahnya sedemikian rupa untuk mulai mengamati gambar yang ada di dalam
pigura itu. Sesudah cukup lama memandang, ia lalu mulai menyatakan
pendapatnya, "Potret ini buruk sekali! Bagaimana mungkin sebuah lukisan
yang sangat buruk dapat dipamerkan di galeri yang berkelas? Potret ini
benar-benar tidak memiliki proporsi dan wajah yang ditampilkan pun
sangat buruk". Dan ia menjadi sangat geram lalu mulai mencela pihak
galeri yang sudah memamerkan lukisan potret yang luar biasa buruknya.
Pada titik ini, saya rasa, beberapa dari Anda mungkin sudah dapat
menebak apa yang sedang ia amati di dalam pigura itu. Yang dia amati
adalah sebuah cermin, dan potret yang ia cela di dalam cermin itu adalah
wajahnya sendiri. Ketika ia sedang memarahi pihak galeri, istrinya
berkata, "Sayang, sabar dulu. Apa yang sedang kamu lihat itu sebuah
cermin." Demikianlah, pada saat ia sedang mengkritik, pada saat ia
mengira sedang mengkritik lukisan karya orang lain, ia mengakhirinya
dengan mengkritik diri sendiri dan memamerkan kebodohannya.
Pelajaran dari perikop ini sebetulnya adalah, sambil Anda menghakimi
orang lain, Anda sedang menghakimi diri Anda sendiri. Dan Tuhan Yesus
juga menyajikan contoh yang sangat lucu di dalam ayat-ayat tersebut.
Tuhan Yesus berkata, "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu", selumbar adalah benda yang
sangat kecil, "kamu sangat mampu melihat selumbar di mata saudaramu
tetapi kamu tidak mampu," di sini Tuhan Yesus menggunakan gambaran yang
sangat lucu, "melihat balok di matamu". Balok yang dibicarakan ini
adalah balok yang biasa dipakai sebagai penyangga atap. Biasanya berasal
dari batang utama sebuah pohon yang sisi-sisinya dipotong persegi dan
dipasang sebagai tiang utama. Tuhan Yesus gemar memakai kata yang
dilebih-lebihkan, sehingga perbedaan yang sangat menyolok itu akan
membuat gambaran yang diberikan menjadi sangat jelas. Gambaran seperti
itu sangat digemari oleh para kartunis karena sangat mengena dengan
pelajaran yang sedang diberikan.
Menghakimi - Cerminan Sikap Merasa Unggul
Mari kita perhatikan lebih teliti lagi pengajaran yang disampaikan oleh Tuhan Yesus ini. Pertama, Tuhan Yesus berkata, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." Menghakimi merupakan suatu kewenangan, kewenangan dari penguasa. Seorang hakim akan bertindak sebagai orang yang memiliki kewenangan atas diri Anda. Jika Anda berbuat salah, pemerintah akan memanggil Anda, atau menyeret Anda ke pengadilan, atau jika ada dua orang yang berselisih, mereka membawa persoalan tersebut kepada pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Hakim merupakan perwujudan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Jadi pada saat Tuhan Yesus berkata, "Jangan menghakimi", yang Ia maksudkan adalah, setiap orang dari antara kita tidak boleh menempatkan diri di atas orang lain. Ini adalah persoalan yang sangat mendasar di dalam hubungan sesama manusia, setiap orang ingin menganggap bahwa dirinya sendiri lebih baik dari orang lain dan dengan demikian merasa berhak untuk menghakimi orang lain. Contohnya, jika Anda berkata bahwa seseorang itu sombong, Anda secara tidak langsung sedang berkata bahwa Anda tidak sombong dan Anda berada di dalam posisi mengumumkan seseorang yang lain sebagai sombong. Jika Anda menyatakan seseorang itu sebagai salah, Anda sesungguhnya sedang berkata bahwa Anda lebih baik dari dia karena ia tidak tahu apa yang salah tapi Anda tahu apa yang salah. Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa sikap yang sedemikian di antara orang Kristen merupakan sumber masalah di dalam gereja. Di sini Tuhan Yesus sedang menangani suatu sikap. Sikap merasa lebih unggul dari orang lain.
Mari kita perhatikan lebih teliti lagi pengajaran yang disampaikan oleh Tuhan Yesus ini. Pertama, Tuhan Yesus berkata, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi." Menghakimi merupakan suatu kewenangan, kewenangan dari penguasa. Seorang hakim akan bertindak sebagai orang yang memiliki kewenangan atas diri Anda. Jika Anda berbuat salah, pemerintah akan memanggil Anda, atau menyeret Anda ke pengadilan, atau jika ada dua orang yang berselisih, mereka membawa persoalan tersebut kepada pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Hakim merupakan perwujudan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi. Jadi pada saat Tuhan Yesus berkata, "Jangan menghakimi", yang Ia maksudkan adalah, setiap orang dari antara kita tidak boleh menempatkan diri di atas orang lain. Ini adalah persoalan yang sangat mendasar di dalam hubungan sesama manusia, setiap orang ingin menganggap bahwa dirinya sendiri lebih baik dari orang lain dan dengan demikian merasa berhak untuk menghakimi orang lain. Contohnya, jika Anda berkata bahwa seseorang itu sombong, Anda secara tidak langsung sedang berkata bahwa Anda tidak sombong dan Anda berada di dalam posisi mengumumkan seseorang yang lain sebagai sombong. Jika Anda menyatakan seseorang itu sebagai salah, Anda sesungguhnya sedang berkata bahwa Anda lebih baik dari dia karena ia tidak tahu apa yang salah tapi Anda tahu apa yang salah. Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa sikap yang sedemikian di antara orang Kristen merupakan sumber masalah di dalam gereja. Di sini Tuhan Yesus sedang menangani suatu sikap. Sikap merasa lebih unggul dari orang lain.
Alkitab mengajarkan bahwa kita harus belajar untuk saling merendahkan
diri antara satu dengan yang lainnya, tunduk terhadap satu dengan lain,
bukannya berlaku seperti orang penting di hadapan yang lainnya. Itu
sebabnya di dalam Yohanes 13, Tuhan Yesus membasuh kaki murid-muridNya
dan mengatakan bahwa apa yang sudah Ia lakukan atas mereka harus mereka
lakukan pula terhadap orang lain. Membasuh kaki orang lain berarti
menjadi budak orang itu karena hal itu adalah pekerjaan yang dilakukan
oleh seorang budak bagi tuannya; membasuh kaki majikannya. Itu sebabnya
mengapa di dalam Filipi 2:3 dan Efesus 5:21 sekaligus, Paulus berkata
"Rendahkanlah dirimu seorang akan yang lain". Jangan malah berusaha
untuk menjadi tuan atas orang lain, jadilah hamba bagi orang lain. Untuk
tujuan itulah kita dipanggil olehNya. Saya meminta Anda untuk memikirkan
bahwa kalau di dalam gereja kita benar-benar dapat hidup seperti ini,
benar-benar merendahkan diri di hadapan orang lain dengan setulus hati,
seperti apa jadinya perubahan perilaku jemaat di dalam gereja? Seperti
apa jadinya gereja jika
kita tidak melirik ke arah orang lain dan menilai bahwa kita tidak lebih
buruk dari pada dia? Mengapa kita tidak mengekang hasrat untuk
membandingkan diri ini, bukankah hal itu sepenuhnya wewenang Allah?
Perilaku yang ingin menang sendiri ditujukan untuk menaikkan harga diri,
ego kita, agar kita merasa bahwa diri kita memiliki arti di dunia ini.
Namun manusia rohani tidak peduli dengan urusan nilai harga dirinya. Ia
hanya memperhatikan apa yang Allah nilai dari dirinya dan hal itu
membawa dampak yang kekal.
Tuhan Menghargai Orang yang Rendah Hati
Ada satu pelajaran yang diberikan oleh Tuhan kepada saya sepanjang waktu yaitu, "Jika kita ingin menjadi yang terbesar, maka kita harus menjadi yang terkecil di antara yang lain," menjadi hamba bagi yang lain. Jika Anda ingin menjadi yang terbesar di mata Allah, maka Anda harus menjadi yang terkecil di antara saudara-saudara seiman. Semakin Anda merasa berharga di dalam penilaian pribadi, atau di mata orang lain, semakin tidak berarti diri Anda di mata Allah. Mari kita ingat kembali pesan Natal pada waktu kita berkumpul bersama di saat-saat yang berbahagia ini. Saya mengingatkan akan hal itu karena ada satu kenyataan yang luar biasa yaitu bahwa Tuhan Yesus, jika kita cermati pelayananNya, selalu menunjukkan kepedulianNya kepada orang-orang yang dianggap tidak berarti oleh masyarakat dan tidak pernah tertarik pada mereka yang dipandang sebagai orang penting di tengah masyarakat. Ia menghabiskan saat senja bersama penduduk Samaria yang dijauhi oleh orang Yahudi dan bersama perempuan Samaria di pinggir sumur namun Ia tidak mengindahkan Herodes sedikitpun. Raja Herodes tidak dapat mendengarkan sepatah katapun dari Dia. Perhatikan juga bagaimana Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat yang mengira diri mereka sebagai orang-orang yang sangat terpelajar. Sebagai contoh, kita lihat dari dalam Matius 23, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik". Padahal ahli-ahli Taurat adalah mereka yang mendalami kitab suci. Namun lihatlah betapa lembutnya Ia kepada mereka yang sakit, lemah, remuk hati; orang-orang yang dipandang sepele oleh masyarakat.
Ada satu pelajaran yang diberikan oleh Tuhan kepada saya sepanjang waktu yaitu, "Jika kita ingin menjadi yang terbesar, maka kita harus menjadi yang terkecil di antara yang lain," menjadi hamba bagi yang lain. Jika Anda ingin menjadi yang terbesar di mata Allah, maka Anda harus menjadi yang terkecil di antara saudara-saudara seiman. Semakin Anda merasa berharga di dalam penilaian pribadi, atau di mata orang lain, semakin tidak berarti diri Anda di mata Allah. Mari kita ingat kembali pesan Natal pada waktu kita berkumpul bersama di saat-saat yang berbahagia ini. Saya mengingatkan akan hal itu karena ada satu kenyataan yang luar biasa yaitu bahwa Tuhan Yesus, jika kita cermati pelayananNya, selalu menunjukkan kepedulianNya kepada orang-orang yang dianggap tidak berarti oleh masyarakat dan tidak pernah tertarik pada mereka yang dipandang sebagai orang penting di tengah masyarakat. Ia menghabiskan saat senja bersama penduduk Samaria yang dijauhi oleh orang Yahudi dan bersama perempuan Samaria di pinggir sumur namun Ia tidak mengindahkan Herodes sedikitpun. Raja Herodes tidak dapat mendengarkan sepatah katapun dari Dia. Perhatikan juga bagaimana Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat yang mengira diri mereka sebagai orang-orang yang sangat terpelajar. Sebagai contoh, kita lihat dari dalam Matius 23, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik". Padahal ahli-ahli Taurat adalah mereka yang mendalami kitab suci. Namun lihatlah betapa lembutnya Ia kepada mereka yang sakit, lemah, remuk hati; orang-orang yang dipandang sepele oleh masyarakat.
Sikap
Yesus inilah yang harus kita teladani. Sejujurnya saya katakan, selalu
timbul rasa muak jika saya melihat gereja memberi penghormatan kepada
mereka yang dipandang penting oleh orang-orang dunia. Saya teringat pada
seorang pendeta yang saya kenal di Inggris pada waktu saya belajar di
sana. Saya beribadah di sana dan kemudian berkenalan dengannya.
Segalanya biasa-biasa saja pada awalnya. Belakangan ia mengetahui siapa
ayah saya, dan sikapnya terhadap saya segera berubah. Bukan sekadar
keramah-tamahan yang ditunjukkannya, namun sudah menjurus ke arah mengagung-agungkan
saya.
Sangat memuakkan. Secara rohani saya tidak menjadi lebih unggul hanya
karena kedudukan ayah saya. Keberadaan ayah saya pada dasarnya tidak
memberi pengaruh apa-apa bagi kedudukan saya di tengah jemaat dalam
pandangan Allah. Sekalipun ayah saya adalah seorang Kaisar, tetap tidak
membuat saya berbeda di mata Allah.
Yang
kita lihat sekarang ini adalah perilaku banyak sekali orang Kristen yang
seperti orang dunia. Dan jika mereka datang ke gereja, mereka menjadi
orang-orang penting karena mereka adalah orang penting di luar gereja.
Kita tidak meneladani bagaimana Allah menilai orang. Saya menjumpai hal
semacam ini sering terjadi di dalam gereja. Wah, seorang dokter pastilah
orang yang spesial. Bagi saya seorang dokter bukan apa-apa. Yang saya
perhatikan hanya kerohanian orang itu. Saya menyebutkan dokter karena
saya melihat bahwa di Hong Kong, para dokter memiliki kedudukan yang
khusus di tengah masyarakat, untuk alasan yang belum saya ketahui.
Mungkin karena mereka memiliki penghasilan yang lebih besar ketimbang
orang lainnya. Jadi kita dapat melihat di sini bahwa kita sudah sangat
dipengaruhi oleh cara pandang orang dunia, bahkan termasuk pendeta
karena banyak yang belum belajar untuk berpikir seperti cara Yesus
berpikir. Dengan demikian, kita menilai orang berdasarkan kedudukan
mereka di dunia. Saudara-saudaraku, hal ini sangat meracuni kehidupan
gereja.
Kita
harus belajar untuk menghormati terutama mereka yang paling rendah di
antara kita. Orang-orang penting itu sudah mendapat penghormatan yang
cukup dari dunia dan Anda tidak perlu menambah besar kepala mereka. Jadi
kita harus miliki sikap dasar yang satu ini, perubahan sikap seperti
yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, yaitu kita tidak bergiat untuk
meninggikan diri atau sebaliknya menjilat orang lain.
Tidak Menghakimi bukan Berarti Membutakan Mata terhadap Dosa
Di sini kita perlu mempertanyakan, demi pemahaman yang lebih tepat pada ajaran Tuhan Yesus, ketika Tuhan Yesus berkata "Jangan menghakimi", selain dari persoalan sikap, hal apa lagi yang Ia maksudkan? Pertama-tama perlu ditekankan sekali lagi bahwa hal utama yang Ia maksudkan adalah perkara sikap ketimbang tindakan. Jika Anda memiliki sikap yang benar, maka Anda tentu tidak mau melakukan hal yang salah. Namun sekalipun Anda sudah melakukan tindakan yang benar, belum tentu sikap Anda benar pula pada saat melakukan hal tersebut. Jadi ketika Tuhan Yesus berkata "Jangan menghakimi", apakah Ia sedang mengajarkan kita, sebagai contoh, untuk membutakan mata terhadap dosa yang terjadi di tengah jemaat? Ketika dosa terjadi di dalam gereja, saat ada perkara kesalahan yang serius terjadi di dalam jemaat, sebagai contoh, memberi penghormatan karena seseorang adalah orang penting di dunia, atau dosa yang lebih parah daripada itu, apakah kita harus membutakan mata kita dan berkata, "Saya tidak boleh menghakimi. Orang itu boleh berbuat dosa, semua orang boleh berbuat dosa, itu semua bukan urusan saya"? Atau mungkin ada seorang nabi palsu yang datang dan mengajarkan kesesatan kepada kita, haruskah kita berkata, "Saya tidak dapat menghakimi, biarkan saja dia mengajar sesuka hatinya"? Atau jika ada serigala berbulu domba yang masuk ke tengah jemaat dan memangsa domba-domba, kita hanya berkata, "Tidak dapat kita menghakimi dia. Kita menyebut dia serigala berbulu domba, berarti kita sudah menghakimi dia. Lebih baik saya tutup mulut."
Di sini kita perlu mempertanyakan, demi pemahaman yang lebih tepat pada ajaran Tuhan Yesus, ketika Tuhan Yesus berkata "Jangan menghakimi", selain dari persoalan sikap, hal apa lagi yang Ia maksudkan? Pertama-tama perlu ditekankan sekali lagi bahwa hal utama yang Ia maksudkan adalah perkara sikap ketimbang tindakan. Jika Anda memiliki sikap yang benar, maka Anda tentu tidak mau melakukan hal yang salah. Namun sekalipun Anda sudah melakukan tindakan yang benar, belum tentu sikap Anda benar pula pada saat melakukan hal tersebut. Jadi ketika Tuhan Yesus berkata "Jangan menghakimi", apakah Ia sedang mengajarkan kita, sebagai contoh, untuk membutakan mata terhadap dosa yang terjadi di tengah jemaat? Ketika dosa terjadi di dalam gereja, saat ada perkara kesalahan yang serius terjadi di dalam jemaat, sebagai contoh, memberi penghormatan karena seseorang adalah orang penting di dunia, atau dosa yang lebih parah daripada itu, apakah kita harus membutakan mata kita dan berkata, "Saya tidak boleh menghakimi. Orang itu boleh berbuat dosa, semua orang boleh berbuat dosa, itu semua bukan urusan saya"? Atau mungkin ada seorang nabi palsu yang datang dan mengajarkan kesesatan kepada kita, haruskah kita berkata, "Saya tidak dapat menghakimi, biarkan saja dia mengajar sesuka hatinya"? Atau jika ada serigala berbulu domba yang masuk ke tengah jemaat dan memangsa domba-domba, kita hanya berkata, "Tidak dapat kita menghakimi dia. Kita menyebut dia serigala berbulu domba, berarti kita sudah menghakimi dia. Lebih baik saya tutup mulut."
Sudah
pasti Tuhan Yesus tidak menghendaki kita untuk menjadi seperti itu. Ia
menyuruh kita untuk berwaspada, mampu mengenali serigala yang menyusup
dengan memakai bulu domba. Pimpinan gereja, khususnya, memiliki
tanggungjawab yang berat dalam hal ini. Dan ketika Tuhan Yesus berkata,
"Jika orang lain berbuat dosa terhadap kamu", apa yang akan Anda lakukan?
Anda akan berkata, "Biarkan saja, saya tidak mau menghakimi dia". Apakah
ini sikap yang benar? Apakah tindakan Anda membantu menyelamatkan dia,
jika Anda menutup mata terhadap dosa yang sudah terjadi? Tidak sama
sekali, di dalam Matius 18:15 dan selanjutnya, Tuhan Yesus berkata,
"Jika ada saudaramu yang berbuat dosa terhadap kamu, maka kamu harus
mendatangi dan menegurnya, katakanlah 'Saudaraku yang kekasih, engkau
sudah berbuat dosa. Apa yang engkau lakukan itu tidak benar'". Jika ia
tetap tidak mau mendengar, maka, "bawalah
seorang atau dua orang lagi saksi untuk berbicara kepadanya". Dan Jika
ia masih tidak mendengar maka
perkara ini harus dibawa ke tengah jemaat. Dan jika ia tetap tidak mau
mendengar teguran dari jemaat, maka gereja akan mengucilkan dia, dan dia
akan dipandang sebagai orang yang tidak percaya.
Jadi
kita melihat bahwa perkataan Tuhan Yesus "Jangan menghakimi" tidak
dimaksudkan agar kita menutup mata terhadap dosa. Lebih dari itu,
khususnya bagi para pengajar, ada tanggungjawab yang besar untuk
bertindak melawan dosa, melawan dosa yang hendak menjerat jemaat secara
keseluruhan. Saya teringat pada waktu saya sedang berbicara menentang
dosa di dalam jemaat, ada satu saudara yang datang dan berkata kepada
saya, "Tampaknya Anda memiliki kesombongan yang cukup tinggi untuk
menghakimi gereja". Saudara yang terkasih ini tampaknya belum mepelajari
Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama kita melihat para nabi,
hamba-hamba Allah, berseru kepada segenap bangsa Israel, mengutuk
dosa-dosa yang dilakukan oleh bangsa Israel. Tentu saja orang Israel
tidak akan mencintai nabi-nabi tersebut karena teguran mereka yang keras
itu. Yeremia dilemparkan ke dalam lubang dan diharapkan mati di sana,
untunglah ada orang yang datang dan menolongnya. Bangsa Israel membenci
para nabi karena mereka berteriak keras terhadap dosa-dosa.
Berbicara dengan Sikap yang Dilandasi oleh Kasih dan Kepedulian yang
mendalam
Hal paling aneh yang tampak dari mereka yang mencela karena keluarnya teguran terhadap dosa-dosa di dalam jemaat adalah para pencemooh itu sendiri merupakan orang-orang yang sangat kritis di dalam gereja. Perbedaan antara dua orang di dalam gereja bukanlah pada apa yang mereka lakukan tetapi pada sikap yang mendasari tindakan mereka. Yang satu berbicara menentang dosa karena kasih dan kepeduliannya yang mendalam terhadap jemaat. Namun sayangnya di dalam gereja ada banyak orang yang mengidap apa yang oleh para psikolog disebut sebagai 'inferiority complex (masalah kejiwaan akibat kurangnya rasa percaya diri, pent.)' dan mereka merupakan orang-orang yang sangat kritis karena mereka berhasrat sekali untuk meninggikan diri, mereka sangat berhasrat untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Dan orang-orang semacam ini gemar mengkritik orang lain di dalam gereja, mereka mengincar orang-orang tertentu di dalam lingkungan gereja yang membuat mereka merasa diri mereka sebagai orang yang paling benar. Orang-orang tersebut mengincar para tua-tua, para pimpinan dan termasuk pendeta gereja itu sendiri. Mereka dapat berkata kepada yang lainnya, "Lihat, saya bahkan mengkritik pendeta. Hal yang tidak akan berani engkau lakukan!" Di sini kita dapat membuat perbedaan berdasarkan sikap. Pertanyaannya adalah niat apa yang melandasi ucapan Anda? Seringkali Anda menyembunyikan niat yang sesungguhnya atau mengapa Anda mengucapkan sesuatu hal. Jika kita mencela seseorang, kita semua gemar berkilah bahwa hal itu demi kebaikan orang itu sendiri. Tetapi Tuhan Yesus sudah memperingatkan kita untuk berwaspada terhadap sikap kita.
Hal paling aneh yang tampak dari mereka yang mencela karena keluarnya teguran terhadap dosa-dosa di dalam jemaat adalah para pencemooh itu sendiri merupakan orang-orang yang sangat kritis di dalam gereja. Perbedaan antara dua orang di dalam gereja bukanlah pada apa yang mereka lakukan tetapi pada sikap yang mendasari tindakan mereka. Yang satu berbicara menentang dosa karena kasih dan kepeduliannya yang mendalam terhadap jemaat. Namun sayangnya di dalam gereja ada banyak orang yang mengidap apa yang oleh para psikolog disebut sebagai 'inferiority complex (masalah kejiwaan akibat kurangnya rasa percaya diri, pent.)' dan mereka merupakan orang-orang yang sangat kritis karena mereka berhasrat sekali untuk meninggikan diri, mereka sangat berhasrat untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Dan orang-orang semacam ini gemar mengkritik orang lain di dalam gereja, mereka mengincar orang-orang tertentu di dalam lingkungan gereja yang membuat mereka merasa diri mereka sebagai orang yang paling benar. Orang-orang tersebut mengincar para tua-tua, para pimpinan dan termasuk pendeta gereja itu sendiri. Mereka dapat berkata kepada yang lainnya, "Lihat, saya bahkan mengkritik pendeta. Hal yang tidak akan berani engkau lakukan!" Di sini kita dapat membuat perbedaan berdasarkan sikap. Pertanyaannya adalah niat apa yang melandasi ucapan Anda? Seringkali Anda menyembunyikan niat yang sesungguhnya atau mengapa Anda mengucapkan sesuatu hal. Jika kita mencela seseorang, kita semua gemar berkilah bahwa hal itu demi kebaikan orang itu sendiri. Tetapi Tuhan Yesus sudah memperingatkan kita untuk berwaspada terhadap sikap kita.
Jadi
ketika Tuhan Yesus berkata "Jangan menghakimi", Ia tidak menyuruh kita
untuk membutakan mata terhadap dosa namun kita harus menyerang dosa
dengan sikap yang benar. Lebih dari itu, rasul Paulus berkata kepada
kita bahwa para pimpinan gereja memiliki tanggungjawab untuk menghakimi
jemaat. Apakah lalu kita mendapati suatu pertentangan antara ucapan
Paulus bahwa "ia menghakimi" dan di pihak lain Yesus berkata, "Jangan
menghakimi"? Di dalam 1 Korintus 5:3, rasul Paulus berkata, "Telah
menjatuhkan hukuman atas dia". Yaitu terhadap orang yang telah melakukan
satu dosa besar di dalam jemaat; melakukan hubungan seksual dengan
anggota keluarga sendiri. Paulus di sini mengumumkan penghakiman dan
menjatuhkan hukuman atas orang yang melakukan dosa yang mengerikan ini.
Bagaimana mungkin Paulus menjatuhkan hukuman padahal Tuhan Yesus berkata
"jangan menghakimi"? Itulah sebabnya mengapa kita perlu memahami poin
penting yang pertama dari pernyataan itu. "Tidak menghakimi" menurut
Tuhan Yesus berkaitan erat dengan masalah sikap.
Poin
yang kedua perlu kita pahami sejalan dengan penelaahan kita terhadap
ajaran Tuhan adalah melihat konteksnya secara keseluruhan. Yesus berkata
kepada murid-muridNya untuk tidak menghakimi, namun di dalam lingkungan
gereja ada beberapa orang yang diberi tanggungjawab besar untuk
menghakimi. Jadi, tidak menghakimi merupakan satu pedoman umum, namun
ada beberapa orang di dalam gereja, seperti tua-tua dan para pemimpin
yang lain yang memegang tanggungjawab untuk menghakimi sebagaimana
contoh yang terdapat di dalam 1 Timotius 5:17. Tetapi Anda mungkin
berkata bahwa jika para pemimpin boleh menghakimi sementara yang lain
tidak maka itu menjadi tidak adil. Mari kita lihat lagi pengajaran Tuhan,
yaitu jika Anda menghakimi maka Anda akan menghadapi penghakiman dari
Allah. Para tua-tua dan orang-orang yang diberi tanggungjawab oleh Allah
untuk menghakimi, bukanlah orang-orang yang bertindak sembarangan dalam
melakukan tugasnya, penghakiman hanya dilakukan jika memang benar-benar
diperlukan. Setiap orang, pendeta ataupun tua-tua, yang tidak mengasihi
dan menyayangi jemaatnya tidak layak untuk menjadi pemimpin jemaat. Bagi
orang-orang seperti itu, tanggungjawab penghakiman tidak layak mereka
emban.
Dalam
hal menghakimi. Kata "hakim" di sini dipahami dalam pengertian mengutuk,
yaitu menjatuhkan hukuman ke atas seseorang atau menetapkan hukuman yang
akan dijatuhkan atas seseorang. Jadi kita dapati di sini bahwa
menghakimi, mengutuk, secara jelas bertentangan dengan keselamatan,
dikaitkan dengan isi Matius pasal 7. Di dalam Yohanes 12:47, kita dapati
bahwa Tuhan Yesus datang bukan untuk menghakimi tetapi untuk
menyelamatkan. Di sini kita dapati ada perbedaan antara menghakimi
dengan menyelamatkan, antara mengutuk dan menyelamatkan, antara
mengucilkan seseorang dengan memaafkan dosanya. Kita lihat bahwa pada
saat kita menghakimi, mengutuk seseorang, maka kita tidak sedang
mempedulikan keselamatannya. Jadi semua itu menunjukkan kepada kita
bahwa sikap kita terhadap saudara seiman tidak boleh dilandasi oleh
pikiran bahwa kita lebih baik daripada mereka. Jika seorang pendeta
merasa lebih baik daripada orang lain di dalam gereja, ia tidak layak
menjadi pendeta. Di dalam pengertian mengutuk, tidak ada seorangpun yang
diberi kewenangan untuk itu di dalam lingkungan jemaat. Namun di dalam
pengertian menyatakan penghakiman berdasarkan firman Allah,
kewenangannya diberikan kepada para hamba Allah. Akan tetapi sekalipun
demikian, pelaksanaanya tidak pernah dilakukan di dalam semangat untuk
mengutuk, melainkan untuk menyelamatkan. Jadi di dalam 1 Korintus 5,
sebagai contoh, ketika Paulus menghukum orang tersebut dengan kebinasaan
tubuh, tujuan akhirnya tetap agar supaya rohnya dapat diselamatkan,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Paulus dalam ayat yang sama. Tak
seorangpun, tidak satu manusiapun diberi kewenangan untuk mengutuk atau
menjatuhkan hukuman secara final, yang berarti memisahkan orang tersebut
dari keselamatan.
Kasih kepada Diri sendiri Membutakan kita dari Kenyataan Hidup kita
Sejalan dengan penelaahan kita atas perkara sikap ini, kita sampai pada poin yang berikutnya, mengapa ada orang yang gemar mengutuk orang lain? Di sini Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan yang sangat menarik dalam ayat yang ketiga. Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan ini: mengapa kamu melihat selumbar di mata saudaramu tetapi balok di matamu sendiri tidak kau lihat? Ini adalah pertanyaan yang menarik, mengapa? Apa jawaban Anda terhadap pertanyaan ini? Mengapa kita begitu terampil dalam melihat kesalahan orang lain namun buta terhadap kesalahan sendiri? Lalu apa jawaban Anda terhadap pertanyaan Yesus ini? Jika Anda mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan ini, Anda akan mendapati bahwa Anda sedang disoroti oleh mata rohani yang sedang menyelidiki isi hati Anda.
Sejalan dengan penelaahan kita atas perkara sikap ini, kita sampai pada poin yang berikutnya, mengapa ada orang yang gemar mengutuk orang lain? Di sini Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan yang sangat menarik dalam ayat yang ketiga. Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan ini: mengapa kamu melihat selumbar di mata saudaramu tetapi balok di matamu sendiri tidak kau lihat? Ini adalah pertanyaan yang menarik, mengapa? Apa jawaban Anda terhadap pertanyaan ini? Mengapa kita begitu terampil dalam melihat kesalahan orang lain namun buta terhadap kesalahan sendiri? Lalu apa jawaban Anda terhadap pertanyaan Yesus ini? Jika Anda mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan ini, Anda akan mendapati bahwa Anda sedang disoroti oleh mata rohani yang sedang menyelidiki isi hati Anda.
Hal
ini mengingatkan saya pada seorang wanita di Liverpool. Ada orang-orang
yang sangat kritis dalam menanggapi segala sesuatu di dalam gereja dan
Anda akan terbiasa berhadapan dengan mereka. Wanita ini mendatangi saya
dan berkata, "Salah satu pimpinan di dalam gereja Anda terlihat sedang
berjalan sambil bergandengan tangan dengan kekasihnya." "Benarkah begitu?
Di mana hal itu terjadi?" tanya saya. "Oh, kejadiannya di salah satu
pusat perbelanjaan. Bayangkan, seorang pimpinan gereja berjalan sambil
bergandengan tangan dengan kekasihnya, Anda bisa bayangkan hal itu?
Bagaimana mungkin orang seperti ini bisa menjadi pimpinan gereja?" Ini
merupakan hal yang sangat menakjubkan. Saya belum melihat apakah
bergandengan tangan seperti itu sudah merupakan hal yang berdosa. Apa
lagi orang yang dimaksudkan itu sedang menjelang saat-saat pertunangan
dengan kekasihnya. Akan tetapi wanita ini sudah langsung bereaksi keras
karena perkara tersebut, mungkin dengan tujuan agar saya memecat
pimpinan tersebut. Namun pribadi wanita ini sendiri, jika Anda meneliti
kehidupannya, justru menimbulkan pertanyaan yang lebih serius ketimbang
sekadar masalah bergandengan tangan. Ia sendiri sudah bercerai dari
suaminya dan menjalani hidup serumah dengan seseorang tanpa kejelasan
apakah mereka sudah menikah atau belum. Menurut beberapa laporan, mereka
belum terikat dalam pernikahan. Saya tidak tahu kepastiannya dan saya
masih belum meminta mereka untuk menujukkan surat nikahnya. Ia sendiri
bercerai dan tinggal serumah bersama orang lain, tetapi masih berani
datang kepada saya untuk mengecam orang lain yang berjalan bergandengan
tangan. Dapatkah Anda membayangkan hal itu? Saudara-saudara sekalian,
apakah Anda mengira bahwa Tuhan Yesus sedang membesar-besarkan masalah
dalam membicarakan selumbar dan balok? Coba pikirkan hal ini, dalam
contoh tadi kita melihat seorang dengan balok yang melekat di matanya
sedang mengecam selumbar di mata orang lain. Apa yang akan terjadi
dengan Anda jika ada balok yang melekat di mata Anda? Dapatkah Anda
membayangkan hal itu? Anda akan menjadi buta, bukankah demikian? Anda
tidak akan mampu melihat hal-hal apa pun. Lihat, orang ini, dengan balok
yang melekat di matanya, mengecam selumbar di mata orang lain. Suatu hal
yang sangat mengesankan!
Akan
tetapi saudara dan saudari yang kedapatan berjalan sambil bergandengan
tangan ini, keduanya sangat setia kepada Tuhan. Saya tidak menemukan
alasan untuk meragukan kesetiaan mereka. Sedangkan terhadap wanita
tersebut pertanyaan yang muncul justru sangat besar. Saya sangat
mengenali kedua saudara tersebut, karena mereka sudah menyerahkan hidup
mereka untuk melayani Tuhan sepenuh waktu, mereka tidak akan melakukan
hal yang akan mempermalukan nama Tuhan terutama di tempat umum. Lebih
baik mereka bergandengan tangan di muka umum ketimbang melakukan hal
yang memalukan di tempat tersembunyi. Kedua orang ini sekarang sudah
menikah dan melanjutkan pelayanan mereka dengan sangat setia. Dan
bagaimana dengan wanita yang melontarkan kecaman itu? Ia tidak sering
hadir di gereja. Jika hadir, itu pun hanya untuk melontarkan kecaman.
Atau jika ia memberikan persembahan, ia akan memastikan bahwa semua
orang melihat persembahannya. Dilambaikannya lembaran 5 pound sambil
berkata, "Lihat, saya punya persembahan untuk gereja. Jangan beritahu
siapa-siapa." Itu sebabnya mengapa Tuhan berkata, "Munafik! Kamu tidak
melihat balok yang ada di matamu tetapi kamu merasa perlu untuk menolong
orang lain". Kita memang masih belum menjawab pertanyaan Tuhan Yesus,
mengapa kita begitu terampil mencari-cari kesalahan orang lain tetapi
tidak melihat kesalahan besar di dalam diri sendiri?
Saya
beritahu Anda sesuatu, jika Anda mendengar seseorang melontarkan kecaman,
hal pertama yang dapat Anda lakukan adalah meneliti kehidupan orang itu.
Dari pengalaman saya, saya mempelajari bahwa orang yang paling kritis
adalah orang yang sedang menghadapi persoalan rohani yang paling parah
dalam hidupnya. Orang-orang semacam ini masih belum, seperti yang sudah
kita pelajari di dalam Matius pasal 6, membereskan hubungan mereka
dengan Tuhan. Ada sesuatu yang sangat salah yang sedang terjadi dengan
mereka. Tanpa ada kasih, yang hadir adalah sekadar kekritisan. Tanpa
adanya kasih yang tulus, memang hanya kekritisan saja yang akan muncul.
Jangan pernah percaya pada orang yang berkata kepada Anda, "Aku
mengasihi kamu, itu sebabnya aku mengkritik kamu." Ini sepenuhnya adalah
kemunafikan. Jangan percaya sepatah kata pun. Orang yang mengasihi Anda
akan datang langsung kepada Anda dan berkata, "Saudara, engkau sudah
melakukan hal ini, saya sebenarnya enggan mengatakan hal ini kepadamu,
tetapi..." Dan ia tidak akan pernah mengatakan ketidak-setujuannya dengan
Anda atau tentang kelemahan Anda kepada orang lain. Ia tidak akan pernah
menyebarkan ketidak-puasannya dengan anda kepada orang lain. Anda adalah
satu-satunya orang yang mengetahuhi hal itu. Itulah kasih! Ada orang
yang berkata kepada Anda, "Saya tidak setuju dengan Anda", tetapi mereka
tidak memberitahu apa yang tidak mereka setujui itu. Mereka membiarkan
Anda menebak dalam kegelapan. Orang lain tahu bahwa ia tidak sepakat
dengan Anda tetapi Anda sendiri tidak tahu mengapa. Itukah yang disebut
kasih? Dalam pengertian apa? Ini adalah kemunafikan yang paling parah.
Jadi Anda dapat melihat jika tidak ada kasih, maka watak pengecam akan
hadir.
Perhatikan sepasang suami istri. Pada masa awal pernikahan mereka, oh
betapa manisnya, bukankah demikian? Seperti surga di bumi, mereka
bergandengan tangan setiap saat, saling menatap, sangat indah. Tunggu
sampai dua tahun berlalu! Dan dalam kasus beberapa pasangan, Anda malah
tidak perlu menunggu sampai dua tahun. Lalu apa yang terjadi? Mulai
muncul pertengkaran kecil. "Mengapa kamu selalu melakukan hal seperti
itu?" Lalu yang satunya menyahut, "Mengapa harus dengan cara lain?" Dan
dimulailah perselisihan itu, selanjutnya Anda akan melihat pertengkaran
mereka semakin sengit. Anda tahu mengapa? Itu karena landasan kasih yang
sangat lemah. Saya harap setiap pasangan yang akan menikah benar-benar
memastikan bahwa mereka memang saling mengasihi dan bukannya sekadar
saling menyukai. Anda yang menjadi anak-anak dari pasangan seperti itu,
atau memiliki kerabat maupun sahabat yang dasar pernikahannya seperti
itu, tentu sudah pernah melihat perselisihan yang keras di antara mereka
di saat kasih sudah memudar. Cinta memudar dan watak pengecam menjadi
pembawaan kedua pihak, mengecam setiap saat. Komitmen asli mereka,
cintanya sudah hilang. Yang tinggal hanyalah komitmen kepada diri
sendiri. Saya akan memaksakan cara saya, itulah jalan yang harus
dilakukan. Jika dua orang sudah mulai saling memaksakan kehendak, maka
itu berarti akhir dari pernikahan mereka. Itu sebabnya mengapa di dalam
1 Korintus 13 dikatakan, "Kasih tidak mencari keuntungan sendiri, kasih
tidak akan memaksakan kehendak ke atas orang lain". Kasih akan berkata,
"Apa yang engkau inginkan?"
Kembali kepada pertanyaan, mengapa kamu melihat selumbar di mata orang
lain? Jawabannya sekarang jelas, dan jawaban itu adalah karena Anda
sebenarnya tidak pernah mengasihi orang tersebut sama sekali. Dan
mengapa Anda tidak dapat melihat balok di mata Anda sendiri? Itu karena
Anda mengasihi diri Anda sendiri. Pernahkah Anda memperhatikan, dalam
pandangan seorang ibu yang menyayangi anaknya, si anak tidak pernah
berbuat salah. Anak itu menabrak mobil orang lain, melakukan berbagai
hal yang buruk, dan si ibu akan berkata, "Tidak mungkin, dia anak yang
baik. Itu hanya sebuah kecelakaan." Ia tidak pernah memandang anaknya
bersalah. Pada saat Anda mencintai seseorang sedemikian mesranya, segala
perbuatannya akan terlihat benar di mata Anda. Itu sebabnya mengapa
dikatakan "cinta itu buta". Buta, mereka tidak dapat melihat
kesalahannya. Kasih seperti ini, jika Anda mengasihi diri Anda sendiri
sedemikian rupa, Anda tidak akan dapat melihat kesalahan Anda sekalipun
sebuah balok melekat di mata Anda, Anda tidak akan memperhatikannya.
Karena Anda tidak mengasihi orang lain, maka semua kesalahan mereka akan
langsung tampak. Anda menyayangi anak Anda, dia tidak pernah berbuat
salah. Anak orang lain itulah yang berkelakuan buruk, orang tua mereka
tidak tahu cara mendidik anak. Semua yang lain buruk, lihat anak saya,
yang terbaik di dunia.
Kita Diharuskan untuk Mengasihi dan Bukannya untuk Mengecam
Jadi Anda dapat memahami sekarang mengapa Tuhan Yesus mengatakan hal ini. Alasan dalam menghakimi, alasan mengapa kita tidak boleh menghakimi karena hal itu mengobarkan sikap mengutuk yang tidak boleh ada dalam diri setiap murid dalam hubungan mereka dengan orang lain. Kita hadir di dunia ini untuk saling mengasihi dan bukannya untuk menempatkan diri di atas orang lain. Tetapi mungkin akan ada yang berkata, "Tetapi Anda sendiri mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak mengijinkan kita untuk membutakan mata terhadap dosa". Dan tidak ada satu orang pun yang tidak berdosa, jadi Anda merasa memiliki banyak amunisi. Tidakkah itu berarti bahwa saya boleh menatap ke arah orang lain dan berkata, "Aha, orang ini berdosa, saya akan mengecamnya"? Yesus berkata bahwa kita tidak boleh menutup mata terhadap dosa. Jadi bagaimana dengan dosa Anda sendiri? Jika Anda mendebat dengan cara ini, hal itu hanya menunjukkan sekali lagi bahwa Anda masih belum memiliki sikap yang benar. Sikap adalah titik awal. Anda dapat melihat hal itu di dalam cara orang bertutur kata terhadap Anda tentan g hal-hal ini. Jika kita benar-benar mengasihi seseorang, kita tidak akan memiliki alasan untuk mengecam orang lain.
Jadi Anda dapat memahami sekarang mengapa Tuhan Yesus mengatakan hal ini. Alasan dalam menghakimi, alasan mengapa kita tidak boleh menghakimi karena hal itu mengobarkan sikap mengutuk yang tidak boleh ada dalam diri setiap murid dalam hubungan mereka dengan orang lain. Kita hadir di dunia ini untuk saling mengasihi dan bukannya untuk menempatkan diri di atas orang lain. Tetapi mungkin akan ada yang berkata, "Tetapi Anda sendiri mengatakan bahwa Tuhan Yesus tidak mengijinkan kita untuk membutakan mata terhadap dosa". Dan tidak ada satu orang pun yang tidak berdosa, jadi Anda merasa memiliki banyak amunisi. Tidakkah itu berarti bahwa saya boleh menatap ke arah orang lain dan berkata, "Aha, orang ini berdosa, saya akan mengecamnya"? Yesus berkata bahwa kita tidak boleh menutup mata terhadap dosa. Jadi bagaimana dengan dosa Anda sendiri? Jika Anda mendebat dengan cara ini, hal itu hanya menunjukkan sekali lagi bahwa Anda masih belum memiliki sikap yang benar. Sikap adalah titik awal. Anda dapat melihat hal itu di dalam cara orang bertutur kata terhadap Anda tentan g hal-hal ini. Jika kita benar-benar mengasihi seseorang, kita tidak akan memiliki alasan untuk mengecam orang lain.
Jadi
hal ini menjadi pokok yang sangat menarik bagi yang mempelajari teologi.
Penganut aliran liberal adalah kelompok yang paling kritis. Mereka akan
selalu siap untuk mengecam setiap orang. Kritik mereka pandang sebagai
kebenaran. Mereka berpendapat bahwa orang yang belajar teologi berarti
memasuki pelatihan untuk mengkritik. Jika Anda tidak mengkritik maka
Anda bukanlah teolog yang baik. Dan apa yang mereka lakukan? Mereka
mengkritik Paulus, mereka mengkritik Yohanes. Mereka berkata bahwa
Paulus plin-plan di bagian ini dan bagian itu. Ini semua, mereka anggap
sebagai tanda kecendekiawanan mereka, dengan cara itulah kita harus
berbicara. Kenyataannya, di dalam pandangan kaum liberal, tidak ada satu
orang pun yang tidak dapat dikritik. Setiap orang dikecam dengan
berbagai cara, mulai dari para nabi sampai para rasul Perjanjian Baru.
Semua orang dikritik. Teolog liberal merasa berhak mengkritik setiap
orang. Dan sejujurnya saya katakan kepada Anda, sekalipun saya
mempelajari buku-buku mereka, buku-buku penting yang mereka tuliskan,
tidak jarang saya merasa muak sampai-sampai saya memberi catatan pinggir
di dalam beberapa buku tersebut. Orang-orang ini merasa bahwa mereka
lebih tahu dari Paulus, Yohanes, Yesaya maupun Yeremia. Mereka lebih
tahu dari setiap orang. Hal yang paling disayangkan dari orang-orang
seperti Paulus dan Yohanes adalah bahwa mereka tidak pernah mendapat
kesempatan untuk duduk bersimpuh di kaki para teolog besar abad ke dua
puluh ini. Seandainya saja mereka mendapat kesempatan itu, maka mereka
akan menjadi lebih besar dari apa yang sudah ada, begitu menurut para
teolog ini. Dan sekali kita melakukan hal yang seperti itu, Anda tidak
akan terkejut jika saya berkata bahwa Anda akan mengkritik bahkan Yesus
sendiri. Anda tidak dapat lagi melihat batasan, sekali Anda mengambil
sikap seperti itu, di mana Anda akan berhenti?
Jadi
saya beritahukan Anda, saudara-saudara, berhati-hatilah dalam menelaah
ucapan Yesus dan sikap yang benar tidak akan membuat Anda merasa
"Karena
saya seorang teolog, seorang cendekiawan, maka tugas saya adalah
mengkritik orang lain." Allah tidak pernah memberi Anda tugas seperti
itu, jadi Anda boleh mempertimbangkan untuk berhenti melakukan tugas
seperti itu. Di dalam Galatia 5:15, rasul Paulus mengingatkan jemaat
di
Galatia dengan kata-kata seperti itu. Ia berkata, "Tetapi jikalau kamu
saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan
kamu saling membinasakan". Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang di
Galatia sudah jatuh dalam kesalahan yaitu tidak mendengarkan
pengajaran
Yesus ini. Mereka merasa bahwa mereka dapat mengkritik setiap orang.
Itu
tidak apa-apa, sudah tugas kita. Dan Paulus berkata, "Tetapi jikalau
kamu saling mengigit dan saling menelan", artinya saling memakan, maka
kamu semua akan menelan habis satu sama lain. Pada akhirnya tidak akan
ada yang tersisa. Paulus berkata, "Jika kamu saling menggigit seperti
hewan aduan, maka kamu akan saling memakan." Anda pikir, jika Anda
masuk
di tengah jemaat seperti ini, kesaksian macam apa yang dapat mereka
tampilkan kepada orang Kristen yang baru atau kepada orang yang bukan
Kristen? Jika kita mengasihi Allah, jika kita mengasihi umatNya, kita
mengasihi jemaatNya, akankah kita datang ke gereja dan berkata, "Saya
tidak setuju dengan kamu, Saya tidak setuju dengan kamu dan saya juga
tidak senang orang
itu?
Kesaksian macam apa ini? Jika Anda tidak setuju dengan seseorang,
datang
dan berbicaralah kepada mereka, selesaikan persoalan tersebut dengan
mereka. Anda tidak perlu menyiarkan perkara ini kepada setiap orang
bahwa Anda sedang berselisih dengan seseorang. Apakah kita tidak
mempedulikan ketenteraman orang Kristen yang baru dan orang non
Kristen?
Tidakkah Tuhan Yesus berkata, "Dengan inilah setiap orang akan
mengetahui bahwa kamu adalah muridKu, bahwa kamu sekalian saling
mengasihi." Dan kita sudah memahami bahwa di mana ada watak pengecam,
maka tidak ada kasih.
Rahasia kehidupan Kristen - Efek Timbal Balik dari Tindakan kita
Sekarang kita sampai pada poin kesimpulan. Di sini Tuhan Yesus memberi kita peringatan dan dorongan sekaligus, peringatannya adalah: Ia berkata di awal Matius pasal 7, "Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." Ukuran yang Anda tetapkan akan menjadi ukuran yang Anda hadapi. Saya beritahukan kepada Anda bahwa hal ini adalah prinsip penting yang menjadi landasan yang harus diketahui oleh setiap orang Kristen. Inilah rahasia kehidupan orang Kristen yang perlu Anda ketahui benar-benar. Apa rahasia itu? Bagaimana cara anda bertindak akan menjadi cara yang dipakai Allah dalam berurusan dengan Anda. Terapkanlah prinsip ini, dan Anda akan melihat bahwa hal itu mencakup keseluruhan kehidupan Kristen Anda. Ini adalah prinsip terpenting yang perlu dipahami oleh setiap orang Kristen. Jika Anda tidak mengampuni seorang saudara seiman, Anda tidak akan diampuni. Anda menghakimi saudara seiman, maka Allah akan menghakimi Anda. Semakin berat kutukan Anda, semakin berat pula Allah akan mengutuk Anda. Sangat mengerikan. Ini adalah bagian peringatan dari ajaran Tuhan.
Sekarang kita sampai pada poin kesimpulan. Di sini Tuhan Yesus memberi kita peringatan dan dorongan sekaligus, peringatannya adalah: Ia berkata di awal Matius pasal 7, "Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." Ukuran yang Anda tetapkan akan menjadi ukuran yang Anda hadapi. Saya beritahukan kepada Anda bahwa hal ini adalah prinsip penting yang menjadi landasan yang harus diketahui oleh setiap orang Kristen. Inilah rahasia kehidupan orang Kristen yang perlu Anda ketahui benar-benar. Apa rahasia itu? Bagaimana cara anda bertindak akan menjadi cara yang dipakai Allah dalam berurusan dengan Anda. Terapkanlah prinsip ini, dan Anda akan melihat bahwa hal itu mencakup keseluruhan kehidupan Kristen Anda. Ini adalah prinsip terpenting yang perlu dipahami oleh setiap orang Kristen. Jika Anda tidak mengampuni seorang saudara seiman, Anda tidak akan diampuni. Anda menghakimi saudara seiman, maka Allah akan menghakimi Anda. Semakin berat kutukan Anda, semakin berat pula Allah akan mengutuk Anda. Sangat mengerikan. Ini adalah bagian peringatan dari ajaran Tuhan.
Kita
dapati prinsip ini diterapkan di dalam Alkitab secara harfiah sampai ke
perinciannya. Kita lihat contohnya. Daud melakukan dosa yang berat
ketika ia merampas istri orang lain. Namun dia secara aneh dapat lolos
dari jerat hukum. Alasannya adalah karena dia seorang raja. Ia mengambil
wanita ini dari suaminya dengan cara yang tampaknya tidak menyalahi
hukum Taurat. Karena ia seorang raja dan pimpinan tertinggi
angkatan perang. Dan suami wanita ini adalah seorang prajurit dalam
pasukannya. Dan yang lebih mengerikan adalah suami wanita ini seorang
yang sangat setia dan sangat diandalkan dalam pasukan. Jadi dalam rangka
merebut istrinya, Daud menjalankan tindakan yang jahat. Ia mengirim
lelaki ini ke medan perang dengan titipan pesan kepada panglima di
lapangan untuk menempatkannya di bagian yang paling berbahaya dalam
perang. Lalu lelaki ini terbunuh. Apakah Daud melakukan hal yang
melanggar hukum? Tidak! Ia melakukannya sesuai kewenangan yang dimiliki.
Di dalam hukum manusia, ia tidak berbuat salah. Dan tentu saja, sesudah
suaminya meninggal, Daud bebas untuk menikahi wanita ini. Sekali lagi,
tidak ada pelanggaran hukum. Tidak ada yang salah bagi seorang lelaki
yang menikahi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.
Tetapi mata Allah tertuju pada hatinya. Sekalipun ia tidak bersalah di
bawah hukum manusia, mata Allah melihat isi hati Daud dan apa alasan
dari semua perbuatannya. Lalu terdapat seorang hamba Allah, Natan, orang
yang tidak kita ketahui banyak tentang dirinya. Ia bukanlah nabi yang
terkenal, datang dan berbicara kepada Daud. Dan Natan berkata, "Tuanku,
saya ingin mengadukan satu perkara kepadamu." Dan ia mulai menjelaskan
perkara itu kepada Daud, yang sebagai raja juga merupakan hakim. Daud
memutuskan hukuman atas perkara ini. Begini ceritanya. Natan bercerita
tentang seseorang yang memiliki seekor anak domba betina, dan itu
satu-satunya domba miliknya. Anak domba betina ini sangat berharga bagi
orang tersebut sehingga tidur pun di atas pangkuannya. Peliharaan yang
paling disayanginya karena memang itulah satu-satunya yang ia miliki.
Lalu ada seorang kaya yang memiliki banyak kambing domba tetapi ia
menghendaki anak domba betina si miskin ini. Lalu ia merampas anak domba
itu dari si miskin. Dan Daud menjadi sangat marah atas hal itu. Anda
lihat di sini, ia dapat melihat selumbar di mata orang tetapi tidak
dapat melihat balok yang ada di matanya sendiri. Ia sangat marah,
"Sangat keterlaluan orang ini, ia sudah punya banyak domba tetapi masih
mengambil domba si miskin." Lalu ia berkata, "Aku tetapkan bahwa ia
harus mengganti rugi empat kali lipat." Dengan kata lain, satu anak
domba yang sudah diambilnya itu, harus diganti dengan empat ekor.
Lalu
Natan menatap ke arah Daud dan berkata, "Engkaulah orang itu". Apa yang
terjadi? Daud sudah menyatakan penghakiman atas dirinya sendiri. Daud
menetapkan penghakiman dan Natan berkata "Engkaulah orang itu". Domba
yang diambil oleh Daud adalah istri perwira tersebut. Dan Allah
menjatuhkan hukuman tepat seperti yang sudah ditetapkan oleh Daud. Daud
kehilangan empat anaknya. Sungguh luar biasa firman Allah, begitu tepat.
Daud harus menebus sesuai dengan penghakiman yang sudah ia tetapkan,
yang sudah ia ucapkan sendiri. Di dalam kenyataannya, peristiwa kematian
pertama terjadi hanya beberapa ayat kemudian di dalam 2 Samuel 12:5-6,
Anda dapat membaca bagian itu. Lalu kita dapati di dalam ayat 14 terjadi
kematian yang pertama. Belakangan kita melihat lagi peristiwa kematian
anak Daud yang dibunuh oleh putranya yang lain. Tragedi menyedihkan yang
memperlihatkan watak saling membunuh di antara sesama anak. Dan
begitulah selanjutnya sampai Daud kehilangan empat putra. Anda lihat di
sini bahwa apa yang keluar dari mulut Anda, ukuran yang Anda pakai untuk
menghakimi, akan Anda hadapi dalam penghakiman Allah.
Jadi
sekarang kita dapat memahami makna dari kisah kritikus seni yang sedang
menghakimi dirinya sendiri ketika ia menatap ke arah cermin yang
dikiranya sebagai lukisan. Yang Anda amati adalah diri Anda sendiri,
saudara-saudara. Pada saat Anda mengecam saudara seiman, Anda sedang
mengumumkan penghakiman atas diri Anda sendiri. Jadi inilah sisi
negatifnya, peringatan bahwa apa yang Anda ukurkan kepada orang lain
akan diukurkan kepada Anda, Daud menetapkan empat kali lipat dan ia
kehilangan empat putranya tepat seperti yang dia ukurkan.
Namun
di sini ada juga bagian baiknya, sisi yang menghiburkan, yaitu cara Anda
mengasihi dan memperhatikan saudara-saudara yang lain akan diukurkan
juga ke dalam kasih dan perhatian Allah kepada Anda. Dan ini berkaitan
dengan pasal sebelumnya yang kita bahas minggu lalu. Jika
saudara-saudara Anda membutuhkan sesuatu dan Anda menolongnya, Anda
boleh yakin, jika Anda melakukan hal itu dengan sikap yang benar
tentunya, bahwa Allah akan memperhatikan Anda dengan ukuran yang sama.
Jadi Anda dapat melihat bahwa semakin Anda memberi kepada Allah, semakin
banyak Anda menerima dariNya dalam pengertian kasih, perawatan dan
berkat rohani. Dan Anda boleh yakin juga bahwa jika Anda membantu
saudara-saudara yang kekurangan, maka Anda sendiri tidak akan kekurangan.
Dan hal luar biasa yang akan Anda temui adalah semakin Anda mengorbankan
diri dalam menolong saudara seiman, sampai Anda sendiri mengalami
kesulitan keuangan misalnya, Anda akan mendapati bahwa Allah tidak
pernah mengecewakan Anda. Ia akan memastikan bahwa Anda tidak akan
pernah sampai kekurangan pada saat Anda menghadapi kebutuhan.
Dan
jika Anda sudah memahami hal ini, Anda tidak akan pernah takut dan
menahan-nahan bantuan Anda terhadap orang lain. Pernah terjadi seorang
saudara seiman yang sedang membutuhkan uang mendapat bantuan dari
saudara yang lain. Dan ketika ia menerima uang itu, ia mendapati ada
saudara lain yang lebih memerlukan uang tersebut, dan ia menyerahkan
uang pinjaman itu untuk memberi pertolongan. Tidak peduli pada
keperluannya sendiri, ia memberikan uang itu kepada orang yang lebih
membutuhkan. Lalu Allah menyediakan baginya uang lagi bagi keperluannya.
Hasilnya Anda lihat sendiri, tidak pernah ada kekurangan, semakin banyak
Anda memberi semakin banyak Anda menerima. Ini adalah prinsip yang dapat
Anda uji dalam kehidupan sehari-hari, jika Anda memiliki iman dan
keberanian untuk mencobanya, karena iman dan keberanian berjalan bersama.
Banyak orang menjadi penakut karena mereka tidak memiliki iman. Banyak
orang yang ingin tahu, bagaimana saya bisa mengetahui bahwa Allah itu
nyata? Allah sudah menyediakan satu prinsip di sini yang dapat kita
pakai untuk membuktikannya. Sangat mudah bagi Anda untuk mencobanya.
Bukankah sangat indah bahwa di dalam Alkitab, Allah tidak menyuruh kita
untuk memiliki iman yang buta? Ia menyatakan bahwa semakin banyak Anda
memberi, semakin banyak Anda menerima, ukuran yang Anda tetapkan menjadi
ukuran yang Anda hadapi. Anda dapat membuktikannya. Sangat mudah untuk
dibuktikan, tetapi jangan membuktikannya melalui cara Daud. Ia
menetapkan hukuman empat kali lipat dan ia mendapatkannya, jangan
mencoba bagian yang itu.
Mari
kita masukkan pelajaran ini ke dalam hati kita, prinsip yang indah ini,
peringatan dan dorongannya, jalankan itu, buktikan, lihat dan nikmati
kebenaran bahwa Allah itu baik.
Syallom.. Setiap hamba Tuhan yang melayani psti memiliki kekurangan. Namun kita percaya bahwa Tuhan akan terus memulihkan, dan dimulai dari pengampunanNya.
BalasHapusBagi pembaca budiman perlu kami sampaikan bahwa tidak semua komentar kami tampilkan, karena perlu kami seleksi. Yang membangun dan bukan gosip, pasti akan kami tampilkan. Namun bagi yang tidak kami tampilkan tetap akan kami simpan di database.
Untuk itu, bagi pembaca budiman yang memiliki komentar dan tidak ditampilkan, maka kami terbuka berdiskusi secara langsung melalui 081220250300. Kami akan sangat bergembira bila ada keterbukaan demi kebaikan kita bersama & bagi kemuliaan Tuhan. Terima kasih.