Oleh: Pdt. Foluaha Bidaya, S.Th, M.Div*
Dengan mengingatkan kembali sejarah masuknya Injil di Kepulauan Nias,
paling tidak akan melahirkan dua respon bagi setiap umat Kristen yang
membaca, pertama, rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan
Allah Bapa di surga atas kasih, anugerah dan kemurahanNya yang telah
menyelamatkan sebagian besar masyarakat Kepulauan Nias menjadi umat
tebusan-Nya. Kedua, introspeksi diri dan evaluasi mengenai
kehidupan Kekristenan di Kepulauan Nias sebagai hasil dari berita Injil
sejak awal hingga pada masa kini.
Masuknya Injil di Kepulauan Nias
Masuknya Injil di Kepulauan Nias tidak terlepas dari titik tolak
penginjilan sedunia, yaitu ”Amanat Agung Tuhan Yesus”. Dalam Matius
28:19–20,dikatakan ”Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa
dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Dalam bahasa Li Niha: ”Mi’ae’e, mibali’ö nifaha’ö fefu soi, wamayagö idanö ya’ira ba döi Nama ba ba döi Nono ba ba döi Geheha Ni’amoni’ö.”
Pada umumnya, kita harus akui secara jujur bahwa
masuknya Injil yang melahirkan gereja-gereja Kristen Protestan di
Indonesia berboncengan dengan misi kolonial Belanda (VOC) sekitar abad
ke-16.
Demikian halnya di Pulau Nias dan pulau-pulau sekitarnya sebagai
salah satu daerah kepulauan di tepi barat Pulau Sumatera yang menyimpan
berbagai potensi yang terpendam dan terabaikan selama ratusan tahun
sebelum Injil masuk, dapat dicatat bahwa masuknya Injil yang melahirkan
gereja-gereja Kristen Protestan di Kepulauan Nias dibawa oleh lembaga
misi dari Jerman, yaitu: Rhenische Mission Gesellschaft (RMG) yang saat
ini dikenal dengan nama Vereinte Evangelische Mission” (VEM), dalam
bahasa Inggris United Evangelical Mission (UEM) dan badan misi dari
Belanda, yaitu: Amsterdamer Lutherische Mission yang keduanya
berbonceng dengan VOC atau paling tidak diberi kemudahan-kemudahan oleh
kolonial Belanda saat itu, untuk memberitakan Injil Keselamatan di
kepulauan Nias.
Satu nama yang patut dicatat dan tak pernah bisa dilupakan, sebagai
orang pertama yang pembawa berita Injil di kepulauan Nias, ia tiba di
Gunungsitoli pada tanggal 27 September 1865, yaitu E.L. Denninger.
Menurut sejarah bahwa E.L. Denninger awalnya ia diutus oleh badan misi
dari Jerman untuk memberitakan Injil di Kalimantan, tetapi karena
terjadinya perang suku di Kalimanatan mengakibatkan terancamnya pula
hidup para misionaris, termasuk E.L.Denninger, ia memutuskan untuk
pindah ke Padang. Di Padang E.L. Denninger bertemu dengan orang-orang
Nias, ia belajar bahasa dan budaya Nias. Akhirnya ia memutuskan untuk
datang ke Pulau Nias.
Dapat dicatat bahwa Injil keselamatan yang dibawa oleh E.L. Denninger
menghasilkan buah. Masyarakat Nias yang sebelumnya menganut kepercayaan
pribumi yang dikenal dengan ”pelebegu”, yaitu penyembahan
berhala yang berwujud pada kepercayaan terhadap dewa-dewa dan roh-roh
nenek moyang, secara bertahap mulai percaya pada berita Injil, mereka
menerima Yesus Kristus Juru Selamat dan penebus dosa umat manusia (Kisah
Para Rasul 4:12), lalu mereka memberi diri dibaptis.
Karena respons positif masyarakat Nias terhadap berita Injil, E.L.
Denninger melaporkan hal tersebut di Jerman dan meminta agar RMG
mengutus missonaris lainnya untuk membantu ”penuaian” di kepulauan Nias.
Beberapa stasiun misi didirikan, misalnya di Telukdalam dimulai tahun
1886 oleh J.W. Thomas, di Pulau Tello dibuka oleh P.J. Kersten dari
Belanda tahun 1889, di Hinako dibuka oleh W. Hoffmann tahun 1899, di
Sirombu dibuka oleh A. Pilgenroder tahun 1902, di Lawelu dibuka oleh
H.Lagemann tahun 1919, di Lahewa dibuka oleh D. Babfeld tahun 1925 dan
lain-lain.
Dari semua hasil penginjilan yang dilakukan lahirlah denominasi
Gereja BNKP dan dari BNKP lahir pula denominasi yang lain, seperti AFY,
ONKP, AMIN, BKPN dan GNKP-Indonesia serta lainnya.
Tidak mudah menerobos kepercayaan lama dan budaya Nias yang begitu
ketat dengan strata sosialnya. Namun, karena kuasa Roh Kudus (Kisah Para
Rasul 1:8) dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para misionaris
telah mampu membawa Injil ke pintu hati masyarakat Kepulaun Nias
sehingga sampai saat ini Kekristenan menduduki posisi sekitar 97 persen.