1 Kor 14:33; 2 Kor 13:11; Ams
17:19
Alkitab menyatakan dengan tegas bahwa Tuhan menginginkan umatNya bersatu. Ia
mencintai anak-anakNya yang hidup dalam kesatuan, sebaliknya membenci mereka
yang suka mencari-cari perkara yang bodoh untuk kepentingan kedagingan dan
menciptakan perpecahan. Perpecahan adalah kesukaan kerja iblis, sebab dengan
demikian umat Tuhan akan dengan mudah di adu domba, untuk saling membenci,
mendendam, bermusuhan, sehingga padamlah kuasa Roh Kudus dalam hidup bersama.
Alkitab mengajarkan kepada kita
untuk mewaspadai perpecahan yang dapat terjadi (baik dalam keluarga maupun
dalam komunitas yang lebih besar):
- Sikap mementingkan dan memegahkan diri
- Hidup dalam kebencian dan menyimpan luka-luka
lama
Surat Ibrani mengajarkan akan hal
penting untuk kita renungkan, yaitu kewaspadaan terhadap akar pahit yang tidak
terselesaikan, yang dapat berakibat buruk dalam hidup bersama (Ibr 12:15).
Kekuatan akar pahit akan memunculkan banyak akal dalam mereka-reka kerusuhan
atau pertikaian. Masalah kecil dapat memancing menjadi rekaan masalah besar.
Seperti bara api yang di siram bahan bakar, akan berkobar-kobar seketika.
Terkadang saudara yang lain menjadi terheran-heran. Apa sebenarnya yang terjadi
? Mengapa hanya masalah sepele dapat menjadi konflik yang besar dan bahkan
terkadang memicu perpecahan? Bahan picu bisa di buat oleh orang yang baru dan
terlibat pada konflik. Konflik yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan cepat
menjadi berlarut-larut dan kehilangan fokus masalah setelah akar pahit bermain
di dalam pusaran konflik tersebut.
Pelayanan penyelesaian akar pahit
dalam gereja sangatlah urgen. Sebab kekuatan roh akar pahit akan menghambat
pertumbuhan kehidupan iman dan pelayanan, dan akan menjadi penghambat utama
dalam pertumbuhan gereja, jika hal tersebut terjadi pada orang-orang yang
berpengaruh penting dalam gereja tersebut.
- Tidak dapat mengampuni atau memaafkan
Iblis sangat menyukai sikap ini.
Ketika orang percaya hidup dengan tidak dapat mengampuni atau memaafkan
kesalahan orang lain atau minta maaf, akan mengakibatkan orang tersebut
kehilangan anugerah sebagai anak Allah. Dalam Doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan
untuk hidup mengampuni, seperti Bapa yang telah mengampuni mereka yang bertobat
dari dosa-dosanya (Mat 6:12).
Mengapa maaf begitu sulit kita
ucapkan? Bukankah pengampunan adalah salah satu tema sentral dalam Alkitab?
Adakah yang salah dalam hidup kita? Ada dua hal yang dapat kita renungkan,
penyebab sulit untuk memaafkan, yaitu:
- Sikap mendidik yang salah dalam meminta maaf
atau memaafkan. Minta maaf dan memaafkan adalah bentuk pertobatan yang
ditindaklanjuti dengan sikap yang tidak mengulang kesalahan yang sama.
Harus keluar dari hati, tanpa ada paksaan, melainkan kesadaran untuk
memelihara persaudaraan. Sejak kecil anak-anak dibiasakan dengan cara yang
kurang tepat. Jika ada anak bertengkar langsung dipanggil dan seketika
langsung di minta untuk saling mengulurkan tangannya dan meminta maaf.
Terkadang permasalahan belum jelas, emosi dan hati belum stabil sehingga
terpaksa meminta maaf. Setelah mereka besar, meminta maaf menjadi hal yang
sulit, sebagai bentuk pemberontakan dari pengalaman masa lalu.
- Pemahaman yang salah bahwa
orang yang minta maaf adalah orang yang bersalah, sehingga kalau kita
benar dan minta maaf, justru di anggap kitalah yang bersalah. Yesus mengajarkan hal yang lain dan
berbeda dengan ajaran dunia. “Kamu telah mendengar firman, mata ganti mata
dan gigi ganti gigi, tetapi Aku mengajarkan padamu, kasihilah musuhmu.
Jika engkau di tampar pipi kananmu, berikanlah juga pipi kirimu” cara yang
berbeda. Kata maaf tidak terkait dengan masalah benar atau salah, kalah
atau menang, tetapi dalam konteks pemulihan dan pertobatan.
Perpecahan dapat berakibat buruk
jika terjadi di dalam kehidupan bergereja atau berkeluarga. Dampaknya meluas.
Tidak hanya dialami oleh pihak-pihak yang berkonflik, tetapi juga jemaat (dalam
bergereja) atau anak-anak (dalam berkeluarga) yang tidak tahu apa-apa, menerima
dampaknya juga.
Kesaksian hidup bergereja menjadi
hambar di tengah masyarakat. Kehidupan orang percaya menjadi tidak dapat
dipercaya. Di anggap tidak berbeda dengan partai politik atau
perkumpulan-perkumpulan lainnya.
Jika perpecahan tidak
diselesaikan secara dewasa, maka dampak buruk lainnya dapat menjadi pola
penyelesaian masalah di gereja tersebut dan diikuti oleh generasi berikutnya.
Jika yang berkonflik adalah orang tuanya, maka anak-anaknya pun akan merasakan
imbasnya.
Dari beberapa ayat firman Tuhan,
perpecahan dapat berakibat seperti:
- Membuat rusaknya hubungan kerjasama dan
memunculkan sikap saling menjatuhkan atau melakukan persaingan yang tidak
sehat dengan tetap pada semangat ingin menunjukkan kemenangan dari pihak
lain (Ams 3:3).
- Dapat menghancurkan pekerjaan Tuhan, karena
berkat Tuhan akan diambil dari pada mereka seperti Tuhan mengambil kaki
dian di jemaat Efesus (Mat 12:25).
- Dapat berakibat pada tindakan memecah belah
dalam berbagai aliran dan dapat terjatuh pada pemujaan manusia (1 Kor
3:3-4).
- Terjadi penyebaran fitnah dan perselisihan
yang berlarut-larut, bahkan turun temurun (Ams 16:28; 2 Kor 12:20; Ams
18:19).
Marilah kita memiliki tekad dan
membudayakan dalam keluarga atau gereja bahwa apapun masalahnya berani berkata
STOP PERPECAHAN atau STOP PERCERAIAN. Tuhan pasti menolong kita.
Sumber: edvano.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU