Oleh: Ev. Dr. Eddy Fances
Tuhan Yesus memberikan Amanat AgungNya sebelum Dia naik
ke sorga: “Pergilah, jadikanlah segala suku bangsa muridKu ... ”
(Matius 28:19). Unik sekali bahwa kata “murid” dalam Perjanjian Baru
tercatat 269 kali, kata “kristen” hanya 3 kali, dan kata “orang
percaya” hanya 2 kali. Ini memberikan kita gambaran betapa pentingnya
panggilan Tuhan Yesus bagi kita yang sudah percaya kepadaNya, agar kita menjadi
“muridNya”. Selain itu menegaskan bahwa tugas pelayanan “orang percaya”
(gereja) adalah menjadikan segala bangsa murid Kristus, bukan sekedar
menghasilkan orang percaya. Itulah sebabnya tugas “pekabaran Injil” tidak boleh
terlepas dari tugas “pemuridan”. Dengan kata lain, tanpa pemuridan penginjilan
akan menjadi sia-sia. Jelaslah bahwa untuk menjadi murid Kristus, seseorang
harus menjadi “orang percaya”; namun sesungguhnya tidak semua orang yang
percaya telah menjadi murid Kristus. Lihat:Luk.14:25-33.
Kotbah Tuhan Yesus tentang “Delapan Sabda Bahagia”
dalam Matius 5:1-12 merupakan delapan karakter fondasi bagi seorang
murid Kristus untuk membangun kehidupan dan pelayanannya yang bahagia dan yang
berkenan kepada Allah. Karakter fondasi ini juga menjadi tanda-tanda seorang
murid yang sejati, seorang warga Kerajaan Allah yang berkualitas. Kedelapan
tanda ini tidak terpisahkan satu dengan lainnya; semua tanda seharusnya
dimiliki oleh setiap murid Kristus.
Karakter Murid Kristus:
1. “Miskin
di hadapan Allah” (Mat.5:3).
“Miskin” disini bukanlah secara material, melainkan
secara spiritual, yaitu pengakuan dengan rendah hati bahwa kita lemah, berdosa,
tak berdaya, dan ingin bergantung dan berharap kepada Tuhan secara total.
2.
“Berdukacita” (Mat.5:4).
Kata “berdukacita” disini bukanlah kesedihan karena
kehilangan sesuatu atau seseorang, melainkan kesedihan yang erat hubungannya
dengan kemiskinan rohani diatas. Mereka yang berdukacita bukan saja berhubungan
dengan pertobatan dari dosa pribadi, tetapi juga dengan kedaaan sekitarnya.
3. “Lemah
lembut” (Mat.5:5).
Lemah lembut tidak sama dengan lemah tak berdaya atau
lemah lunglai; melainkan suatu sikap penguasaan diri, tidak dendam, dan
bermotivasi baik terhadap orang lain.
4. “Lapar
dan haus akan kebenaran” (Mat.5:6).
Kebenaran disini mengandung 3 aspek: a/ aspek legal yaitu
hubungan yang benar dengan Allah; b/ aspek moral yaitu sikap dan perbuatan yang
berkenan kepada Allah; dan c/ aspek sosial yaitu yang berhubungan dengan sesama
manusia, misalnya: isu-isu HAM, keadilan sosial dan hokum di masyarakat,
integritas dalam usaha/karier, dan isu-isu kehormatan keluarga. Murid yang
sungguh berbahagia dan diberkati adalah mereka yang benar-benar rindu dan haus
akan Allah Sendiri, bukan hanya mengharapkan berkat-berkat yang diberikanNya.
Karena sesungguhnya dalam pribadi Allah sendirilah terletak semua sumber yang
akan memberikan kepuasan terhadap “kelaparan” dan “kehausan” manusia.
5. “Murah
Hati” (Mat.5:7).
Kata “murah hati” disini berarti suatu kemampuan untuk
“masuk ke dalam situasi” (mengerti, simpati, empati = berbelas kasihan),
kemudian “melakukan sesuatu” kebaikan. “Murah hati” (mercy) tidak sama dengan
“anugrah” (grace) walaupun sama-sama berhubungan erat dengan ketidak-layakan.
Murah hati memberikan kesembuhan, pertolongan, kebaikan, semangat baru dan
kesempatan untuk mencoba lagi. Anugrah memberikan penghapusan dosa/ kesalahan,
rehabilitasi, dan status yang baru. Anugrah hanya dimiliki dan diberikan oleh
Tuhan, murah hati bisa dimiliki dan dipraktikkan oleh seorang murid.
6. “Suci
Hati” (Mat.5:8).
Kata “suci” disini berarti “tidak ada campuran”
(murni), tulus dan tidak munafik. Kesucian ini bukan saja menunjukkan kepada
sesuatu yang bersifat “internal” melainkan juga yang bersifat “eksternal”,
karena apa yang nampak dalam aspek eksternal sesungguhnya lahir dari dalam hati
dan pikiran seseorang (internal). Segala aspek hidup baik luar dan dalam,
pribadi dan umum seharusnya “transparan” di hadapan Allah dan manusia. Beberapa
aspek yang perlu menjadi perhatian al: aspek penyembahan (I Pet. 3:15a; Kel.
20:3-4), aspek seksual (I Tes. 4:3-5; Mat. 19:4-6; Mar. 10:11-12; Ibr. 13:4), aspek harta/uang (I Tim.
6:10; Ibr. 13:5) aspek
perkataan (Efe. 4:25,29).
7.
“Membawa Damai” (Mat.5:9).
Membawa damai disini tidak sama dengan ”pencinta damai”
(peace-lover) atau “pemelihara damai” (peace-keeper) yang cenderung pasif.
Sebaliknya orang yang membawa damai adalah mereka yang “aktif masuk” dan
“memulihkan” kembali situasi dan kondisi dimana damai sudah retak atau hancur.
Bisa juga disebut dengan “pendamai” (reconciler).
8.
“Dianiaya oleh sebab Kebenaran” (Mat.5:10-12).
Ironis sekali bahwa murid Kristus dengan tanda-tanda
yang positif justru harus menghadapi penganiayaan, penghinaan, ejekan, dan
penderitaan. Ini merupakan “harga” yang harus dibayar oleh seorang murid yang
mengikuti jejak gurunya. Seorang murid sudah selayaknya meneladani gurunya yang
juga mengalami penganiayaan dan penderitaan yang puncaknya kematian diatas kayu
salib. Delapan karakter fondasi murid Kristus yang kita pelajari memberikan
kita “jurang pemisah” yang lebar antara seorang “murid Kristus” dengan “sekedar
orang percaya”. Delapan Sabda Bahagia dari Tuhan Yesus sesungguhnya menantang
untuk mengambil keputusan yang serius agar tidak sekedar hanya menjadi “orang
percaya” yang tidak berani membayar harga. Sebaliknya bertekad menjadi “murid
Kristus” yang sejati, yang “berani tampil berbeda” di tengah-tengah dunia yang
bengkok, jahat dan sudah tidak memiliki ukuran moral yang absolut. Selanjutnya
diatas karakter fondasi inilah seorang murid Kristus akan mendirikan “bangunan
kehidupan dan pelayanannya” yang sesuai dengan panggilan dan kehendak
Allah.
Kehidupan Murid Kristus:
1.
Menyangkal diri (Luk.9:23).
Menyangkal diri berarti belajar mengatakan “tidak”
kepada keinginan atau kehendak diri sendiri, dan mengatakan “ya” kepada kehendak
Allah. Seorang murid adalah seorang yang mengerti kehendak gurunya dan siap
melakukan perintah atau kehendak gurunya. Untuk itu seorang murid harus terus
menerus “belajar” dan “mau diajar” oleh Firman Allah dan melalui “komunikasi
rutin” (doa yang setia). Karena dengan demikianlah sang murid bisa mengerti kehendak
Allah.
2. Memikul
salib setiap hari (Luk.9:23; 14:27).
Salib melambangkan “penderitaan” yang akan dihadapi
oleh si murid bukan karena kesalahannya atau karena “tak terhindarkan” (= duri
dalam daging), melainkan karena konsekwensi (harga yang harus dibayar) oleh
seorang murid. “Setiap hari” menunjukkan kesiapan setiap saat menghadapi “ujian
hidup” yang tidak pernah diberitahukan kapan datangnya. Untuk itu dibutuhkan
kerelaan hati, kesiapan mental, dan bila perlu persiapan phisik.
3.
Meneladani Sang Guru (Luk.9:23; 14:27).
Kata “mengikuti” berati meneladani. Seorang murid akan
menjadi seperti gurunya (Bd: Mat.10:24). Pribadi, kehidupan, dan pelayanan
Tuhan yesus menjadi “standard” dari sang murid. Kasih ilahi yang ditunjukkan
dalam kerendahan hati, kesetiaan, ketaatan, dan rela berkorban menjadi
pelajaran yang tak henti-hentinya untuk dipelajari dan dipraktikkan oleh sang
murid.
4. Kasih
yang Utama (Luk.14:26).
Kata “membenci” disini berarti “mengasihi lebih
sedikit”. Tuhan Yesus menggunakan bahasa ungkapan yang kontras untuk
menjelaskan bahwa muridNya harus memiliki kasih yang paling utama – yang tak
tertandingi – jika dibandingkan dengan semua yang ada di dunia ini. Kalau
diharuskan memilih, maka murid Kristus harus memilih Tuhan daripada memilih
siapa pun atau apa pun!
5.
Penyerahan diri yang mutlak (Luk.14:33).
Penyerahan diri disini menunjukkan ketergantungan penuh
kepada sang guru, bukan kepada “apa” maupun “siapa” yang ada di dunia ini. Murid
Kristus sesungguhnya telah “dibeli” dan lunas dibayar oleh darah Kristus. Sebab
itu seluruh hidupnya – hak dan milik -- telah menjadi kepunyaan Kristus secara
mutlak.
6. Saling
mengasihi (Yoh.13:34-35).
Seorang murid bukan saja “belajar” dari apa yang diajarkan
gurunya, melainkan juga mengikuti “gaya
hidup” (life style) dari gurunya. Tuhan Yesus telah meninggalkan suatu “gaya hidup” yang
mengasihi tanpa pamrih. Sebab itu Dia memberikan “perintah” yang sekaligus menjadi
“merek” bagi murid-muridNya yaitu mempraktikkan “saling mengasihi” sesuai
dengan kasih yang telah diberikannya kepada mereka. Saling mengasihi adalah
aspek eksternal seorang murid yakni dalam berhubungan dengan orang lain.
7. Tinggal
dalam Firman (Yoh.8:31-32).
Tinggal didalam Firman berati adanya kesinambungan yang
permanen terhadap seluruh ajaran Sang Guru dan suatu sikap untuk menerima
“keseluruhan ajaran” baik yang enak, lembut, keras, pedas, dls. Ini adalah
aspek internal seorang murid yang bertekad balajar dan bertumbuh dewasa – naik
kelas demi kelas. Selain itu kata “Firman” juga menunjuk kepada Kristus sendiri
karena Kristus adalah Firman yang telah menjadi manusia (Yoh.1:1-3,14). Jadi,
tinggal dalam Firman berarti hidup dalam
“kesetiaan” dan “ketaatan” penuh kepada KeTuhanan Kristus yang memerdekakan dan
mengontrol sang murid. Bd: kepenuhan Roh dalam Efe.5:18 yang sejajar dengan
Kol.3:16. Kata “murid” (disciple) erat kaitannya dengan kata “disiplin”. Dalam
disiplin terdapat unsure “kesetiaan” – waktu yang terus menerus (Yun: “kronos”)
dan unsur “ketaatan” – kesempatan yang Tuhan berikan langkah demi langkah (Yun:
kairos). Tinggal didalam Firman menuntut dua unsur ini secara bersamaan.
8.
Komitmen tanpa syarat (Luk.9:57-62).
Dari kisah diatas kita melihat tiga jenis murid yang
mau mengikuti Tuhan Yesus namun mengajukan syarat. Murid pertama kelihatan
begitu antusias, namun tanpa persiapan dan perhitungan (ay.57-58). Yang kedua
menganggap menjadi murid Kristus adalah hal yang sekunder (ay.59-60). Yang
ketiga terlalu perhitungan akibatnya menjadi setengah hati (ay.61- 62).
Ketiga-tiganya hendak menjadi murid Kristus dengan mengajukan syarat. Tuhan
Yesus menuntut komitmen yang tanpa syarat, karena masalah menjadi murid adalah masalah
utama yang tak bisa ditawar, maupun diperbandingkan dengan apapun di dunia ini.
Pelayanan Murid Kristus:
Kehidupan seorang murid yang sejati tidak bisa
dilepaskan dari pelayanannya sesuai dengan apa yang dipraktikkan oleh Sang
Guru. Tuhan Yesus berkata: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan
untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak
orang.” (Mar.10:45). Dengan falsafah inilah seorang murid Kristus seharusnya membangun
pelayanannya demi menjadi berkat bagi banyak orang dan demi memuliakan Nama Bapa
di surga.
1. Berbuah
banyak (Yoh.15:8).
Seorang murid yang tinggal dalam Kristus dan tinggal
dalam FirmanNya akan menghasilkan buah yang banyak (ay.4-7). Berbuah disini
bisa menunjukkan pelayanan secara internal dalam “tubuh Kristus” mapun secara
eksternal di luar “tubuh Kristus”.
Secara internal seorang murid bertanggung jawab
mempraktikkan semua karunia yang dipercayakan kepadanya untuk membangun “tubuh
Kristus” (jemaat). Bd: I Tim.4:11-16. Secara eksternal seorang murid
diperintahkan untuk mengabarkan Injil Kristus kepada segala mahluk. Lih:
Mar.16:15.
2.
Menghasilkan murid ( Mat.28:19-20).
Murid yang berhasil adalah yang sanggup memuridkan
orang lain menjadi murid Kristus. Inilah inti “Amanat Agung” Kristus sebelum
Dia naik ke surga. Jadi, pekerjaan pengabaran Injil haruslah ditindak-lanjuti
dengan pelayanan pemuridan, sehingga pelayanan itu menjadi satu “lingkaran”
yang sempurna – mulai dari pengabaran Injil, pembinaan, dan pemuridan; lalu dimulai
lagi dengan murid baru yang mengabarkan Injil, dan mengajar, dan memuridkan,
dst, dst, dst.
Menjadi murid Kristus bukanlah hal yang mudah dan
murah; sebaliknya menunut harga yang mahal, serius, dan komitmen yang tanpa
syarat. Banyak ujian, tantangan, kesulitan, dan penderitaan yang akan dihadapi.
Namun jika dibandingkan dengan sukacita, damai sejahtera, kebahagiaan, dan
harapan yang mulia itu; semua penderitaan yang dialami tak bisa dibandingkan dengan
“kemuliaan” yang Allah sudah sediakan bagi kita (Rom.18:18; II Kor.4:16-18).
Sebab itu rasul Paulus dapat dengan bangga dan penuh
keyakinan menyanyikan “lagu kemenangan” sebelum ia meninggal dunia ini (II
Tim.4:6-8). Mahkota kebenaran telah disediakan baginya. Demikian pula akan
disediakan bagi kita yang berhasil “lulus” sebagai murid Kristus. Murid yang
sejati tidak takut gagal, salah, atau terjatuh. Dia akan bangun lagi, dan
belajar terus hingga akhirnya berhasil “lulus”. Karena dia yakin “segala
perkara dapat ditanggung dalam Kristus (Sang Guru) yang senantiasa memberikan
kekuatan (Fil.4:13). Dan Tuhan telah menjanjikan kemenangan, bahkan setiap
muridNya akan menjadi “lebih dari seorang pemenang” (Rom.8:37; lih: ay.31-39).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU