Bicara pada anak, kelihatannya memang sepele. Tapi percayalah, jika
tak jeli memilih kata-kata dan kalimat, bisa berdampak buruk bagi si
kecil.
Tak mau, kan, buah hati jadi tak punya percaya diri, merasa
dirinya jadi pecundang, atau terus-menerus diliputi rasa
bersalah?
Sering, kan, kita dengar seorang ibu menegur balitanya dengan
ucapan, "Kalau kamu enggak nurut, nanti Ibu tinggal!" Maksudnya, sih, supaya
si anak menurut. Tapi yang sebetulnya terjadi, "ancaman" seperti itu
hanya membuat perasaan anak terluka. Orang tua sering lupa, kalimat
yang dilontarkan pada anak, amat berpengaruh pada rasa percaya diri,
kesehatan emosional, dan kepribadiannya. Dengan kata lain, ada hubungan kuat
antara kalimat yang dipakai dengan sikap dan tingkah anak
kelak.
Sederet kata memang bisa berdampak positif, juga negatif. Asal
tahu saja, bahasa bisa jadi salah satu sumber kekerasan terhadap anak. Pendek
kata, perhatikan dan pilih betul kata-kata yang akan disampaikaan pada
buah hati.
Kalau emosi sedang memuncak, coba, deh, tinggalkan si kecil
sejenak, tarik napas dalam-dalam, jalan-jalan, atau minum air putih. Emosi
pun akan turun dan kita jadi bisa berpikir lebih tenang. Setelah itu, baru
ajak anak berkomunikasi.
Berikut sejumlah kalimat tabu untuk
dilontarkan pada si buah hati.
1. "Gara-gara kamu, Ayah dan Ibu jadi
pisah."
Tak seorang anak pun bisa dijadikan alasan perceraian orang
tuanya. Seorang anak tak selayaknya menanggung beban yang sedemikian berat.
Meski hal itu benar adanya dan disampaikan dengan halus, tetap saja anak
akan merasa sangat bersalah. "Seandainya saya tak nakal, pasti Ayah dan
Ibu enggak pisah," begitu yang seringkali timbul di benaknya.
2.
"Kalau enggak berhenti menangis, Ibu tinggal kamu di sini!"
Ketakutan terbesar dari seorang anak adalah berpisah atau ditinggalkan
sendirian. Apalagi oleh orang tuanya. Mengancam anak dengan kalimat seperti
itu dengan tujuan anak mau menuruti perintah dan berhenti melakukan
suatu tindakan, jelas tidak bijak. Lebih bijaksana jika memberinya
pilihan. Misalnya, "Sayang, jika kamu tetap saja berteriak-teriak seperti
itu, lebih baik kita pulang saja, ya. Ibu baru mau meneruskan belanja
kalau kamu berhenti berteriak-teriak. Terserah, kamu mau pilih yang
mana?"
Alternatif lain adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau
menghentikan kegiatan untuk sementara. Siapa tahu, Anda atau si kecil memang
sudah capek dan perlu istirahat.
3."Mestinya kamu malu pada diri
sendiri."
Rasa bersalah akan segera menyergap anak jika kita mengucapkan
kalimat seperti itu. Sementara orang tua justru yakin, kalau anak merasa
bersalah, ia pasti bakal mengubah kelakuan dan jadi menurut. Memang, rasa
bersalah atau rasa malu bisa membuat seseorang, termasuk anak, mengubah
perilakunya sesuai yang diharapkan. Namun, jangan salah. Pada saat yang sama,
ia juga akan merasa dirinya sebagai pecundang. "Saya memang anak nakal, tak
bisa bikin orang tua senang," "Saya selalu salah," dan
sebagainya. Ujung-ujungnya, rasa percaya diri anak menurun drastis.
4.
"Kami tak pernah mengharapkan kamu."
"Nyesel rasanya Ibu melahirkan kamu!
Kalau tahu kamu bakal senakal ini, lebih baik kamu tak lahir saja." Kalimat
seperti ini sungguh tak bisa diampuni. Tak peduli apa kesalahan anak atau
selembut apa pun disampaikan, tetap saja tak dibenarkan untuk dilontarkan.
Sebab, hanya menunjukkan ada yang tak beres dalam hubungan orang tua dan
anak. Jika ini yang terjadi,
segera cari tahu, apa yang salah dalam hubungan
dengan si kecil. kalau perlu, segera minta bantuan ahli.
5. "Kenapa,
sih, enggak bisa seperti adikmu?"
Saat orang tua membandingkan anak dengan
saudaranya, berarti salah satu di antaranya dianggap kurang. Kalimat ini
membawa pesan pada anak, ia tak lebih pandai, tak lebih baik, dan tak lebih
cakap dibanding saudaranya. Kalimat, "Kamu memang tak seperti kakakmu," akan
membuatnya merasa dikucilkan dan bisa berdampak hingga ia
dewasa. Membanding-bandingkan antara saudara juga akan menciptakan persaingan
tak sehat di antara mereka. Alhasil, mereka jadi "hobi" bertikai dan
akhirnya merusak hubungan antar-anak. Terimalah setiap anak dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Ingat, tiap anak adalah individu unik.
6.
"Pokoknya lakukan seperti kata Ibu!"
Kalimat ini membawa pesan, "Kamu, kan,
anak kecil,tahu apa, sih? Ibu, kan, lebih tahu dan lebih pintar. Tugas saya
adalah memberi tahu dan tugas kamu adalah mematuhi apa yang saya
katakan!" Kalimat ini akan menciptakan kebencian pada diri anak. Lain halnya
jika
disampaikan dalam bentuk yang bisa mengundang empati anak, semisal,
"Ibu benar-benar capek, Sayang."
7. "Sini, biar Ibu yang
bikinin."
"Sini, biar Mama yang kerjakan," "Kali ini, Ibu mau bantu kamu."
Jika kalimat-kalimat itu selalu dilontarkaan setiap kali anak
mendapat kesulitan, sama artinya dengan menciptakan rasa tak berdaya atau tak
mampu dalam diri si kecil. Cara ini juga membuka peluang bagi anak
untuk
melakukan hal yang sama di masa depan. Kalau cuma dilakukan sekali,
sih, tak masalah. Tapi dua kali, berarti pola sudah tercipta. Tiga kali dan
seterusnya? Berarti Anda sudah menciptakan pekerjaan baru bagi diri
sendiri.
ORANG TUA BAIK, ANAK JUGA JADI BAIK
Memberi anak motivasi
agar berperilaku baik, sebetulnya tak sulit, kok. Orang tua pun tak perlu
menggunakan sikap otoriter yang justru bikin anak tertekan.
* Ubah
sikap
Orang tua adalah model bagi anak. Jadi, coba cari tahu, apa yang
membuat anak melakukan hal-hal yang tak Anda "setujui." Bisa saja, mereka
meniru dari Anda. Coba catat, apa perilaku baik yang dilakukan anak minggu
ini dan catat pula apa yang Anda lakukan di minggu yang sama. Jika
Anda berlaku "baik," bisa dipastikan anak pun akan bertingkah baik
pula.
* Buat aturan main
Apakah Anda sudah membuat aturan yang jelas
di dalam keluarga? Termasuk untuk anak-anak Anda? Misalnya, setiap bangun
tidur harus membereskan sendiri tempat tidur. Aturan akan membantu anak
melakukan hal-hal positif tanpa kita perlu bersikap keras. Yang tak kalah
penting, bersikaplah konsisten. Sekali Anda berkompromi dan melanggar aturan,
anak pun akan punya cara untuk keluar dari aturan. Caranya? ya, dengan
cari-cari alasan agar tak perlu ikut aturan.
* Cintai buah
hati
Anak, di usia berapa pun, selalu ingin membuat orang tuanya senang.
Mereka adalah makhluk yang dipenuhi kasih. Tak ada anak yang berniat
mencelakakan ibunya, kan? Perhatian dan cinta orang tua yang tulus dan tanpa
pamrih pada mereka adalah motivator terkuat bagi anak.
* Tetapkan
tujuan
Apa, sih, sebetulnya tujuan Anda mendidik dan membesarkan anak?
Coba tulis, apakah Anda ingin membesarkan anak menjadi orang yang penuh
cinta kasih atau yang disiplin, dengan cara apa pun? Nah, cermati betul,
apa kira-kira hasil yang akan diperoleh dari tujuan tadi. (Tabloid
Nova)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU