Kesaksian dari Athet Pyan Shinthaw Paulu - Mantan Rahib Buddha di Myanmar
Kalimat Pembuka
Kesaksian
yang luar biasa dari seorang Rahib Budha di Myanmar ( Burma) yang hidup
kembali menjadi seorang yang diubahkan. Kisah berikut adalah terjemahan
bebas dari kesaksian yang direkam dari seorang yang hidupnya diubahkan.
Ini bukan sebuah wawancara atau biografi, tapi kisah yang dituturkan
oleh orang tersebut sendiri.
Reaksi
tiap-tiap orang berbeda-beda ketika mendengar kisah ini. Ada yang
mendapatkan semangat, ada yang ragu, beberapa bahkan mengejek dan
mentertawakan, bahkan ada beberapa dengan penuh kegusaran dan marah
karena mereka yakin bahwa kisah ini adalah 'ocehan' dari orang yang
sudah gila atau suatu penipuan yang cermat.
Ada
umat Kristen yang menentang karena kejadian yang radikal dan ajaib ini
tidak cocok untuk mereka, mengesankan seolah-olah Allah yang maha kuasa
itu lemah. Pada awalnya kami mengetahui kisah ini dari beberapa pemimpin
gereja yang berbagi pengalaman dengan kami.
Para
pemimpin itu sudah meneliti kisah ini dan tidak menemukan kisah ini
sebagai suatu kebohongan. Dengan pemikiran ini kami memutuskan untuk
berani melangkah mengabarkan kisah ini. Kami lakukan ini bukan untuk
mencari uang atau untuk mempromosikan diri. Kami hanya ingin kisah ini
diketahui dan membuat orang Kristen yang percaya menilainya secara
Alkitabiah.
Jika
Tuhan menginginkan bagian dari kisah ini untuk KemuliaanNya atau untuk
membangun UmatNya, maka kami berdoa agar Roh Kudus bekerja di dalam hati
setiap pembaca. Beberapa orang menceritakan pada kami bahwa mereka
berfikir bahwa Rahib itu tidak benar-benar mati tetapi hanya ada dalam
ketidaksadaran (mati suri), dan hal-hal yang dia lihat dan dengar adalah
bagian dari halusinasi orang yang kena demam. Apapun yang anda
pikirkan, faktanya tetap bahwa kejadian ini secara drastis telah
menjadikan orang ini hidupnya berubah 180 derajat sesudah kejadian di
bawah ini.
Dia
tanpa rasa takut, dengan berani mengisahkan pengalamannya, dengan
resiko besar, termasuk dipenjara. Dia juga dicaci maki oleh
saudara-saudaranya, teman-teman, rekan-rekannya dan diancam dibunuh
karena menolak untuk mengkompromikan kisahnya. Apa yang memotivasi orang
ini untuk berisiko? Percaya atau tidak, kisah ini layak untuk
didengarkan dan dipertimbangkan.
Dalam
masyarakat barat yang sinis, banyak orang mendambakan bukti yang kuat
untuk hal-hal tersebut. Bukti yang berani dihadapkan di pengadilan.
Dapatkah kita yakin tanpa ragu bahwa semua ini betul-betul terjadi?
Tidak, kita tidak dapat. Tetapi kami tetap merasa berkewajiban untuk
mengabarkan kisah orang ini dengan kata-katanya sendiri di mana pembaca
dapat menilainya sendiri.
Latar Belakang
Halo,
nama saya Athet Pyan Shinthaw Paulu. Saya dari negara Myanmar. Saya
ingin berbagi dengan anda kesaksian saya ini tentang apa yang terjadi
pada saya, tetapi sebelumnya saya ingin menceritakan sedikit latar
belakang saya sejak saya kecil. Saya dilahirkan tahun 1958 di kota
Bogale, di daerah delta Irrawaddy Myanmar selatan (dahulu Burma). Orang
tua saya penganut agama Budha yang beriman (taat) seperti kebanyakan
orang di Myanmar, memanggil saya si Thitphin (yg artinya pohon).
Kehidupan di mana saya bertumbuh sangat sederhana.
Pada
umur 13 tahun saya keluar sekolah dan mulai bekerja di perahu nelayan.
Kami menangkap ikan juga udang di beberapa sungai besar dan kecil di
daerah Irrawaddy. Pada umur 16 saya jadi pemimpin perahu. Saat itu saya
tinggal di utara pulau Mainmahlagyon (Mainmahlagyon artinya pulau wanita
cantik), di bagian utara Bogale dimana saya dilahirkan. Tempat ini kira
kira 100 mil barat daya Yangoon (Rangoon) ibu kota negara kami.
Suatu
hari waktu saya berumur 17 tahun, kami menangkap banyak sekali ikan
dalam jala kami. Saking banyaknya ikan yang kami tangkap, seekor buaya
besar tertarik perhatiannya. Buaya itu mengikuti perahu kami dan mencoba
menyerang kami. Kami jadi ketakutan sehingga dengan panik kami
mendayung perahu kami menuju tepian sungai secepatnya. Buaya itu
mengikuti kami dan menyerang perahu kami dengan ekornya.Walaupun tidak
ada yang mati dalam kejadian ini, serangan itu mempengaruhi kehidupan
saya. Saya tidak mau lagi menangkap ikan. Perahu kecil kami tenggelam
kena serangan buaya itu. Malam itu kami pulang ke kampung naik perahu
tumpangan. Tak lama sesudah itu, bos ayah saya memindahkan ayah saya ke
kota Yangoon (sebelum disebut Rangoon).
Pada
umur 18 saya dikirim ke sebuah biara menjadi rahib muda. Kebanyakan
orang tua di Myanmar berusaha mengirimkan anak laki-laki mereka ke biara
Buddha, setidaknya satu kali, karena merupakan suatu kehormatan
mempunyai anak laki-laki melayani dengan cara ini. Kami telah mengikuti
adat ini ratusan tahun. Pada saat saya berumur 19 tahun 3 bulan (thn
1977) saya jadi Rahib. Rahib atasan saya di biara itu memberi saya
sebuah nama baru (yang sudah menjadi adat/kebiasaan di negara saya) Saya
dipanggil U Nata Pannita Ashinthuriya. Pada waktu kami menjadi rahib
kami tidak lagi menggunakan nama yang diberikan orang tua pada waktu
lahir.
Biara
tempat saya tinggal disebut Mandlay Kyaikasan Kyaing. Nama rahib kepala
biara saya ialah U Zadila Kyar Ni Kan Sayadaw (U Zadila adalah gelar).
Dia rahib yang sangat terkenal di seluruh Myanmar pada waktu itu. Setiap
orang tahu siapa dia.
Dia
sangat dihargai oleh orang-orang dan disegani sebagai guru besar. Pada
tahun 1983 dia tiba-tiba mati dalam kecelakaan mobil yang fatal.
Kematiannya mengejutkan semua orang. Saat itu saya sudah 6 tahun jadi
rahib. Saya berusaha jadi Rahib terbaik dan mengikuti semua ajaran
Buddha. Pada suatu tingkat tertentu saya pindah ke sebuah kuburan yang
kemudian saya tinggali dan bermeditasi secara kontinyu. B
eberapa
rahib yang sungguh-sungguh mengikuti kebenaran Budha melakukan hal yang
saya lakukan ini. Beberapa bahkan pindah ke hutan dimana mereka hidup
menyangkal diri dan miskin. Saya mencari penyangkalan diri, pikiran dan
keinginan, untuk menghindari penyakit dan penderitaan dan membebaskan
diri dari kehidupan duniawi.
Di
kuburan saya tidak takut akan setan atau hantu. Saya berusaha untuk
mencapai kadamaian batin dan sadar diri sampai sampai apabila ada nyamuk
hinggap di tangan, saya akan membiarkannya menggigit tangan saya
daripada mengusirnya. Bertahun-tahun saya berusaha untuk jadi rahib
terbaik dan tidak menyakiti mahluk hidup.
Saya
belajar pelajaran Buddha suci ini seperti semua nenek moyang kami
lakukan sebelum saya. Kehidupan saya sebagai rahib berjalan terus sampai
suatu waktu saya menderita sakit keras. Saya ada di Mandalay waktu itu
dan harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan. Dokter melakukan
beberapa pengecekan pada saya dan memberitahu saya bahwa saya terjangkit
penyakit kuning dan malaria bersamaan. Sesudah sebulan di rumah sakit,
kondisi saya malah makin turun. Dokter memberi tahu saya bahwa tak ada
harapan sembuh untuk saya dan mengeluarkan saya dari rumah sakit untuk
mempersiapkan kematian. Inilah penjelasan singkat masa lalu saya.
Penglihatan yang mengubah hidup Saya Selamanya
Sekarang
saya ingin menceritakan beberapa hal luar biasa yang terjadi pada diri
saya sesudahnya. Sesudah saya dikeluarkan dari rumah sakit saya kembali
ke tempat di mana para rahib yang lain mengurus saya. Semakin hari,
saya semakin lemah dan tubuh saya semakin susut karena badan saya
berbau busuk. Dan akhirnya jantung saya berhenti berdenyut. Tubuh saya
dipersiapkan untuk kremasi dan melalui tata cara pemurnian agama Buddha.
Walaupun tubuh saya mati tapi saya ingat dan sadar dalam pikiran dan
roh saya. Saya ada dalam badai besar. Angin kencang meniup seluruh
daratan sampai tidak ada pohon atau apapun yang berdiri, semua rata,
saya berjalan sangat cepat di jalan rata itu untuk beberapa lama.
Tak
ada orang lain, hanya saya sendiri, kemudian saya menyeberangi sebuah
sungai. Di seberang sungai itu saya melihat danau api yang sangat-sangat
besar. Dalam agama Buddha kami, tidak ada gambaran tempat seperti ini.
Pada mulanya saya bingung dan tak tahu bahwa itu adalah neraka sampai
saya lihat Yama, raja neraka (Yama adalah nama untuk raja neraka dalam
kebudayaan Asia) Mukanya dan badannya seperti singa, tetapi kakinya
seperti seekor naga (roh naga). Dia mempunyai beberapa tanduk di
kepalanya. Wajahnya sangat mengerikan dan saya sangat ketakutan. Dengan
gemetar, saya menanyakan namanya. Dia menjawab "Saya adalah raja neraka,
si Perusak!"
Danau Api Yang Sangat Mengerikan
Raja
neraka itu menyuruh saya untuk melihat ke danau api itu. Saya memandang
dan melihat jubah warna kunyit yang biasa dipakai rahib Buddha di
Myanmar. Saya memandang dan melihat kepala gundul seorang laki-laki.
Waktu saya lihat wajah orang itu saya mengenalinya sebagai U Zadila Kyar
Ni Kan Sayadaw (Rahib terkenal yang mati kecelakaan mobil tahun 1983).
Saya
bertanya "Mengapa dia ada dalam danau api ini? Dia seorang guru yang
baik." Dia bahkan mempunyai kaset pengajaran yang berjudul 'Apakah anda
manusia atau anjing?' yang sudah membantu ribuan orang mengerti bahwa
sebagai manusia sangat berharga jauh dibandingkan binatang. Raja neraka
itu menjawab, "Betul, dia seorang guru yang baik, tetapi dia tidak
percaya pada Yesus Kristus. Itulah sebabnya dia ada di neraka."
Saya
disuruh untuk melihat orang lain yang ada di dalam api itu. Saya lihat
seorang laki-laki dengan rambut panjang dililitkan di bagian kiri
kepalanya. Dia juga mengenakan jubah. Saya bertanya lagi, "Siapa orang
itu?" Dia menjawab, "Inilah yang kau sembah, Gautama (Budha)". Saya
sangat terganggu melihat Gautama di neraka. Saya protes, "Gautama orang
baik, mempunyai karakter moral yang baik, mengapa dia menderita di dalam
danau api ini?" Raja neraka menjawab saya "Tak peduli bagaimana baiknya
dia. Ia ada di tempat ini karena dia tidak percaya pada Allah yang
kekal"
Saya
kemudian melihat seorang yang lain yang tampaknya memakai seragam
tentara. Dia terluka di dada-nya. Saya tanya "Siapa dia?" Raja neraka
berkata "Ini Aung San, pemimpin revolusi Myanmar ". Saya kemudian diberi
tahu, "Aung San di sini karena dia menyiksa dan membunuh orang-orang
Kristen, tapi terutama karena dia tidak percaya Yesus Kristus." Di
Myanmar ada pepatah, "Tentara tak pernah mati, hidup terus." Saya
diberitahu bahwa tentara neraka mempunyai pepatah "Tentara tak pernah
mati, tapi ke neraka selamanya."
Lalu
saya amati dan melihat orang lain di danau api itu. Dia orang yang
sangat tinggi dan memakai baju baja militer. Dia juga menyandang pedang
dan perisai. Orang ini terluka di dahinya. Orang ini lebih tinggi dari
siapapun yang pernah saya lihat. Saya bingung karena saya tidak tahu
siapa itu Goliath dan Daud. Raja neraka berkata, "Goliath tercatat di
Alkitab orang Kristen. Kamu tidak tahu dia sekarang, tapi kalau kamu
jadi Kristen, kamu akan tahu siapa dia.
Lalu
saya dibawa ke sebuah tempat di mana saya lihat orang kaya dan miskin
menyiapkan makan malam mereka. Saya bertanya "Siapa yang memasak makanan
untuk orang-orang itu?" Raja itu menjawab "Yang miskin harus menyiapkan
makanan mereka, tapi yang kaya menyuruh yang lain untuk memasak untuk
mereka."
Ketika
makanan sudah tersedia untuk yang kaya, mereka duduk untuk makan.
Segera setelah mereka mulai makan asap tebal keluar. Yang kaya makan
secepat sebisa mereka agar mereka tidak pingsan. Mereka berusaha keras
untuk dapat bernafas karena asap itu. Mereka harus makan cepat-cepat
karena mereka takut kehilangan uang mereka. Uang mereka adalah tuhan
mereka.
Saya
juga melihat ada satu mahluk yang tugasnya menjaga api di bawah danau
api itu tetap panas. Mahluk ini bertanya pada saya "Apa kamu juga akan
masuk ke danau api ini?" Saya jawab, "Tidak! saya di sini untuk hanya
mengamati!"
Bentuk
mahluk yang menjaga api itu sangat menakutkan. Dia punya 10 tanduk di
kepalanya dan sebatang tombak di tangannya yang pada ujungnya ada 7
pisau tajam. Mahluk ini berkata "Kamu betul, kamu datang ke sini hanya
untuk mengamati. Saya tak temukan namamu disini". Katanya "Kamu harus
kembali dari mana kamu datang tadi" Dia menunjukan arah pada saya tempat
terpencil rata yang saya lewati sebelumnya waktu datang ke danau api
ini.
Keputusan Untuk Memilih Jalan
Saya
berjalan cukup lama, sampai kaki saya berdarah. Saya sangat kepanasan
dan kesakitan. Akhirnya setelah berjalan sekitar 3 jam saya sampai di
sebuah jalan yang lebar. Saya berjalan sepanjang jalan ini beberapa lama
sampai menemukan persimpangan.
Satu jalan arah kiri, lebar. Jalan yang lebih kecil menuju ke sebelah kanan. Ada tanda di persimpangan itu yang berbunyi :
"Jalan kiri untuk mereka yang tidak percaya pada Tuhan Yesus Kristus"
"Jalan yang lebih kecil menuju ke kanan untuk yang percaya Yesus Kristus."
Saya
tertarik melihat ke mana tujuan jalan yang lebih besar itu, jadi saya
mulai melaluinya. Ada 2 orang berjalan kira-kira 300 yard di depan saya.
Saya coba mengejar mereka agar dapat jalan bersama, tetapi sekerasnya
saya coba tak dapat mengejar mereka, jadi saya putar balik dan kembali
ke simpang jalan tadi.
Saya
terus perhatikan kedua orang yang berjalan tadi. Waktu mereka mencapai
ujung jalan tiba-tiba mereka ditikam. Kedua orang itu berteriak sangat
kesakitan. Saya juga menjerit keras waktu melihat apa yang terjadi pada
mereka. Saya sadar akhir dari jalan yang lebih lebar sangat berbahaya
untuk mereka yang menjalaninya.
Melihat Surga
Saya
mulai melangkah ke jalan Orang Percaya. Setelah berjalan sekitar 1 jam,
permukaan jalan yang saya lalui berubah menjadi emas murni. Sungguh
murni sampai-sampai waktu saya lihat kebawah saya dapat melihat bayangan
saya dengan sempurna. Kemudian saya lihat seseorang berdiri di depan
saya. Dia memakai jubah putih. Saya juga mendengar nyanyian merdu. Oh,
alangkah indah dan murninya! Sangat jauh lebih baik dan berarti
dibandingkan penyembahan yang kita dengar di gereja manapun di dunia.
Orang
berjubah tersebut meminta saya berjalan bersamanya. Saya bertanya
padanya, "Siapakah namamu?" tetapi dia tidak menjawabnya. Baru sesudah
saya menanyakan kepadanya 6 kali, baru dia menjawab, "Saya yang memegang
kunci ke surga. Surga tempat yang sangat sangat indah. Kamu tak dapat
pergi ke sana sekarang tetapi kalau kamu mengikuti Yesus Kristus kamu
dapat pergi ke sana sesudah hidupmu selesai di bumi". Nama orang itu
Petrus.
Petrus
kemudian meminta saya untuk duduk dan kemudian menunjukkan pada saya
sebuah tempat di sebelah utara. Petrus berkata, "Lihat ke utara dan
lihatlah Allah menciptakan manusia". Saya melihat Allah kekal di
kejauhan.
Allah
berkata pada seorang malaikat, "Mari kita ciptakan manusia." Malaikat
itu memohon pada Allah dan berkata, "Jangan menciptakan manusia. Dia
akan berbuat dosa dan mendukakan Engkau." Tetapi Allah tetap menciptakan
manusia. Allah meniupkan nafasNya dan manusia itu hidup. Dia memberi
nama orang itu "Adam". (Catatan: agama Budha tidak percaya penciptaan
dunia atau manusia sehingga pengalaman ini sangat besar pengaruhnya pada
rahib itu).
Dikembalikan Dengan Nama Baru
Kemudian
orang yang bernama Petrus itu berkata, "Sekarang bangunlah dan
kembalilah melalui jalan di mana engkau datang. Katakan pada orang-orang
yang menyembah Budha dan menyembah berhala. Beri tahu mereka bahwa
mereka akan pergi ke neraka bila mereka tidak berubah.
Mereka
yang membangun kuil / kelenteng dan berhala juga akan ke neraka. Mereka
yang yang memberikan persembahan pada para rahib untuk mendapatkan jasa
untuk mereka sendiri juga akan ke neraka. Mereka yang menyembah rahib
dan memanggil mereka "Pra" (gelar kehormatan bagi rahib) akan ke neraka.
Mereka yang menyanyi dan memberikan hidupnya untuk berhala akan ke
neraka. Mereka yang tidak percaya Yesus Kristus akan ke neraka. orang yang bernama Petrus itu juga memberi
tahu saya untuk kembali ke bumi dan bersaksi tentang semua apa yang
telah saya lihat. Dia juga berkata, 'Kamu harus bicara dengan nama yang
baru."
Sejak
saat ini kamu harus dipanggil Athet Pyan Shinthaw Paulu (Paulus yang
kembali hidup). Saya tidak mau kembali. Saya ingin tinggal di surga.
Seorang kemudian malaikat membuka sebuah buku. Pertama-tama mereka
mencari nama masa kecilku (Thitpin) dalam buku, tapi mereka tak
menemukannya. Kemudian mereka mencari nama yang diberikan pada saya
waktu masuk agama Budha (U Nata Pannita Ashinthuriya), tapi juga tidak
tertulis disitu. Kemudian orang yang bernama Petrus itu berkata, "Namamu
tidak tertulis di sini, kamu harus kembali dan bersaksi tentang Yesus
pada orang-orang yang beragama Budha." Saya berjalan kembali melalui
jalan emas. Saya dengar lagi nyanyian yang merdu, yang tak pernah saya
dengar sebelumnya. Petrus berjalan dengan saya sampai saatnya saya
kembali ke bumi.
Dia
menunjukkan pada saya tangga untuk kembali ke bumi antara surga dan
langit. Tangga itu tidak sampai ke bumi, tetapi berhenti di udara. Pada
saat di tangga saya lihat banyak sekali malaikat, ada yang naik ke surga
dan ada yang turun ke tangga. Mereka sangat sibuk. Saya bertanya,
"Siapakah mereka?". Petrus menjawab, "Mereka pesuruh Tuhan. Mereka
melaporkan ke surga nama-nama mereka yang percaya Yesus Kristus dan
nama-nama mereka yang tidak percaya." Petrus kemudian memberi tahu saya
bahwa sudah waktunya untuk kembali.
Tiba-tiba
saya mendengar sebuah tangisan. Saya dengar ibu saya sedang menangis,
"Anakku, mengapa engkau meninggalkan kami sekarang?" Saya juga mendengar
orang-orang lain menangis. Saya kemudian sadar saya sedang terbujur
dalam sebuah peti. Saya mulai bergerak. Ibu dan ayahku berteriak, "Dia
hidup, dia hidup!" Orang lain yang agak jauh tidak percaya. Kemudian
saya taruh tangan saya di kedua sisi peti itu dan duduk tegak. Banyak
orang ketakutan. Mereka menjerit, "Hantu!" dan berlari secepat kaki
mereka membawanya. Mereka yang tertinggal, diam dan bergemetaran.
Saya
merasakan saya sedang duduk dalam cairan yang tak sedap baunya, cairan
tubuh, cukup banyak untuk dapat mengisi 3,5 gelas. Itu adalah cairan
yang keluar dari perut dan bagian dalam tubuhku ketika tubuhku terbujur
di dalam peti mati. Inilah sebabnya orang tahu bahwa saya sudah
betul-betul mati. Di dalam peti mati ini ada semacam lembaran plastik
yang ditempelkan pada kayu peti. Lembaran plastik ini untuk menampung
cairan yang keluar dari mayat, karena tubuh orang meninggal banyak
mengeluarkan cairan seperti yang saya alami. Saya diberi tahu kemudian
bahwa hanya beberapa saat lagi saya dikremasi dalam api.
Di
Myanmar, orang yang sudah meninggal akan dimasukan kedalam peti mati.
Tutup peti itu akan dipaku, dan kemudian dibakar. Ketika saya kembali
hidup, ibu dan ayahku sedang melihat tubuhku untuk terakhir kalinya.
Sesaat lagi tutup peti akan segera dipaku dan saya akan dikremasikan.
Saya segera mulai menjelaskan hal-hal yang saya lihat dan dengar.
Orang-orang merasa heran. Saya ceritakan orang-orang yang saya lihat di
dalam danau api itu, dan memberi tahu hanya orang Kristen yang tahu
kebenaran, bahwa nenek moyang kita dan kita sudah tertipu ribuan tahun!
Saya
menceritakan kepada mereka segala sesuatu yang kita percayai adalah
kebohongan. Orang-orang merasa heran sebab mereka tahu rahib macam apa
saya dan bagaimana bersemangatnya saya dalam pengajaran Buddha. Di
Myanmar ketika seseorang meninggal, namanya dan umurnya ditulis
disamping peti mati. Ketika seorang rahib meninggal, namanya, umurnya
dan masa pelayanannya sebagai rahib dituliskan di samping peti mati.
Saya sudah ditulis mati tetapi seperti yang anda lihat, sekarang saya
hidup!
Penutup
Sejak
"Paulus yang kembali hidup" mengalami kisah di atas dia tetap menjadi
saksi yang setia kepada Yesus Kristus. Para gembala di Burma mengabarkan
bahwa dia sudah membawa ratusan rahib lain untuk beriman kepada Yesus.
Kesaksiannya jelas sekali tak berkompromi. Oleh sebab itu, pesan yang
telah dia sampaikan telah menyakitkan banyak orang yang tidak dapat
menerima hanya ada satu jalan ke surga, Yesus Kristus.
Walaupun
menghadapi penolakan yang sangat besar, pengalamannya sungguh nyata
sehingga ia tidak pernah ragu maupun bimbang. Setelah sekian tahun dalam
lingkungan biara Budha, sebagai pengikut ajaran Budha yang setia, ia
beralih menyatakan Injil Kristus sesudah kebangkitannya dari mati dan
mendesak rahib yang lain untuk meninggalkan semua dewa-dewa palsu dan
menjadi pengikut Yesus dengan sepenuh hati.
Sebelum
sakit dan matinya dia tidak punya pengetahuan sedikitpun tentang
kekristenan. Semua yang dia dapatkan selama 3 hari dalam kematian adalah
baru dalam fikirannya. Dalam mengabarkan pesannya sebanyak mungkin pada
orang-orang, Lazarus modern ini mulai membagikan audio dan video kaset
mengenai kisahnya. Polisi serta pihak berwenang di Myanmar sudah
berusaha sekuatnya untuk mengumpulkan kaset-kaset ini dan
memusnahkannya. Kesaksian yang baru saja anda baca adalah salah satu
terjemahan dari kaset itu. Kami diberi tahu bahwa sekarang sangat
berbahaya bagi warga Myanmar untuk memiliki kaset ini. Kesaksiannya yang
tak kenal takut telah membuatnya dipenjara, di mana yang berwenang
telah gagal menawarkan dia untuk bungkam.
Sesudah
dilepaskan dia terus bersaksi tentang apa yang dia lihat dan dengar.
Keberadaannya sekarang tidak jelas. Seorang narasumber di Burma
mengatakan bahwa dia di penjara dan bahkan mungkin sudah dibunuh, sumber
lain mengabarkan bahwa dia sudah dilepaskan dari penjara dan sedang
meneruskan pelayanannya.
Sumber : http://rangkumankotbah.blogspot.com/2012/01/seorang-rahib-buddha-dibawa-ke-surga.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih untuk Komentar Anda yang membangun, Semoga menjadi berkat bagi kita semua... Amin. GBU