Ayub 1:1-22
Lalu bertanyalah
TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab
tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur,
yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." (Ayub 1:8)
Saat Hani (bukan nama sebenarnya) meninggal dunia setelah dua tahun
menderita kanker, banyak sahabat mengomentari sikapnya yang tidak pernah
mengeluh. Meskipun tahu kemungkinan sembuhnya kecil, ia tetap
bersukacita dan bersemangat. Ia menguatkan suaminya dan kedua anak
mereka yang masih kecil. Hani menjadi guru bagi suami dan kedua anaknya,
sekaligus murid karena ia belajar dari penyakitnya.
“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?” Itulah pertanyaan Tuhan kepada Iblis. Tuhan sangat menghargai Ayub karena ia saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (ay. 8). Tuhan menerima tantangan Iblis dengan mengizinkannya mencobai Ayub (ay. 12). Ayub harus menanggung kesusahan yang parah secara beruntun. Ayub tidak mengerti penyebab penderitaannya, tetapi ia menyatakan kepercayaannya yang teguh kepada Allah, yang berhak mengizinkan kenyamanan, kesulitan, maupun kebaikan di dalam hidupnya. Ia tetap memuji Tuhan meski kondisinya tidak mudah (ay. 21).
Di dalam penderitaan, penting bagi kita merenungkan keinginan Tuhan, bukan keinginan kita. Jika keinginan kita bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan Dia mengizinkan kita mengalami kesulitan dan penderitaan hidup, tetaplah percaya bahwa Tuhan selalu merencanakan yang terbaik. Dia tidak mungkin mencelakakan dan membinasakan kita. Jika kita meresponsnya dengan sikap yang positif, kita akan tetap bersukacita dan bertumbuh dalam pengenalan akan Dia. —RTG
“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?” Itulah pertanyaan Tuhan kepada Iblis. Tuhan sangat menghargai Ayub karena ia saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (ay. 8). Tuhan menerima tantangan Iblis dengan mengizinkannya mencobai Ayub (ay. 12). Ayub harus menanggung kesusahan yang parah secara beruntun. Ayub tidak mengerti penyebab penderitaannya, tetapi ia menyatakan kepercayaannya yang teguh kepada Allah, yang berhak mengizinkan kenyamanan, kesulitan, maupun kebaikan di dalam hidupnya. Ia tetap memuji Tuhan meski kondisinya tidak mudah (ay. 21).
Di dalam penderitaan, penting bagi kita merenungkan keinginan Tuhan, bukan keinginan kita. Jika keinginan kita bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan Dia mengizinkan kita mengalami kesulitan dan penderitaan hidup, tetaplah percaya bahwa Tuhan selalu merencanakan yang terbaik. Dia tidak mungkin mencelakakan dan membinasakan kita. Jika kita meresponsnya dengan sikap yang positif, kita akan tetap bersukacita dan bertumbuh dalam pengenalan akan Dia. —RTG
PENDERITAAN HIDUP DAPAT MENJADI AJANG PEMBELAJARAN
DAN PERTUMBUHAN KARAKTER
DAN PERTUMBUHAN KARAKTER