Bila orang kerap menganggap doa sebagai kekonyolan, tidak demikian
halnya dengan Andrew Murray. Semua bermula saat ia mendengarkan William
C. Bruns berkhotbah di Aberdeen, Skotlandia. Burns adalah pengkhotbah
yang sudah banyak berperan terhadap kegerakan rohani yang melanda
Kilsyth, Skotlandia, pada 1839. Meski saat itu Anrew masih berumur 10
tahun, ia menangkap pengajaran Burns, terutama mengenai doa mengubah
manusia dan memberikan manusia harapan yang baru. Bertahun-tahun
kemudian, Andrew memutuskan untuk masuk ke sekolah teologia setelah
menyelesaikan pendidikan formalnya. Ia belajar di University of Utrecht
dan kebetulan di sana sedang terjadi gerakan Het Reveil. Suatu
kebangunan rohani penentang rasionalisme. Sedikit banyak, hal ini sangat
berpengaruh pada diri serta perkembangan rohani Andrew.
Setelah menyelesaikan studinya, Andrew diutus gereja Reformasi
Belanda untuk melakukan pelayanan di Cape Town, Afreika Selatan. Di
sanalah ia bertemu Emma Rutherford yang kemudian dinikahinya. Dari
pernikahan itu ia memiliki empat anak lelaki dan empat anak perempuan.
Pada 1879 mendadak Andrew sakit tenggorokan yang membuatnya tidak
bisa berbicara. Dua tahun kemudian ia pergi berobat ke Betshan, rumah
pengobatan milik W.E. Boardman yang ada di London. Di sini semua pasien
disembukan bukan dengan iman dan bukan dengan obat-obatan seperti
sebagaimana lazimnya. Ternyata di sana sakit tenggorokannya sembuh
total, sehingga ia bisa kembali berkhotbah dan mengajar. Semua
pengalaman tersebut makin menguatkan pemahamannya bahwa doa adalah kunci
perubahan. Andrew kemudian banyak menghabiskan waktunya untuk
melakukan pelayanan kejemaatan. Namun ia juga mengajar dan menulis
banyak buku yang bertema doa, kekudusan hidup, pendidikan terhadap
anak-anak, dan pelayanan doa syafaat.
Lelaki yang dikenal sebagai pendoa ini meninggal dunia pada 18
Januari 1917. Meski telah tiada, pengajaran doanya mengubah hidup banyak
orang. Salah satunya Jessi Penn-Lewis, tokoh penting dalam kebangunan
rohani yang melanda Wales 1904-1905.